Rabu, 15 Juli 2015

Cerita Kerinci : day 3-4 : setelah setahun vakum mendaki (part 2)



Cerita Kerinci : day 3-4 : setelah setahun vakum mendaki (part 2)



4Mei 2015
Sekitar pukul 05.00 pagi kami memutuskan untuk memulai perjalanan menuju puncak. 2 jam lebih terlambat dari waktu awal yang direncanakan, yaitu pukul 03.00 dini hari. Cuaca benar-benar buruk, meski tak hujan, badai dan angin yang kencang punya resiko untuk membawa badai yang lebih hebat lagi. hingga ketika cuaca dirasa mulai membaik, kami sepakat untuk melanjutkan perjalanan. tak semuanya bergabung, kak adhie yang kondisinya kurang fit,memilih untuk stay. Demikian pula dengan firman.”mann, naik gak?”tanya berry, dan firman gak merespon. Kak essa juga sama, memilih mendekam di dalam sleeping bagnya. Hanya gw, kang usman, dan berry yang fix untuk muncak. Dua kk porter pun akhirnya berbagi tugas, kak rully tetap stay dg kawan yang tinggal, dan kak Ade yang nemenin kami bertiga.
antara purnama, gunung, dan cerita kita
Persiapan dimatangkan kembali, menyiapkan bekal secukupnya, bawa raincoat, pake double jacket, masker, sarung tangan, dan headlamp di masing-masing kepala karena langit masih gelap. Bbbrr, anginnya bahkan masih terasa kencang, sesekali membawa percikan percikan air hujan. Sang kapten,berry kembali memberikan breafing,”seperti yang udah dikatakan di awal. Cuaca kerinci sedang tidak baik, dan pendakian hanya diperbolehkan sampai shelter II. Tapi, melihat cuaca saat ini, kita usahakan untuk tetep muncak. Tapi tetep, semua balik lagi ke cuaca. Kalo makin buruk cuaca, kita gak bisa paksakan buat muncak. Gw kasih batas waktu sampe jam8, kalo gak bisa muncak, kita turun, karena diatas jam 8 biasanya belerang dari kawah mulai turun. Dan nanti, bang Ade yang bakal mutusin apakah kita tetep lanjut, atau berhenti dan balik. Gitu. Okk?” kata berry menerangkan. Gw, usman, dan kak ade’ menyimak. Kak rully yang udah kelar nyiapin minuman hangat, menyodorkannya pada kami.”isi tenaga dulu dikit...”kata berry lagi. gw, sambil gosok2 tangan yang kedinginan meski udah dibungkus sarung tangan mencoba menyeruput sedikit minuman hangat yang ada, berikut dengan biskuit untuk sedikit mengganjal perut. Menikmati santap subuh kami berempat. ”gimana usman, ok??”tanya berry mengkonfirmasi. Kang usman mengangguk,”siip”. ”tutut, gimana, yakin??” gw juga ikutan mengangguk,”yakin, insyaallah bisa puncak hari ini..”kata gw manteb. Meski cuaca nampak agak memungkinkan, gw percaya, hari itu kami bisa sampe pada apa yang kami tuju. (udah jauh2 cuy). Aaamin banyak, banyak.”tapi ntar tergantung cuaca lho tut...”berry kembali mengingatkan, seakan agak susah peluang kami untuk bisa puncak, dengan cuaca yang sedemikian rupa.”iya kak Berr...tapi kan harus positif thinking kaan..” kata gw sambil meringis. Dari semuanya, mungkin emang gw paling pemula, tapi, semua pasti bisa selama diusahakan dan diupayakan, bukan?? . haha. Setelah siap semua, kami berempat berangkat. But, wait a minutes, at last moment, seorang muncul dari tenda.”gw ikut oy..”kak yanti muncul tiba-tiba, yang awal kami pikir gak ikut lanjut, ternyata memutuskan untuk ikut muncak.”lo cuman pake itu aja yan?”tanya berry waktu liad kak yanti ‘cuman’ pake jaket selapis, dan celana legging. ”ini gw udah pake baju doble ber..”kata kak yanti sambil nunjukin bajunya yang emang udah dua lapis.”ntar di atas lebih dingin lo yann.jaket tnf lo tipis tu”kata berry lagi.”sebenernya ada sih daleman tnf nya..tapi gw orangnya gampang gerahan. Lo mau tanggung jawab klo gw kepanasan??”jawab kak yanti yang tapi pada akhirnya nurut dengan masukannya berry. Gw cuman geleng2, lucu aja. Kayak kakak adek yang lagi berantem. Berantem-berantem manis gitu. Haha. Setelah semuanya siap, kami pun berdoa, dan serentak berteriak”Kerinci” untuk memberikan semangat hangat di pagi yang dingin.


Jalur dari shelter II menuju shelter III merupakan jalur tersulit dari pendakian Kerinci. Bukan hanya sekedar mengangkat kaki tinggi tinggi, melainkan juga harus menggunakan kedua tangan untuk memanjat. Pada batuan batuan berlumut yang dilalui dalam jalur. Dan bagi gw yang punya kaki pendek, beberapa bagian benar-benar sulit untuk digapai. Beberapa kali harus ditarik dari atas dan didorong dari bawah untuk bisa mencapai batuan diatas dari yang dipijak. Beruntung pula cuaca hanya berkabut tanpa hujan. Kalo hujan, sungguh, gak bisa dibayangkan betapa licinnya medan tersebut yang itu berarti semakin sulit untuk dijangkau. Medan yang dilalui hampir mirip dengan trekking dari pos 5 ke pos 7nya latimojong, yang gak cuman mendaki tapi juga memanjat. Hanya bedanya kalo di latimojong yang didaki cenderung batu-batu karang/ batu kapur, sedangkan di kerinci adalah batu-batu tanah dan berlumut. Sesekali gw terjatuh dan terpeleset, terlepas dari pijakan. Beberapa kali tersangkut gagal memanjat,”aargh, tunggu, tunggu.pantat gw gak mau ikutan naik..”teriak gw ketika hendak memanjat, tapi malah jadi tergantung, karena gagal ngangkat ni pantat. Gw rasa berat badan gw banyak fokus dipantat deh. Bukannya berusaha ngangkat pantat, tapi malah tergantung sambil ketawa terpingkal, gak tau, ngerasa ada yang kocak dan bego aja ni diri. Teringat banget waktu di latimojong satu tahun yang lalu sampe punya nama panggilan baru,”ronno 29” (ronno : jatuh, palopo language,red) karena jatuh terpeleset sampe lebih dari 29 kali. Dan kali ini pun, entah kenapa, gw termasuk yang paling sering terpeleset, terjatuh, atau tersangkut -_-”.”tutut, tutut.... ngapain si lo, dari tadi jatuh mulu, tersangkut mulu..”kata yang lain, yang gw jawab dg meringis doank. Keberatan pantat kayaknya emang. Haha.
Hampir 70% medan dari shelter II menuju shelter III adalah trekking memanjat, sisanya lebih mirip trekking dari shelter I ke shelter II, yang itu berarti semuanya, capeeek. Hanya ada sedikit jalur bonus, yang sering disebut sbg jalur tikus??? Yang jalurnya mirip kayak gua, kanan kiri batu, diatasnya rimbun oleh rantai-rantai pohon yang kering.
Mendekati shelter III, jalur mulai nampak terbuka, dengan sisi bagian kiri nampak pemandangan kresik tuo dari kejauhan. Pun dari kejauhan ini nampak beberapa danau dan beberapa bukit serta perkebunan teh yang terbentang luas dan cantiiik sekali (kalo pas gak kabut). Beruntung kali itu kami tak terlalu dini hari trekking, mendekati shelter III cahaya matahari mulai menyeruak memberikan pemandangan jauh yang cantik, dengan sesekali dikelubuti oleh awan yang melintas. Cantik, cantik





Kami tiba di shelter III sekitar pukul 06.30, 1 jam dari shelter 2. Lumayan lah untuk kaki pendek ini, hoho. Perjalanan trekking kali ini memang kami sepakat untuk selalu berjalan beriringan, tidak ada yang saling mendahului dan didahului. Jika ada yang tertinggal, akan ditunggu. Kak ade yang paling depan, gw mengikuti dibelakang dg kak yanti, kemudian kang usman, dan kak berry as sweepernya. tiba di shelter III kami beristirahat sejenak, berisitirahat di tengah-tengah jalur untuk sedikit menegak air, makan coklat, dan foto-foto disuasana sunrise (sedikit lebih telat sih). Suasananya sepi kala itu.  Hanya kami berlima saja yang nampak sedang menuju puncak. Ada sih yang sedang trekking ke atas, tapi jauuuh sekali, mungkin ketika kami dipertengahan, mereka sudah sampai di puncak (sekitaran 3-4orang). Pemandangan puncak dari shelter III pun sudah nampak dengan jelas. Hanya sesekali kabut melintas menutupi puncak dari pandangan, sesekali nampak, kemudian menghilang. 

Selepas istirahat, kami melanjutkan perjalanan menuju puncak yang memiliki jalur yang berbeda dengan jalur-jalur sebelumnya. jalur terbuka dengan medan berpasir dengan kanan kiri jurang yang dalam. Hm, mengingatkanku pada pendakian Rinjani dari plawangan sembalun menuju puncak Dewi Anjani. Hm,, dari awal udah tarik nafas dalam-dalam.”kak, kira-kira berapa lama ya nyampe puncak?”tanya gw ke kak ade.”hm, paling 2 jam an. Target jam 8 lewat udh sampe puncak”kata kak ade menjelaskan. Gw mengangguk, kemudian mengikuti langkahnya. Gak securam jalur dari shelter II ke shelter III si, hanya trekkingnya teteuuup nanjaaaakk terus gak berhenti-henti. Dan berpasir pula. Selangkah, dua lamgkah, pokoknya jalan terus. Tapi, makin lama koq rasanya gak nyampe-nyampe ya? Padahal tu puncak keliatan dari shelter III (keliatannya aja deket, nyatanya, hhhm. Lupakan!).  jalan gw udah mule sempoyongan. Berry yang mulanya jadi sweeper akhirnya jadi paling depan berdua ama kak Yanti. Agak jauh dari itu, baru usman, dan gw ama kak ade jadi yang paling belakang. Di awal waktu berry nduluin gw,”jalan lo dah goyang gitu tut... kenapa lo? Dah capekk?mash kuat gak??’tanya berry dengan sok coolnya setenagh meledek jalan melintas sambil tangan di masukin ke dalam saku. Eergh, ni orang bikin dongkol deh, kitanya udah nafas satu satu, jalan sempoyongan, pake bungkuk2, eh, dia nya sante aja jalan gitu. Haiiizz. Tapi mungkin gitu ya, yang dah profe sama  yang amatir, tetep beda nafasnya. Haha. Huf, haff, huff, haff.  Masih terus melangkah, meski langkah dirasa semakin melamban.”mo dibantu jalan kah??” tanya kak ade ketika gw udah mulai sering terpelest. Gw cuman meringis.”its ok kak,. Masih bisa jalan sendiri koq..”. kata gw. kak ade merhatiin, dan cuman ketawa,”ya udah, bentar lagi dah nyampe koq..” katanya yang cuman gw respon dengan senyum kecut. Gak percaya.”beneran, bentar lagi dah nyampe , nyampe tugu yudha...” katanya terkekeh. Yeee, tugu yudha, bukan puncak...*pokerface.  dan gw pun ngikutin langkah kaki mereka yang udah mule jauh. Jalan, jalan, dengan pemandangan yang sama. Udah mule ngrasa bosan, iseng nanya lagi,”udah sampe tugu yudha kak?’tanya gw ke kak Ade. Kak ade ketawa,”lah, tutut kemana aja? Tugu yudha udah kelewat tadi nho disana”kata kak ade sambil menunjuk bukit dibelakang gw. gw cuman melongo,”ha? Apa? Baru kenapa kaka tra bilang2 sama saa...??apeleee”kata gw langsung keluar logat papua. Ternyata tugu yudha sudah terlewat, dan kami barusan melewati batu gantung. Gw liad jalur yang ada di depan gw. penampakan jalur yang berpasir yang dekatnya hanya merupakan fatamorgana.”tinggal sepertiga lagi mbak tutut..”kata kak ade ngliat gw yang mungkin nampak setengah ternganga dengan view yang ada di depan.”what??sepertiga lagi? udah deket donk ya?? Hmm, baiklah ayo semangat!’kata gw kembali berjalana menyusul yang lain. Berry dan kak yanti terus jalan berdua, disusul gw dan kak ade, dan kak usman yang tak jauh di belakang. Gw tengok kak usman,”kak usman, masih semangaat??”tanya gw setengah berteriak.”yoa... sippp”kata dorang. Kak usman sempat bercerita kalo berat badannya naik 5 kilo dibanding terakhir naek rinjani yang punya trek yang mirip (yah, sama donk kak, gw waktu rinjani masih 47kg, sekarang tergopoh-gopoh dg berat yg udah 52kg ^^”).  Kata kak usman,”rasanya lebih berat ni bawa beban lebih banyak... haha.”kata kak usman sambil ketawa pegang perutnya yang buncit. Kak usman, kak usman. kak usman aja semangat, apalagi gw, kudu lah harus lebih semangat.
Jalur berpasir masih terasa panjang. Puncak Kerinci berada pada antara ada dan tiada. Rasa bosan bahkan sudah menghantui lantara dirasa langkah kaki yang tak kunjung harus berhenti. Uap belerang  sesekali naik merasuki hidung yang membuat rasa mual. Untung sudah persiapan diawal  pake doble masker dg sedikit dibasahi, sehingga uap belerang yang melintas tak terlalu berdampak di diri.”kaaak, masih lama kaah?”tanyaku kembali ke kak ade. Rasanya koq udah lama tapi gak nyampe-nyampe.”dikit lagi mbak...”katanya yang tetep yang akan kupercaya.”sini, mo kubantu tarik tangannya kaah?”tawar kak ade  kembali sambil njulurin tangan ngliat jalan gw yang semakin sempoyongan dan semakin pelan. Gw menggeleng. Untuk kali ini gw harus bisa kuat jalan sendiri. gak boleh nangis, udah jauh-jauh kabur dari papua, gak boleh putus semangat. Klo gunung-gunung yang kemaren bisa nyampe puncak, masak yang ini gak bisa?? Gw liad ke atas, langit kerinci begitu cerah pagi itu, awan-awan putih menggantung ringan mewarnai birunya langit. Asap belerang dan kabut ataupun badai yang ditakutnya pun tak ada nampak kemunculannya. gw rasa alam memberikan gw lampu hijau untuk sampe di puncak. ”ayo tut, lo dah beruntung dapet cuaca cerah di saat orang orang dari kemaren gagal muncak karena cuaca dan badai”kata gw menyemangati diri sendiri. berpapasan dengan temen pendaki yang turun dari puncak, kami bertegur sapa.”semangat ya, puncak tinggal dikit lagi koq..”kata mereka kasih semangat. Mereka adalah pendaki dari bekasi (semoga gw gak salah mengingat), yang udah tiga hari ini stay di shelter 3 karena sejak kemaren-kemaren selalu gagal muncak karena badai dan hujan. Baru hari ketiga ini akhirnya mereka dapet cuaca bagus. Gila meeen, demi puncak, rela menunggu 3 hari . salut maksimal. thats why, gw harus bersyukur cuaca hari itu ceraaaahhh banget. bahkan untuk cuaca di atas jam 7 pagi. Mengingat pula surat keputusan yang dikeluarkan oleh taman nasional kerinci seblat 1 hari sebelum pendakian kami yang menyatakan kalo pendakian hanya dibolehkan sampai shelter II lantarn badai dan halilintar. So, masak si mo nyerah udah sejauh ini.daan, setelah sekian lama menapaki kaki, sambil terus berdoa tiada henti, sampe bikin janji janji dalam hati (janji jadi anak baik, janji gak nakal lagi, janji gak marah-marah lagi, janji jadi dokter yang baik, janji sana sini, hehe), akhirrrnya, teteep aja belon nyampe. Sampe rasanya udah mo nangis,suara memberat,”kaakkk...”kata gw lirih ke kak ade. Kak ade’ yang nangkep kalo gw udah mulai down ngajak istirahat, nyodorin air minum, menegak sedikit air, dan kemudian jalan kembali. „tuh, liad, bentar lagi dah nyampe koq..abiz batu yang di depan”kata kak ade sambil nunjuk jauh di depan. Tapi gw bahkan udah gak berani lagi liad ke depan, jalan dah jalan, gak usah liad, daripada pupus ni liad jalur yang gak selesai-selesai. Hingga di satu waktu, berry dan kak yanti yang udah jauh tiba-tiba berhenti, nunggu kami bertiga.”ha??kenapa kah?koq berhenti?”tanya gw ke berry ma kak yanti bingung.”entar.. dari sini kita jalan bareng aja berlima..”kata berry.”tinggal dikit lagi koq..barengan aja”dan kami pun akhirnya jalan beriringan berlima, hingga tak lamaaa, sampailah kami pada apa yang kami tuju hari itu. ”udah?udah sampe puncak ni? Beneran??”tanya gw, kaget sendiri tiba-tiba aja udah sampe puncak.”aargh... beneran??puncak kerinciii???” mata gw mendadak berkaca-kaca. Semua nya meluapkan rasa senangnya, terutama bagi gw, kak yanti, ama usman yang baru pertama kali ini muncakin kerinci. Kamipun secara spontan berpelukan meluapkan kegembiraan.”huaaa. puncakkkk.. akhirnya...”teriak gw dg suara memberat sedikit terisak. Terharu. Luapan emosi yaang, entahlah, selalu tak terkatakan. Ada sensasi tersendiri ketika berada di puncak dari sebuah pengejaran. Gw liad kak  yanti yang juga udah mulai berkaca-kaca. Ekspresi kegembiraan dan kebahagiaan terpancar dari raut muka masing-masing. Ekspresi yang selalu tak terdefinisikan. Ekspresi yang muncul dari sebuah perjuangan yang berbuah manis. Puncak Indrapura, Kerinci 3805 mdpl.  finally, my 2015’s  Resolution no.6 is Done!!!!
 





Waktu menunjukkan pukul 09.00 wib tepat ketika kami menapakkan kaki di atap Sumatra. And trully lucky us, cuaca cerah sangat kali itu. Asap kawah tak banyak dan belum nampak untuk naik dalam waktu tempo. Langit pun biru cerah, membuat kami cukup berlama-lama bisa menikmati waktu di puncak. 1 jam lamanya, hingga sang kapten, berry memutuskan untuk segera turun.”ayok, sudah, waktunya turun. Dah cukup kaan?’kata berry yang membuat kami pun harus cukup puas dengan waktu yang ada. Nexttime lagi lah ke sini lagi. haha. Demi keselamatan kami semua juga koq.

 
 
 
Butuh waktu yang gak lama untuk turun ke pos 3. 1 jam 15 menit, sambil maen prosotan di pasir. Belajar dari temen waktu di rinjani (thx bt bung bion n bung afit), dan temen waktu di merapi (bee n penceng), yang ngajarin caranya turun cepet di pasir. Sruuut., sruuutt. Setengah berlari setengah berprosotan (*tapi tanpa pantat terlibat) biar lebih jauh dan cepat jangkauan melangkahnya. Haha.
Sekitar pukul 12.30 kami tiba di pos 2. Lumayan agak lama untuk turun, lantaran kami yang lebih memilih jalan santai ditambah ditengah jalan kak Yanti gak sengaja ketemu temen yang dulu pernah ketemu di Gili Lombok. Ngobrol lama dulu.  Nah lho, kebetulan yang aneh -_-‘’. Rasa lapar yang mendera sedari berada di shelter 3  pun akhirny sirna oleh nasi goreng buatan kak Rully yang sengaja disiapkan untuk kami yang abis summit. Baunya, menggoda... nasi goreng, kerupuk, dan nuget jadi menu andalan. Meen, bahkan nasi gorengnya lebih enak daripada nasi goreng buatan gw (*merasa gagal sebagai perempuan,fyuhh).. kenyang makan pagi dijamak makan siang, kami beristirahat sejenak. Kebetulan pas gerimis mengundang. Malas bergerak, dan lebih memilih untuk leyeh-leyeh mengantuk dalam dekapan hujan. Sambil nunggu hujan reda, sambil nunggu sang kapten berry bobok siang, sambil packing-packing. Barulah sekitar pukul 14.30 kami beranjak untuk jalan. Gw, berry, usman, kak yanti, dan kak adhie. Kak essa dan firman yang gak ikut summit, udah jalan turun bahkan sebelum kami sampai di shelter 2. Sedang kak rully dan kak ade, yang bawa beban paling banyak, memilih untuk turun belakangan. Kata dorang,”kita klo turun sambil lari si. Kalo bareng sama kalian, ntar malah tambah capek. Soalnya bawa beban lebih banyak, kalo jalannya ditahan, kaki lebih capek”. Beeuuh, gila. Maka, jadilah kami berlima jarang bareng-bareng. Dengan jalur yang sama saat mendaki. Jalan pelan pelan sambil cerita, sambil ketawa. Meski capek, meski pegel, meski mungkin udah mulai bosen, tetep bisa saling kasih semangat. Saling berbagi snack, dan berbagi tegukan air. Kak adhie yang dari awal gak fit, semakin drop saat turun mendaki. Dizziness, mual, demam, dan ‘gak enak badan’ lah istilah orang indonesia. Tapi, namanya juga temen setim, satu untuk semua, semua untuk satu. That thing that I always learn from mountaineering, Care on each other.

Sekitar pukul 19.00 malam kami tiba di R10, dijemput kak essa dan firman dg seteko teh panas manis (*damn, that was the most ‘sweet’ tea I ever drink). *cocwiitbanget. Tiba kembali di homestay dg badan yang udah setengah remuk, tapi terasa lebih sempurna. Hari yang melelahkan, but I know, this will be one of best moment in my Life.. thx for Kerinci and everybody who were there.... (230615 23.39wit)




Tidak ada komentar: