cuap-cuap 9: Papua, antara Realita dan Rasisme
I
don’t wanna give up my idealism on this fucking reality. But, I’m so tired. I’m
still trying, just don’t know how far I will struggle for that…. (dee,oct 2014)
Realita #1
Cuman ada dua pilihan
untuk menghadapi realita di tempat ini, mengalah tapi berarti kalah, atau tetap
keras, tapi resiko kepala pecah, baik dalam arti konotasi maupun dalam arti
yang sebenarnya… -oct14-
Realita #2
Realitanya adalah selalu baku rebut kalo ada uang,
selalu baku lempar kalo urusan tanggung jawab dan pekerjaan dan baku tuduh kalo
su ada masalah. It’s my work, its my life –oct14-
Realita #3
Realitanya adalah jika kamu tidak bisa bertahan
maka kamu akan gila –sept14-
Konotasi
seorang kawan pernah berkata,”tulislah tentang
papua’. gw cuman tersenyum, pengen sih menulis semuanya, hanya saja yang gw
takutkan adalah tulisan gw hanya akan berakhir dengan kalimat-kalimat yang tak pernah berkonotasi
positif -0ct14-
50 tahun
tartinggal
teringat gw
dengan perkataan guru gw waktu smp,”Indonesia
sekarang itu sama dengan amerika 50 tahun yang lalu, kita tertinggal jauh
saudara!’. Dulu, gw gak percaya dengan kalimat ini, tapi gw sekarang
tau,dan entah kenapa, ngelihat banyak realita di sini, gw berani bilang, “papua di sini, itu sama dengan jawa 50 tahun
yang lalu. Kita tertinggal jauh bung!’. Well, gak sepenuhnya 50 tahun sih,
istilahnya saja udah tertinggal jauh. Jauh, dari kemajuan infrastruktur, dari
pola pikir, sampe mentalis… -oct14-
Trans & rasisme
tinggal di daerah trans dengan masyarakat yang
majemuk, plural, untuk membuat kita belajar banyak hal. Termasuk belajar
tentang rasisme. Udah biasa dengar kalimat, “dasar orang papua..”dari orang
timur. “dasar orang timur”dari orang jawa, dan “dasar orang jawa” dari orang papua.
rasis, tapi udah bagian dari sehari-hari. Sekalinya ada konflik antar dua orang
yang berbeda suku, nama suku bisa dibawa-bawa, dan masalah sepele kemudian bisa
menjadi melebar, dan perpecahan antar suku pun bisa terjadi. Tempat ini aman,
tenang, dan menyenangkan. Tapi tak bisa dipungkiri,meski nampak tenang di
permukaan tempat ini seperti berada di atas kawah gunung berapi yang
sewaktu-waktu bisa,”BOOOM!” meledak dan entahlah, apa yang akan terjadi kelak
–oct14-
Palang
Sudah jadi hal biasa dengar kata ‘palang-palang’.
paling sering terjadi, Palang Jalan. Su palang jalan dalam kondisi
mabuk, pengendara yang melintas dicegat dan dimintai upeti. Dan kalo udah
begini, gak ada yang berani melawan. Mengutip kata seorang kawan, “di sini,
hukum rimba masih berlaku, siapa yang kuat, dia yang berkuasa”. Ada lagi
istilah Palang Rumah. di sini, permasalahan kepemilikan rumah itu bisa panjang
masalahnya. Jika suatu tanah dijual pada seseorang, dikemudian hari, bisa saja
anak/ cucu/ saudara dari si yang dulunya jual rumah, menuntut hak tanah. Lucu
si, tapi permasalahannya gak akan berakhir dengan mudah. Terakhir Palang kantor
pemerintahan / tempat umum. Kalo palang Jalan biasanya cuman buat ‘cari’ duit
(*enak ya, dapet duit dari palak orang!), palang rumah karena masalah hak
kepemilikan tanah (ujung-ujung nya duit juga sih), kalo palang kantor / tempat
umum biasanya adalah karena unsure ‘kekecewaan’ atau tidak terima. Satu kali
kejadian generator listrik distrik (distrik = kecamatan), dipalang oleh
masyarakat, masalahnya adalah karena mereka terlambat bayar listrik dan
tunggakkannya su terlampau banyak. Listrik
di rumah2 mereka diputus oleh petugas PLN, dan konyolnya mereka tidak
terima hal tersebut terjadi. Bukannya bayar listrik, malah ng’palang’ generator
listrik distrik. Dampaknya hampir tiga hari kami dalam kegelapan. Dongkol kan,
udah listrik cuman nyala 6jam, ini masih harus mati oleh karena ulah ‘mereke’…
huff. Dimana dorang pu logika itu????? -des14-
Mabuk dan Mengamuk
Enak ya di ‘sini’. semua masalah bisa diselesaikan
dengan instan. Tidak terima dengan satu hal, orang cukup dengan mabuk-mabuk,
kemudian mengamuk, dan merusak sarana umum. Puskesmas gw, jadi korbannya. Entah
apa dan bagaimana ceritanya, tiba-tiba seseorang, dalam kondisi mabuk, mengamuk
di puskesmas. Kasih pecah kaca-kaca, kasih rusak barang-barang. Dan selesai. Tidak ada yang berani melawan, hanya diam dan
bersembunyi. –des14-
Logika yang
tak logis
Banyak hal
yang gak bisa gw logikain dari kejadian-kejadian yang terjadi di sini. meski
kata pepatah, “dimana bumi dipijak, di situ langit dijinjing”, gw masih gak
bisa menerima dengan pola pikir mereka. kejadian
1 : seorang ayah datang membawa anaknya,”dokter,tolong gugurkan kandungan sa pu anak kah… ini harus dikasih
obat, biar darah keluar cepat”, katanya, dengan lugas, tegas, tanpa sedikit
pun keraguan. Kejadian 2 : seorang bayi meninggal dalam proses
persalinan, ketika dokternya ‘delivering bad news’ ke keluarga, si suami
berkata,”hadu…. Sa bersyukur ini anak su
meninggal. Terima kasih su bantu. Kitong ini anak su banyak… jadi tidak papa,
sa sungguh sangat ini bersyukur..”. kejadian 3 : anak sesak nafas,
nafas su satu-satu, si bapak bicara, “bu
suster, sa harus bawa anak pulang dulu ini. ini su gawat, harus dukun yang
tiup-tiup biar cepat sembuh”… . kejadian 4 : keluarga pasien datang
ke puseksmas minta ambulan jemput pasien di kampung, sampai di kampung pasien
dikasih naek ke atas ambulan. Kata keluarga pasien,”bapak supir, bawa pasien ke kampung sebelah e. ini harus diobati sama
dukun di sana. kalo tidak sembuh, baru bawa ke puskesmas”. Kata keluarga
pasien sesuka hati, seenakknya. Berikut-berikutnya,supir ambulan tidak mau
jemput pasien lagi *ngambek
Adat
Oleh karena pengobatan sering menjadi terhambat karena urusan adat,
Puskesmas kami sepakat. Setiap mo ‘jemput’ pasien (masyarakat lokal) ke
puseksmas, atau merujuknya ke rumah sakit, selalu kami tanyakan hal pertama, “ su bikin ‘adat’ belum?”. Kalo belum, ‘selesaikan dulu kalian pu adat. Bikin kalian
pu ‘upacara’ dulu selesai, baru kami tangani”. Karena terkadang, dalam masa
pengobatan, tiba-tiba pasien dijemput paksa oleh keluarga untuk pulang, karena
kata mereka,”itu penyakit harus diobati
pake ‘adat’ “. *syalala.
Bekerja dg Dukun
Dimana bumi dipijak, disitu langit dijinjing.
Banyak hal yang unik terjadi di sini. awalnya agak lucu, tapi sekarang, sudah
terbiasa di dalam puskesmas bekerja dengan dukun. Di sebelah kanan pasien, gw
ngobati dengan cara gw, sebelah kiri
pasien, bapa dukun tiup-tiup pake
air, pukul-pukul pake daun gatal. Dan
sembuhlah pasien. –des14-
Keluhan pasien
Ada-ada aja keluhan pasien. ‘mata hilang’ ( =
pusing), otak ‘taputar’ ( = pusing), jantung ‘jatuh’ (chest pain), hati
‘bergeser’ ( = gak tau analoginya), lambung ‘naik’ ( = dyspepsia), limpa ‘picah’, limpa ‘bengkak’ ( =
splenomegali), badan ‘bagoyang’ ( = menggigil). Diantara banyak hal yang bikin
gila, ternyata ada juga yang bisa biking w tersenyum, meski dengan sedikit
berputar-putar untuk mengerti.
Pertengkaran
Pertengkaran itu melelahkan. Terkadang ada harapan
bahwa mereka mau mengerti. Minimal berusaha untuk mengerti. Ah, tapi apa
gunanya berharap pada orang lain. Aku mau untuk mengerti. Aku mencoba untuk
mengerti. Tapi untuk mengerti isi kepala mereka itu sama melelahkannya. Jauh
lebih melelahkan. Bicara panjang lebar, memberi masukan panjang lebar tapi ku
rasa semua sia-sia. Aku lelah dengan semua perdebatan. – 131114-
Idealisme
Dimana itu kejujuran? dimana itu kedisiplinan?
dimana itu tanggung jawab? dimana itu hati seorang manusia? apakah usia, apakah
kemapanan, apakah kekayaan, apakah keserakahan yang akan membuat kita lalai?
Yang membuat kita buta? apakah sungguh kita tak menyadari bahwa kita lalai?
Ataukah kita buta dengan segala kelalaian kita?ataukah kita lalai dengan segala
kebutaan kita? Entahlah –nov14-
Bicara Uang
Percayalah, uang bisa
membutakan segala. Ah, bisakah sekali saja tak berbicara tentang uang? –nov14-
Mengerti dalam Beda
Bahasa
Memberikan satu
pemahaman itu tak mudah. Aku nyaris menangis. Nada bicaraku memberat. Apa yang
harus kukatakan lagi. Dan lagi. Aku sudah berbicara sejak hari pertama kami
bertemu. Aku sudah menerangkan apa yang seharusnya kuterangkan. Aku sudah
menggunakan bahasa. Dari bahasa yang biasa kupakai hingga bahasa yang kucoba
untuk kusampaikan dengan kata-kata yang mudah, sangat mudah untuk dimengerti.
Tapi, bahasa kami berbeda. Kami berusaha untuk menyamakannya dg radar dan
frekuensi yang sama. Tapi, tetap saja ada bagian yang tak kumengerti darinya
dan ada bagian yang tak dia mengerti dariku. Bahasa kami berbeda. Berbeda karena latar belakang suku, berbeda
karena latar belakang pendidikan, dan berbeda karena isi dan maksud otak kami.
Aku frustasi. Membahasakan sesuatu ternyata tak semudah yang dikira. Bahkan
dengan bahasa tubuh sekalipun. Kami berdua mengharapkan satu hal yang sama,
kesembuhan dan kebaikan untuk seseorang. Tapi cara kami berbeda. Bahkan
terkesan kontradiksi. Nada bicaraku terkadang meninggi,terkadang nyaris marah.
Inilah caraku untuk membuatnya mengerti. Sedangkan dia selalu berbicara dan
berbicara dg nada yang pelan, dengan tarikan nafas yang berirama,sabar. Itulah
caranya untuk membuatku mengerti. Hingga aku menyerah, mengikuti pilihannya. Yang
kuharap adalah karena aku mengerti maksudnya dan dia mengerti apa maksudku. -191114-
Bendera Putih
pada akhirnya, gw memilih mengibarkan bendera putih
atas segala idealisme2 yang gw pegang selama ini. teringat dengan percakapan gw
dengan kakak gw beberapa tahun lalu ketika dirinya baru saja memasuki dunia
pekerjaan dan gw masih menjadi mahasiswa. Kata kakak gw,”dunia kerja dengan dunia perkuliahan tu beda Dee..”. dan ternyata,
ketika kita sudah menghadapi dunia nyata, hanya ada dua hal yang menyebabkan
kita kehilangan idealism kita, idealism kita luntur oleh karena kita yang
terhanyut, larut dan terlena dengan realita yang ada, atau kita menyerah karena
kita terlalu lelah memperjuangkan idealism kita yang terlalu berlawanan dengan
realita yang ada. Gw, gak percaya dengan istilah “menyesuaikan’ idealism dengan
realita yang ada. Both of them is contradictive. I don’t wanna give up my
idealism on this fucking reality. But, I’m so tired. I’m still trying, but
don’t know how far I will struggle for that….
......
I feel something so right
By doing the wrong thing
And I feel something so wrong
By doing the right thing
I couldn’t lie, couldn’t lie,
couldn’t lie
Everything that drowns me
makes me wanna fly
Lately,I been, I been losing
sleep (hey)
Dreaming about the things that
we could be
But baby, I been, I been
praying hard
Said no more counting dollars
We’ll be counting stars…
I see this life
Swing my heat across the line
In my face is flashing signs
Seek it out and ye shall find
Old, but I’m not that old
Young, ut I’m not that bold
And I don’t think the world is
sold
I’m just doing what we’re told
I feel something so right
By doing the wrong thing
And I feel something so wrong
By doing the right thing
I couldn’t lie, couldn’t lie,
couldn’t lie
Everything that kills me makes
me feel alive
(counting star by one
republic )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar