Senin, 26 Januari 2015

cuap- cuap 9 : antara Realita dan Rasisme

cuap-cuap 9: Papua, antara Realita dan Rasisme
I don’t wanna give up my idealism on this fucking reality. But, I’m so tired. I’m still trying, just don’t know how far I will struggle for that…. (dee,oct 2014)
 
Realita #1
Cuman ada dua pilihan untuk menghadapi realita di tempat ini, mengalah tapi berarti kalah, atau tetap keras, tapi resiko kepala pecah, baik dalam arti konotasi maupun dalam arti yang sebenarnya… -oct14-

Realita #2
Realitanya adalah selalu baku rebut kalo ada uang, selalu baku lempar kalo urusan tanggung jawab dan pekerjaan dan baku tuduh kalo su ada masalah. It’s my work, its my life –oct14-

Realita #3
Realitanya adalah jika kamu tidak bisa bertahan maka kamu akan gila –sept14-

Konotasi
seorang kawan pernah berkata,”tulislah tentang papua’. gw cuman tersenyum, pengen sih menulis semuanya, hanya saja yang gw takutkan adalah tulisan gw hanya akan berakhir dengan  kalimat-kalimat yang tak pernah berkonotasi positif -0ct14-

50 tahun tartinggal
teringat gw dengan perkataan guru gw waktu smp,”Indonesia sekarang itu sama dengan amerika 50 tahun yang lalu, kita tertinggal jauh saudara!’. Dulu, gw gak percaya dengan kalimat ini, tapi gw sekarang tau,dan entah kenapa, ngelihat banyak realita di sini, gw berani bilang, “papua di sini, itu sama dengan jawa 50 tahun yang lalu. Kita tertinggal jauh bung!’. Well, gak sepenuhnya 50 tahun sih, istilahnya saja udah tertinggal jauh. Jauh, dari kemajuan infrastruktur, dari pola pikir, sampe mentalis… -oct14-

Trans & rasisme
tinggal di daerah trans dengan masyarakat yang majemuk, plural, untuk membuat kita belajar banyak hal. Termasuk belajar tentang rasisme. Udah biasa dengar kalimat, “dasar orang papua..”dari orang timur. “dasar orang timur”dari orang jawa, dan “dasar orang jawa” dari orang papua. rasis, tapi udah bagian dari sehari-hari. Sekalinya ada konflik antar dua orang yang berbeda suku, nama suku bisa dibawa-bawa, dan masalah sepele kemudian bisa menjadi melebar, dan perpecahan antar suku pun bisa terjadi. Tempat ini aman, tenang, dan menyenangkan. Tapi tak bisa dipungkiri,meski nampak tenang di permukaan tempat ini seperti berada di atas kawah gunung berapi yang sewaktu-waktu bisa,”BOOOM!” meledak dan entahlah, apa yang akan terjadi kelak –oct14-

Palang
Sudah jadi hal biasa dengar kata ‘palang-palang’. paling sering terjadi, Palang Jalan. Su palang jalan dalam kondisi mabuk, pengendara yang melintas dicegat dan dimintai upeti. Dan kalo udah begini, gak ada yang berani melawan. Mengutip kata seorang kawan, “di sini, hukum rimba masih berlaku, siapa yang kuat, dia yang berkuasa”. Ada lagi istilah Palang Rumah. di sini, permasalahan kepemilikan rumah itu bisa panjang masalahnya. Jika suatu tanah dijual pada seseorang, dikemudian hari, bisa saja anak/ cucu/ saudara dari si yang dulunya jual rumah, menuntut hak tanah. Lucu si, tapi permasalahannya gak akan berakhir dengan mudah. Terakhir Palang kantor pemerintahan / tempat umum. Kalo palang Jalan biasanya cuman buat ‘cari’ duit (*enak ya, dapet duit dari palak orang!), palang rumah karena masalah hak kepemilikan tanah (ujung-ujung nya duit juga sih), kalo palang kantor / tempat umum biasanya adalah karena unsure ‘kekecewaan’ atau tidak terima. Satu kali kejadian generator listrik distrik (distrik = kecamatan), dipalang oleh masyarakat, masalahnya adalah karena mereka terlambat bayar listrik dan tunggakkannya su terlampau banyak. Listrik  di rumah2 mereka diputus oleh petugas PLN, dan konyolnya mereka tidak terima hal tersebut terjadi. Bukannya bayar listrik, malah ng’palang’ generator listrik distrik. Dampaknya hampir tiga hari kami dalam kegelapan. Dongkol kan, udah listrik cuman nyala 6jam, ini masih harus mati oleh karena ulah ‘mereke’… huff. Dimana dorang pu logika itu?????  -des14-

Mabuk dan Mengamuk
Enak ya di ‘sini’. semua masalah bisa diselesaikan dengan instan. Tidak terima dengan satu hal, orang cukup dengan mabuk-mabuk, kemudian mengamuk, dan merusak sarana umum. Puskesmas gw, jadi korbannya. Entah apa dan bagaimana ceritanya, tiba-tiba seseorang, dalam kondisi mabuk, mengamuk di puskesmas. Kasih pecah kaca-kaca, kasih rusak barang-barang. Dan selesai.  Tidak ada yang berani melawan, hanya diam dan bersembunyi. –des14-

Logika yang tak logis
Banyak hal yang gak bisa gw logikain dari kejadian-kejadian yang terjadi di sini. meski kata pepatah, “dimana bumi dipijak, di situ langit dijinjing”, gw masih gak bisa menerima dengan pola pikir mereka.  kejadian 1 : seorang ayah datang membawa anaknya,”dokter,tolong gugurkan kandungan sa pu anak kah… ini harus dikasih obat, biar darah keluar cepat”, katanya, dengan lugas, tegas, tanpa sedikit pun keraguan. Kejadian 2 : seorang bayi meninggal dalam proses persalinan, ketika dokternya ‘delivering bad news’ ke keluarga, si suami berkata,”hadu…. Sa bersyukur ini anak su meninggal. Terima kasih su bantu. Kitong ini anak su banyak… jadi tidak papa, sa sungguh sangat ini bersyukur..”. kejadian 3 : anak sesak nafas, nafas su satu-satu, si bapak bicara, “bu suster, sa harus bawa anak pulang dulu ini. ini su gawat, harus dukun yang tiup-tiup biar cepat sembuh”… . kejadian 4 : keluarga pasien datang ke puseksmas minta ambulan jemput pasien di kampung, sampai di kampung pasien dikasih naek ke atas ambulan. Kata keluarga pasien,”bapak supir, bawa pasien ke kampung sebelah e. ini harus diobati sama dukun di sana. kalo tidak sembuh, baru bawa ke puskesmas”. Kata keluarga pasien sesuka hati, seenakknya. Berikut-berikutnya,supir ambulan tidak mau jemput pasien lagi *ngambek

Adat
Oleh karena pengobatan  sering menjadi terhambat karena urusan adat, Puskesmas kami sepakat. Setiap mo ‘jemput’ pasien (masyarakat lokal) ke puseksmas, atau merujuknya ke rumah sakit, selalu kami tanyakan hal pertama, “ su bikin ‘adat’ belum?”. Kalo belum, ‘selesaikan dulu kalian pu adat. Bikin kalian pu ‘upacara’ dulu selesai, baru kami tangani”. Karena terkadang, dalam masa pengobatan, tiba-tiba pasien dijemput paksa oleh keluarga untuk pulang, karena kata mereka,”itu penyakit harus diobati pake ‘adat’ “. *syalala.

Bekerja dg Dukun
Dimana bumi dipijak, disitu langit dijinjing. Banyak hal yang unik terjadi di sini. awalnya agak lucu, tapi sekarang, sudah terbiasa di dalam puskesmas bekerja dengan dukun. Di sebelah kanan pasien, gw ngobati dengan cara gw, sebelah kiri  pasien,  bapa dukun tiup-tiup pake air, pukul-pukul pake daun gatal.  Dan sembuhlah pasien. –des14-


Keluhan pasien
Ada-ada aja keluhan pasien. ‘mata hilang’ ( = pusing), otak ‘taputar’ ( = pusing), jantung ‘jatuh’ (chest pain), hati ‘bergeser’ ( = gak tau analoginya), lambung ‘naik’ ( = dyspepsia),  limpa ‘picah’, limpa ‘bengkak’ ( = splenomegali), badan ‘bagoyang’ ( = menggigil). Diantara banyak hal yang bikin gila, ternyata ada juga yang bisa biking w tersenyum, meski dengan sedikit berputar-putar untuk mengerti.

Pertengkaran
Pertengkaran itu melelahkan. Terkadang ada harapan bahwa mereka mau mengerti. Minimal berusaha untuk mengerti. Ah, tapi apa gunanya berharap pada orang lain. Aku mau untuk mengerti. Aku mencoba untuk mengerti. Tapi untuk mengerti isi kepala mereka itu sama melelahkannya. Jauh lebih melelahkan. Bicara panjang lebar, memberi masukan panjang lebar tapi ku rasa semua sia-sia. Aku lelah dengan semua perdebatan. – 131114-

Idealisme
Dimana itu kejujuran? dimana itu kedisiplinan? dimana itu tanggung jawab? dimana itu hati seorang manusia? apakah usia, apakah kemapanan, apakah kekayaan, apakah keserakahan yang akan membuat kita lalai? Yang membuat kita buta? apakah sungguh kita tak menyadari bahwa kita lalai? Ataukah kita buta dengan segala kelalaian kita?ataukah kita lalai dengan segala kebutaan kita? Entahlah –nov14-

Bicara Uang
Percayalah, uang bisa membutakan segala. Ah, bisakah sekali saja tak berbicara tentang uang? –nov14-

Mengerti dalam Beda Bahasa
Memberikan satu pemahaman itu tak mudah. Aku nyaris menangis. Nada bicaraku memberat. Apa yang harus kukatakan lagi. Dan lagi. Aku sudah berbicara sejak hari pertama kami bertemu. Aku sudah menerangkan apa yang seharusnya kuterangkan. Aku sudah menggunakan bahasa. Dari bahasa yang biasa kupakai hingga bahasa yang kucoba untuk kusampaikan dengan kata-kata yang mudah, sangat mudah untuk dimengerti. Tapi, bahasa kami berbeda. Kami berusaha untuk menyamakannya dg radar dan frekuensi yang sama. Tapi, tetap saja ada bagian yang tak kumengerti darinya dan ada bagian yang tak dia mengerti dariku. Bahasa kami berbeda.  Berbeda karena latar belakang suku, berbeda karena latar belakang pendidikan, dan berbeda karena isi dan maksud otak kami. Aku frustasi. Membahasakan sesuatu ternyata tak semudah yang dikira. Bahkan dengan bahasa tubuh sekalipun. Kami berdua mengharapkan satu hal yang sama, kesembuhan dan kebaikan untuk seseorang. Tapi cara kami berbeda. Bahkan terkesan kontradiksi. Nada bicaraku terkadang meninggi,terkadang nyaris marah. Inilah caraku untuk membuatnya mengerti. Sedangkan dia selalu berbicara dan berbicara dg nada yang pelan, dengan tarikan nafas yang berirama,sabar. Itulah caranya untuk membuatku mengerti. Hingga aku menyerah, mengikuti pilihannya. Yang kuharap adalah karena aku mengerti maksudnya dan dia mengerti apa maksudku. -191114-

Bendera Putih
pada akhirnya, gw memilih mengibarkan bendera putih atas segala idealisme2 yang gw pegang selama ini. teringat dengan percakapan gw dengan kakak gw beberapa tahun lalu ketika dirinya baru saja memasuki dunia pekerjaan dan gw masih menjadi mahasiswa. Kata kakak gw,”dunia kerja dengan dunia perkuliahan tu beda Dee..”. dan ternyata, ketika kita sudah menghadapi dunia nyata, hanya ada dua hal yang menyebabkan kita kehilangan idealism kita, idealism kita luntur oleh karena kita yang terhanyut, larut dan terlena dengan realita yang ada, atau kita menyerah karena kita terlalu lelah memperjuangkan idealism kita yang terlalu berlawanan dengan realita yang ada. Gw, gak percaya dengan istilah “menyesuaikan’ idealism dengan realita yang ada. Both of them is contradictive. I don’t wanna give up my idealism on this fucking reality. But, I’m so tired. I’m still trying, but don’t know how far I will struggle for that….
 
......
I feel something so right
By doing the wrong thing
And I feel something so wrong
By doing the right thing
I couldn’t lie, couldn’t lie, couldn’t lie
Everything that drowns me makes me wanna fly

Lately,I been, I been losing sleep (hey)
Dreaming about the things that we could be
But baby, I been, I been praying hard
Said no more counting dollars
We’ll be counting stars…

I see this life
Swing my heat across the line
In my face is flashing signs
Seek it out and ye shall find

Old, but I’m not that old
Young, ut I’m not that bold
And I don’t think the world is sold
I’m just doing what we’re told

I feel something so right
By doing the wrong thing
And I feel something so wrong
By doing the right thing
I couldn’t lie, couldn’t lie, couldn’t lie
Everything that kills me makes me feel alive


(counting star by one republic )
 

Tidak ada komentar: