Bekpekkoper Karjaw
: day2
– Pelabuhan LagonBajak,
Hutan Bakau, pantai Anora (again)
Di hari kedua, pagi pagi buta kami dibangunkan pak Aris
untuk melihat sunrise di satu sisi bagian lain dari kemujan. (berat banget
rasanya harus bangun pagi2 buta. Dinginnya bikin pengen tarik selimut rapat2).
Tempat sunrisenya gak jauh jauh banget si, sekitar 2km dari rumah pak Aris. Sayangnya, kala itu
cuaca sedang sedikit mendung, sehingga, meski udah berdingin dingin kena angin
pagi, kami harus cukup puas melihat sunrise tanpa bisa mengabadikannya dengan
cukup baik dalam kamera. *alizwelll...
|
ngSettingin kamera |
|
kapal barang di pelabuhan lagoon bajak |
|
begaya duyuuu |
Pagi harinya, setelah
menyantap menu sarapan tahu oseng, cumi saos mie, dan cumi goreng, kami berdua
(kali ini tanpa pak Aris) dengan motor matic pakAris mulai mengeskplore pantai2
dan apapun yang ada di Kemujan. dan
pantai pertama yang kami singgahi adalah pantai Batu Putih. Hanya berjarak
sekitar 4 km dari rumah pak Aris. Pantai Batu Putih sendiri letaknya
tersembunyi, gak ada petunjuk arah, dan berada di balik hutan yang gak jelas.
Waktu itu kami hanya diberi ancer2 masuk pantai dari gang sebelah sekolah Mtsn
Kemujan. Hanya masuk sekitar 100 meter, melewati jalan tanah disela-sela
pepohonan yang tinggi (kalo gak salah hutan pohon jati deh), nah, sampe di
ujung hutan, taroh motor, truz trekking deh turun ke bawah untuk bisa sampai di
pantai Batu Putih. Daaan,waktu nemu tu pantai, eurekaaa, seneng banget rasanya.
Serasa pantai milik pribadi. Dengan bibir pantai yang panjang, pasir putih, dan
lautan yang dangkal. Waa, suka saya ni.
|
Menu sarapan
pagi, yang sekaligus bekal untuk siang |
|
nglewatin bandara menuju pantai batu putih |
|
trek dari jalan besar masuk menuju akses pantai |
|
bawa pelampung
krn takut tenggelam |
|
north side |
|
south side |
Puas berenang, sunbathing, tiduran, dan makan siang di
Batu Putih, kami berpindah menuju pantai lainya yang berada di sekitar Kemujan,
Pantai Batu Lawang.
Arahnya masih sekitar putar2 Kemujan. Dari Pelabuhan
LegonBajak masih ke utara. Kami sendiri hanya mengandalkan petunjuk arah yang
ada. Lurus, lurus hingga masuk ke dalam hutan. Udah jelas juga padahal petunjuk
arahnya. Kami pun rasa bener2 ngikutin petunjuk yg ada. Tapi koq makin lama
makin sepi ya?makin surem, dan jalan yang ditapaki semakin gak jelas. Gak bisa
dibedakan mana jalan, mana hutan. Ato jalan gak jelas di tengah hutan. Tapi
kita tetep aja maen trabas, udah, jalan, jalan aja. Berharapnya dibalik gak
jelasnya jalan ada secercah pasir putih dan hamparan lautan biru. Tapi jalan
makin gak keruan. Ada tulisan ‘’entrance’ dan loket ‘Tanjong tracking
advanture’, tapi juga gak ada tanda-tanda kehidupan. ‘ah, mungkin karena bukan
musim liburan makanya sepi’. Kami pun mengikuti tulisan entrance dan tetap melajukan
motor, hingga tiba tiba suara ‘kemresek’ dari arah rimbunan pohon terdengar,
‘srsrkkk’, tiba2 seokor ‘soa-soa’ melintas didepan kami. Sontak lah kami
terkejut. Gw jadi panik, tapi sok2 cool, diah pun demikian. Tapi jalanan yang
ada di depan semakin menambah rasa tak nyaman kami. Jalan semakin sempit,
semakin dipadati akar-akar yg menjalari jalan setapak membuat motor sulit untuk
melintas. Rimbunnya pepohonan semakin membuat ‘gelap’ suasana.”Di, koq feeling gw gak enak ya?? Gimana
kalo kita balik aja... bau2 nya agk gak jelas ni jalan”. Kata gw ke diah
pada akhirnya. Diah ternyata mengamini,”abiz
tu komodo mini muncul, perasaan gw jadi makin gak enak ni juga ni”. Tiba2
jantung gw udah berdetak cepat gak jelas, tiba2 aja kringet dingin. Ini ni,
yang cewek biasa andelin kalo lagi traveling sendiri. ‘pake Feeling’. Kalo
feeling udah berkata gak enak, waktunya mengubah suatu keputusan, dg cepat
harus menetapkan keputusan yang lain.
|
medan menuju entah kemana |
|
loket yg tak berpenghuni |
|
masuk?? |
Kami pun
memutuskan untuk keluar dari hutan-hutan gak jelas. Sialnya, waktu udah sampe
padang savana berpasir, motor yang kami kendarain malah kandas di pasir pasir
halus. Ban motor tenggelam dalam pasir dan gak bisa dipake jalan.”bentar Di, gw
turun. Gas pol Di, gas poll”. Kata gw ke Diah yang berusaha mengeluarkan ban
motor dengan memberikan gas yang cukup kuat. Semakin di gas, si ban malah
semakin tenggelam dalam benaman pasir. ”bentar
Di, bentar, gw foto dulu...”. kata gw ke diah, sambil nahan ketawa. Lucu
aja. ”set dah, masih sempet2nya foto...
panas ni” kata diah. Emang waktu itu panasnya pol. Gimana kagak. Udah
hampir 6 bulan kagak ujan. Pas jam 12 siang, pas di pasir pasir lagi. Panasnya
dari ujung ke ujung. Tapi masih aja sempet cekikikan gak jelas. Motor udah di
gas berkali kali, tapi masih aja kandas. Udah dicoba dibantu dorong dari
belakang (ndorongnya sambil cekikikan si, energinya gak maksimal) tetep aja gak
mau ngangkat.”sini, coba gw yang naikin”. Gw gantiian di atas motor, mencoba
sambil mengangkat motor sambil ngeGas kuat (tetep sambil cekikikan), hingga
akhirnya dengan bantuan tenaga berdaya 7 ekor kuda dari tangan diah, motor pun
keangkat.. fyuuh, akhirnyaaa. Setelah kaki berpanas-panas dalam bekaman pasir,
fyuuh, bebas juga.
|
berusaha mengangkat ban yang kandas |
|
menghibur diri dengan berpose di depan plang yg entah apa kemana |
Jalanan kampung
masih nampak sepi. Bener-bener kayak kota mati. Siang siang bolong mungki n
emang enaknya ngadem ngadem di kamar. Gak kayak kami berdua yang malah
cekikikan ditengah jalan sambil ngitemin muka.
Selepas keluar
dari kepanikan,dan ketidakjelasan pantai yang gak jelas, kami memutuskan untuk
menuju objek lain. Sebenernya ada banyak pantai di kemujan dan sekitarnya. Tiap
belokan, pasti ada jalan ke arah pantai. Tapi kami tak bergeming. Tujuan
selanjutnya adalah Hutan Mangrove. Dari daerah Mrican Kemojan ke arah Karimun,
melewati Bandara. Sebuah Hutan mangrove yang nampak sunyi dan sepi. Huum, mungkin karena aksesnya yang jauh dari karimun
kota, dan ditambah lagi, bukan bulannya dan musimnya liburan kali ya.
|
lets save our mangrove
|
|
pintu masuk taman hutan bakau |
|
peta |
untuk bisa
memasuki kawasan hutan yang memiliki luas sekitar 10 hektar ini, kami hanya
perlu mengeluarkan Rp.5000 perorang sebagai tiket masuknya (murah laah). Dari
pintu masuk, kami berjalan menyusuri susunan papan kayu yang sengaja dibuat
sebagai jalanan diantara rimbunan hutan bakau menju bagian pantai pantai. Meski
hanya berjalan sekitar 1 km menuju pantai ( total trekking berputar adalah
sekitar 2km an), rasa tetep aja jauh. Lebih kerasa jauh karena cuman berdua dan
diantara hutan bakau yang membuat suasana semakin sepi. suara burung dan hewan
hewan entah apa yang muncul diantara Suara langkah kaki kami yang timbul karena beradu dengan papan kayu
tempat kami berpijak entah kenapa membawa suasana menjadi sedikit ‘ ‘suram’.
Hingga tiba-tiba kami berbalik ke belakang karena sama-sama ‘merasa’ mendengar
ada langkah kaki di belakang kami.”Di....??” kata gw ketika kami tidak
menemukan siapapun di belakang kami. Dan entah kenapa ketika mata kami beradu,
kami cuman tertawa, dan tertawa. Meski sebenernya tak ada yang lucu, dan kami
hanya tertawa untuk menutupi rasa takut kami. Hingga kejadian serupa terjadi
beberapa kali, kami berusaha mengabaikannya. Pura –pura sok cool meski
sebenarnya ada banyak rasa takut diantara kami berdua.”abaikan abaikan
abaikan...”.
|
no vandalisme, please |
|
track hutan bakau yg rimbun |
|
dekat bagian pantai |
|
menara pandang |
|
informasi satwa hutan bakau |
|
fall a sleep |
|
pemandangan pantai dari menara pandang |
Puas
menghabiskan waktu di hutan mangrove.
Merasakan semilirnya angin dari menara pandang (yang punya ketinggian mencapai
30 meter? Dan hanya terbuat dari kayu??), kami melanjutkan perjalanan menuju
pantai anora. Sekali lagi, pantai anora...
|
petunjuk arah menuju pantai anora |
Hm, dan memang
pantai anora adalah favorit kami. Satu pantai dengan view yang lengkap, pasir
putih, bukit,dan lautan dangkal yang biru jernih. Sukaaaa. Kami pun lantas
memutuskan untuk kembali snorkling di bagian barat laut dari pantai dan kali
ini berani menuju bagian yang dalam tanpa pelampung. Beeuh, sensasinya bisa
snorkling bebas, seru. Cuaca mendukung, angin berhembus lembut dan lautan yang
tenang tanpa gelombang. Benar-benar bisa menikmati snorkling yang punya view karang beraneka bentuk, dan ikan mungil
yang berwarna warni. Banyak eel fish juga (belut moray nama lainnya
kayaknya). Belut moray yang bikin diah
syok karena kepalanya yang jenong dan bentuknya yang panjang kayak ular. Hal
yang bikin diah tiba tiba ragu untuk snorkling ke arah yang semakin dalam. Ok,
sekali lagi, cewek pake feeling. Dan feeling gw mengatakan diah udah gak bisa
snorkling lagi lebih lama lebih jauh hingga kami pun memutuskan untuk menyudahi
snorkling kami. Beranjak dari bagian barat laut menuju bagian tenggara dimana
pasir pantai menjorok hingga tengah lautan dengan sedikit genangan air yang
membuat kami memilih menikmatinya dengan tidur tiduran setengah basah bersama
dua bocah kecil( yang entah kenapa) suka berada di dekat kami ikut berbagi
cerita bersenda gurau bersama. Hingga
senja tiba memanggil, mengajak kami untuk beranjak pulang
|
matahari senja |
malam hari pun
menjadi tempat kami melepaskan rasa lelah. Berleyeh2 di hammock beranda rumah,
dengan secangkir teh panas untuk menghangatkan badan (padahal udah panas ni
cuaca). Hingga jam makan malam tiba, kami pun menyantap habis menu kepiting
saos pedas manis yang meski cuman seharga Rp15.000 sekantongnya (sekilo)
(dibeli pagi harinya diseorang nelayan, dan kemudian dimasak sama ibuk),
jujur,klenger makan berdua, sampe mabok sampe capek mecah cangkangnya. Si diah
si enak, tiap gak bisa mecahin cangkang, gw yang gigitin. Gw yang mecahin, diah
yang makan dagingnya. Kurang romantis apa coba ni gw ama diah ^^’’
Tidak ada komentar:
Posting Komentar