Jumat, 30 Juli 2010

Pantai Pelang Trenggalek – 24-25 Juli 2010



Pantai Pelang Trenggalek 24-25 Juli 2010
Here we go…our next trip…. With clear destination n unclear the road….
à Main Destination : Pelang Beach, Trenggalek
à Extra destination : other beach @ Pacitan
: pantai Taman n Teluk Tawang desa Hadiwarno kec Ngadirojo
: pantai segara Anakan
: pantai Temperan kel Sidoharjo Kec Pacitan
: pantai Ngambur desa Plumbungan kec Kebonagung
à Transport : motorcyle
à Guidance : Google Map (not GPS)
à first route : Solo- Sukoharjo – Purwantoro – kismantoro – Bandar – Tegalombo – Ngadirejo – Sudimoro – Panggul
: total 168 km (4jam 9mnt) (sumber : Google Map)
à route back : - panggul– besuki– sukorejo –hadiwarno– sidomulyo– kebonagung– pacitan– pringkuku– punung – donorojo – girwoyo– baturetno– eromoko– wuryantoro– sukoharjo – solo
: total 156 km (3 jam 56 mnt) (sumber : Google Map)
à preparation : naturally
24 Juli 2010 10.30. setelah mendiskusikan tentang perjalanan yang akan ditempuh hingga lokasi tujuan, kami berangkat. Dengan kesepakatan berangkat ke Trenggalek melalui Purwantoro dan pulang melalui Pacitan dengan pertimbangan tidak ada perbedaan berarti dari keduanya namun hanya sekedar ingin merasakan jalan yang berbeda..
Kami berenam, dee, bima anggara, najib reza, sidik febrianto, yori arif, n raisha justen. Enam personil 3 sepeda motor satu tujuan.
Kembali mengingatkan bahwa ini bukanlah cerita tentang apa yang kami tuju, melainkan perjalanan yang kami lalui hingga sampai ke tujuan. Saat itu jelas tujuan utama yang dituju : Pantai Pelang, Trenggalek (156km dari Solo), dan tujuan tambahan pantai-pantai di Pacitan yang belum pernah kami jamah selama ini yang direncanakan akan kami datangi setelah dari pantai Pelang pada hari berikutnya sejalan dengan perjalanan pulang. Tujuan jelas (checked Ö),untuk jalan yang dituju, kami mengandalkan google map. Bukan, kami mengandalkan bima yang memiliki ide untuk ke Trenggalek dan ternyata bima mengandalkan google map, hingga sangat jelas bahwa diantara kami berenam tak ada yang sepenuhnya mengetahui jalan yang akan ditempuh, melainkan hanya mengetahui desa desa apa saja yang akan kami lewati hingga sampai di Trenggalek, yang pada akhirnya ini menjadi suatu bentuk kesalahan besar yang pada akhirya lagi menjadi dasar kegagalan perjalanan kami namun juga menjadi bahan baru cerita perjalanan kami.
Pukul 12.00 kami tiba di Purwantoro. Hingga titik ini, tidak ada aral melintang yang berarti. So easy 2 reach. Dari Purwantoro, kami mulai memasuki jalan yang berliku. Jalan masih beraspal meski mulai menyempit dan medan mulai berliku naik turun belok kanan kiri, namun itu semua tak berarti hingga kami memasuki daerah Bandar, perhentiaan pertama (entah dimana yang menjadi tempat pertama kalinya kami bertanya, pertanyaan standar,”buk, kalo mo ke Tegalombo bener lewat sini??kalo ke Panggul arahnya lewat sini kan?” Okeh, jawaban melegakan jika ternyata kami mengambil jalan yang benar.
--> -->
Pemberhentian kami disebuah rumah ditengah hutan yang menjual bensin. Sembari mengisi pasokan bahan bakar,kamipun bertanya
Kemudian kami berjalan kembali,tak jauh dari perhentiian pertama, setelah melewati desa yang berbeda. Menanyakan hal yang tak jauh berbeda, kami bertanya,”Pak, kalo mo ke Tegalombo lewat mana ya?”, dan saya masih ingat betul sang bapak menjawab seperti ini, “wa,kalo pasar itu di situ, kalo mo ke Tegalombo Ya tadi, sebelah pasar ada jalan ke kiri, tu ambil ke kiri…. Kalo mo ke Pelang Trenggalek ya bisa lewat situ, tapi jalannya ngeri lo mas jurang tok kanan kiri…. Kalo lewat Pacitan juga bisa agak jauh, tapi jalannya bagus…. Tapi sama saja….”
Perkataan bapak ini yang menjadi fikiran kami. Kanan kiri jurang?owh, em, jie… nyeremin, tapi langsung ditebas ama masReza,”kita ambil jalan jurangnya…”
Ok, langsungnya kami memutar arah dari jalan kami yang salah…. Dan komentar pertama waktu melewati jalan itu saya Cuma ketawa ngremeh,”hehe….kaya gini to jurangnya….biasa aja….” Tapi itu baru beberapa puluh meter yang kami lewati, semakin menjauh, semakin kami menaiki perbukitan, semakin jalan memburuk, dan owch,shit…that true, it’s a real ravine.. kami berada di puncak perbukitan dimana hanya tumbuh dominan pohon cemara, udara yang dirasa hanyalah hawa dingin meski berada di siang bolong, dan benar adanya yang kami lihat disamping kami hanyalah jurang yang curam namun dengan pemandangan yang indah, kabut yang menutupi diatas perbukitan rendah dibawah kami yang saling tumpang tindih membentuk bentukan lembah hijau yang cantik. Baru kami sadari bahwa dunia ini sangat indah meski hamparan indah itu dengan jurang yang curam. Motor kami teruz melaju kencang sembari terkadang melambat untuk sekedar menghirup udara segar dan menikmati lembah curam dibawah kami yang mungkin tak setiap hari dapat kami nikmati. Bukit demi bukit, lembah curam demi lembah curam kami lalu, jalan semakin menyempit, dan semakin ‘gak jalan banged’… masih ada ya,jalan semacam ini, hanya sekedar tanah dengan kerikil dan batu batuan membentuk jalan, naik turun licin kami melambat takut tergelincir,dan panjang, sangat berharap jalan ini berakhir namun tak kunjung berakhir….



-->jalan yg kami lewati, yang ini masih lumayan lah -->

-->
-->
-->
Rehat bentar sambil nunggu yg ketinggalan

Kurang lebih setengah jam kami berada pada jalan ini, jalan yang menguji kesabaran dan konsentrasi, hingga ketika kami melihat pasar (pasar Tegalombo,Pacitan), saya bergumam, sama dengan yg diteriakkan mazSidik waktu itu, “Peradaban!!!!!!!!”… kami senang dan lega, melewati jalan sesat tersebut dan finally menemukan peradaban.
-->Pasar Grindulu Tegalombo
--> -->
Pukul 14.00 kami tiba di Pasar Tegalombo. Melihat dari note yang kami catat (bima lebih tepatnya yang mencatat), ternyata masih beberapa desa lagi yang harus kami lalui… berlanjutkan perjalanan kami. Entah bagaimana, di Tegalombo ini kami salah jalan lagi, mungkin karena keasyikan dengan jalan lebar nan halus kami terus menelusiri jalan raya yang ternyata mengarah ke Ponorogo. 18km lebih jauhnya kami salah jalan hingga harus bertanya beberapa kali, dan kemudian memutar balik arah untuk menemukan jalan kecil menuju arah selatan ( arah tepat menuju Trenggalek bukan ke arah timur menuju Ponorogo atau barat kembali ke Pacitan). Satu jam waktu kami terbuang hingga pukul 15.00 kami kembali melanjutkan perjalanan setelah beristirahat sejenak di masjid Tegalombo,Pacitan. Perjalanan kami lanjutkan dengan medan yang tak jauh berbeda namun tanpa jurang yg curam, dan tanpa ‘jalan abal-abal’, kami melewati kecamatan Ngadirojo lalu….., bertanya kembali, kemudian menuju Pasar Lorok (jalan Raya Pacitan Trenggalek), dan kemudian semangat kami kembali membara setelah sebelumnya sempat putus asa. Melihat air dari atas perbukitan ternyata menjadi energy yang begitu menguatkan.”air, air, air…..” owch, shit…. Betapa girangnya saya melihat hamparan air laut dari kejauhan, begitu segar….
Bisa dibilang kami cukup ‘kesorean’ untuk tiba di Pantai. Dengan beberapa kekecewaan, 1. Tanpa sunset (arah matahari terbenam tertutupi tebing), 2. Tanpa pasir Putih, 3. Pantai sudah terjamah…. Mengecewakan karena sejauh ini jarak yang kami tempuh, kami mendapatkan hanya pantai yang’seperti ini’, jauh dari harapan kami. Tapi tak apa, kami berusaha legowo. Saya sendiri berbangga hati karena sudah sejauh ini jalan yang kami capai,meski tujuan yang kami dapat tak seperti yang dibayangkan, saya senang mendapatkan perjalanan yang menantang, cukup menyenangkan.
Satu hal yang unik, saat itu adalah malam bulan purnama. Saya hanya berucap,” tak dapat Sunset, kami dapat Bulan Purnama yang indah”. That great….





--> -->
Malam hari kami beristirahat,setelah sebelumnya berdiam diri di tepian pantai, menghirup amisnya angin laut……………….. what should I say?this incredible
many words @ night,Qtela – Uno – Dangdutan – Mushola – Nyamuk pantai
Pagi hari, kami tak berambisi untuk mendapatkan sunrise, karena memang sedikit impossible, kabut embun dimana mana setelah semalam hujan turun. Kami menaiki bebukitan yang ada, Look from d’Top melihat dari atas, kombinasi yang standar tapi selalu membuat saya berdecak kagum, hutan, perbukitan dibelakang saya dengan beberapa hektar perkebunan sawit/kelapa melingkar membentuk setengah lingkaran dilengkapi pantai yang menjorok kedalam membentuk teluk yang lebar, dengan pulau diseberang pantai di sisi kiri saya dan pulau kecil lainnya disebelah kanan saya,pulau kecil dengan pepohonan hijau di atasnya diwarnai dengan putih putih burung kuntul yang menghinggapi.



--> -->View di belakang kami
--> -->view dari satu sisi
-->
pantai pelang dari ketinggian

unique one...I like this candid pitcure!!! THX 4 bee yg udah curi2 gambar...hahahaha

atau foto macro ini???good job bee...just try again n be better
-->
-->
Kami kembali ke Tepian Pantai yang saat itu masih pasang,iseng iseng membuat susu hangat,bermodalkan kompor paraffin,panci,susu kental manis sachet, dan roti tawar..menikmati bersama dengan deburan ombak sebagai musiknya.


kenikmatan tersendiri minum susu bareng2 ditepi pantai,dg gelas jadi2an dari potol pulpy orange...syiiiip
-->
-->
Tujuan berikutnya, Air Terjun, yang jadi teringat dengan film ‘air terjun pengantin’. Satu hal yang unik dari pantai Pelang ini adalah adanya air terjun di dekat pantai. Bahkan menurut penduduk setempat memang yang menjadi tujuan objek wisata utama bagi wisatawan adalah air terjun seribu ini.

air terjun didekat pantai??maybe it's my first.... suegerrr dab! n so Beautifulll,right!
and take another pitcure,one pose, pose of freedom

-->
and what d'hell with this pitc?? I don't know
--> -->
Pukul 08.00 kami menyudahi perjalanan kami di air terjun setelah sebelumnya menikmati basahnya air sungai yang jatuh dari ketinggian (bahasa panjang dari air terjun, right?), air yang jernih dan sangat segar….sayang untuk dilewatkan.
Sekembali kami dari air terjun, sayang amat disayang kami mendapat musibah. Salah satu motor yang kami kendarai bocor sehingga harus mencari tukang tambal ban yang jaraknya 3kilometer lebih jauhnya dari pantai tersebut, hingga kami membuang waktu kami lebih dari 2 ½ jam lamanya. Sayang memang, namun apa dikata, resiko ini yang harus kami tanggung

-->
-->
-->
-->
Anak kota vs rakyat jelata , cendikiawan vs warga sipil


Pukul 10.30 kami bergerak kembali, dan karena ada pertimbangan untuk tiba diSolo sebelum pukul 17.00, kami membatalkan semua rencana hari tersebut untuk mengunjungi beberapa pantai di Pacitan, hanya satu pantai tambahan yang kami kunjungi yang tak jauh dari jalan besar, yaitu Pantai Taman Hadiwarno, yang juga bukan pantai pasir putih, tapi yang kami ingat di sini adalah Anginnya yang kencang semilir membawa kesejukan aroma laut.

-->
-->
so poorly right… but that would be okay, coz this trip made us learn, notting easy 2 reach without hard work….ha

-->
THX buat semua yg udah ikut dalam trip ini…(=^.^=)
Sabtu Minggu 24-25 Juli 2010 Trenggalek-Pacitan-Solo
“Kita gak akan pernah Tau arti Kata Teman dan Persahabatan sebelum merasakan rasanya Menangis dan Tertawa Bersama” THX guyz….