Cuap Cuap PTT part 5 : Funny February
Senin,
10 Februari 2014 : Cerita Lumpur dan Belut
jackson theis - 4 years old |
Sudah dua hari ini Taja diguyur hujan tiada henti. Kadang
deras,kemudian berganti menjadi gerimis, kemudian deras sebentar, dan gerimis
berlanjut berkepanjangan. Termasuk hari ini, meskipun hari senin adalah hari
kerja karena hujan terus turun sedari tengah malam, petugas baru tiba sekitar
pukul 10.00 wit lewat dan beberapa
bahkan tidak masuk kerja (sudah biasa di sini), pasien pun hanya satu dua, tak
banyak kesibukan, sehingga melamun menjadi salah satu pilihan (ok, daripada
nggosip kan?)
Memandang jauh keluar jendela. Taja benar-benar basah.
Dan, ketika memandang jauh, menemukan anak-anak tengah asik bermandikan lumpur.
Tunggu, bukan main lumpur. Mereka melongok jauh ke dalam genangan lumpur yang
banyak di sekitar komplek puskesmas. Banyak kubangan tanah lumpur yang jika
musim hujan, benar-benar nampak seperti lahan untuk bersawah, menanam padi. Ada
yang mereka cari di dalam genangan lumpur tersebut. Bahkan semenjak kemaren
malam, dengan sepatu boot, baju yang diikatkan di kepala, dalam rintikan hujan
gerimis mereka asik ‘mengobok-obok’ kubangan lumpur yang ada. Gw pun mendekat,
penasaran dengan apa yang mereka lakukan dengan ‘kostum perang’ yang menurut gw
lucu.
“jackson.. koq cari
apa kah di lumpur-lumpur??” Tanya gw yang mengagetkan mereka bertiga kaka-ade’
Mena-Rickson-Jackson yang hening mengamati lumpur.
“kitong (cari) lagi cari
belut tante..” kata mereka. what? Belut? Ditempat seperti itu? Padahal ya
padahal, genangan lumpur yang mereka masukin itu kebanyakan adalah tempat
pembuangan dari saluran pencucian di
rumah-rumah komplek.
“memang ada kah? Ko cari apa pake apa??” Tanya gw lagi
“ada to tante…
kitong tadi malam dapat banyak ya. kitong goreng buat dimakan. Kitong cari pake
tali senar ujungnya kitong kasih cacing. Kemaren kitong dapat buesarr banget,
di sana (mereka tunjuk di satu tempat dekat septic tank), tapi senar tidak kuat buat tarik, jadi
belutnya lari..” kata mereka masih sambil melongok2 dalam genangan lumpur.
Gw cuman tersenyum, melihat jackon yang paling kecil (mungkin umurnya baru 3
tahunan) juga sibuk memasukkan tangannya ke dalam lumpur. Gw ketawa liat penampilan mereka, ikat rambut
di kepala dengan sepatu bootnya itu lho, lucu banget.
“memang
Jackson bisa cari belut juga kah??” Tanya gw
“bisa tante… kemalin
itu sa (saya) dapat tiga su dimatsak,
enyakk….” Dan blablabla, Jackson cerita panjang lebar, dengan bahasa papua
cedalnya sambil sesekali tarik sedot ingusnya (yang kayaknya gak pernah sembuh,
hehe. ß papua banget).
Gw cuman manggut manggut. Sesekali ketawa waktu mereka
terjatuh di dalam lumpur karena berat mengangkat sepatu boot mereka sendiri.
sudah menunggu lama, kadang belut yang dipancing gak muncul, malah cacingnya
yang hilang. Lalu pindah lagi dikubangan lain, dapat, langsung dikumpul dalam
botol air mineral yang diberi lubang.
Anak-anak Theis (fam nya) ini, bener-bener anak papua
banget. boleh dibilang, hidupnya adalah dengan berkebun dan berburu (berburunya
berubah jadi memancing dan beruburu hewan-hewan lain). mungkin juga karena yang
hidup dalam satu rumah ada banyak orang, dan uang yang ada tak banyak, makanya
untuk makan, mereka lebih banyak dari memancing dan bertanam / berkebun
(masaknya pake kayu bakar). Makanan pokoknya Sagu (yang ditotok dan diremas
sendiri), sayurnya kadang kangkung, kadang singkong, kadang pepaya, bunga
pepaya yang semuanya ditanam sendiri, lauknya ya dari memancing dan berburu,
seringnya ikan-ikan dari selokan depan komplek puskesmas, dari bendungan, atau
dari kali nawa. Ikan-ikan macam gastor, mujair, lele, mas, nila, ikan sembilan,
ikan tawes (wuih, banyak juga ya), kalo musim hujan gini, nyari belut di
selokan lumpur. Kadang dapet daging kus-kus, kadang daging tikus tanah, kadang
biawak, kadang buaya (tapi sekarang udah lebih sulit didapet), ato bahkan dulu
waktu kami ke Kwarja, paman Theis sempet dapet Soa-soa yang besarnya 1,5kali
paha orang dewasa. Mereka memang pemakan segalanya, yang berdaging, bisa
dimakan semua ^^.
satu yang gw salut. Ini 2014, dan masih ada orang orang
seperti mereka, sometime it’s so pathetic, but sometimes I think that’s too
cool. Kadang kita berpikir bahwa mereka hidup susah, padahal mereka hidup lebih
kaya dibanding kita, karena mereka, hanya dengan tangan dan kaki mereka, mereka
masih bisa menikmati kekayaan alam papua untuk hidup.
( Menase Theis dengan ikan gastornya yang didapatnya disuatu
pagi)
Jumat, 7 Februari 2014 : Musim Rambutan (1)
Lagi musim
rambutan, dan anak-anak ini pun, ikutan jualan rambutan dari hasil petik pohon
sendiri. satu tumpuk – 5000. Anak-anak semakin materialistic, gw kasih salak
setumpuk, eh, malah dorang jual lagi, bersamaan dengan rambutan mereka, pas
dibawah palang puskesmas Taja. -_-“
Sabtu, 15 Februari 2014 : Love Kids
with Jackson Theis, anak asli kampung bindes |
with Willy Rumbekwan,peranakan senja-sentani jawa |
with Aser -peranakan sentani-genyem, and Silda Making peranakan flores-biak |
anak-anak yang selalu membuat gw tertawa dengan tingkah mereka. meski pada banyak kesempatan juga ngrepotin dan bikin gw sakit kepala. Aser yang selalu meneriaki gw,"tante dokter... aser maen ya, aser mo pi mancing... aser makan roti.... " yang selalu teriakin gw, laporan dorang lagi ngapain. ato kaloo setiap gw goda, dorang selalu menjawabnya dengan,"ah... ah.. dan ah..". . Jakson yang setiap pagi selalu jadi alarm pagigw,dari luar rumah suka teriak mbangunin gw,"doktel... doktel...doktel...", udah, begit aja, cuman manggil2 doank, gak ada maksud. Jakson yang palingggg peka kalo dirumah gw ada makanan. disuatu sore, gw dapet durian dari tetangga, baru gw buka, tiba-tiba jakson muncul, liad-liad yang ada dimeja makan gw,"doktel.. itu apa kah...?". gwkaget, ketawa,"aih.. peka sekali ko pu hidung itu Jakson...". jakson cuman senyum-senyum, mengamati durian gw,"satu biji saja e, tante cuman punya satu jadi"kata gw sambil ngasih sebiji durian yang dagingnya supertuebel.muka jakson langsung cerah, menerima durian dari gw,"makasih doktel..." dan jakson pun langsung ngacir. eh, tapi gak berapa lama, tiba-tiba muncul lagi, dan bawa sepasukan anak-anak... *huaaaa, durian gw......ato Silda making yang setiap siang pulang dari paud dateng ke puskesmas, bilang sama mamanya (perawat puskesmas),"mama, silda maen di rumah tante dokter ya..."seneng banget maen di rumah gw, mondar, mandir, numpang makan, maen hape, daannn ngapain aja deh. suatu sore, tiba-tiba silda dateng,"tante..silda maen ya..". gw cuman ngangguk. baru duduk bentar tiba-tiba bilang,"tante..silda mo pipis..", gw,"iyo sudah, pipis sendiri e..". baru masuk kamar mandi,"tante, silda mo eek...", eenggg -_-". "ya udah, eek sana! tapi harus cebok sendiri ya...". dan selesai eek,"tante.. silda pulang.." enggg, *gubrak!, maen cuman buat numpang pipis dan eek.. haha. Yah, begitulah, namanya juga anak-anak, banyak hal-hal sepele yang kadang bikin tepok jidat, tapi diakhir kita cuman bisa bilang,"namanya juga anak-anak...."
Jumat, 21 Februari 2014 : Salam
Pramuka, Prokprokprok….
Dapet tugas dari
puskesmas untuk dinas luar, penyuluhan HIV dan sedikit gambaran pelatihan P3K
di acara kemah se distrik Taja di SP II- Bumi Sahaja, memperingati hari
lahirnya bapak pramuka dunia Boden Powell.
Ah, ini yang paling gw suka, dinas luar, apalagi kalo yang berurusan
dengan anak sekolah. Suka dengan jiwa muda mereka, sekaligus pertanyaan
pertanyaan nyleneng mereka. satu kali satu anak bertanya,”dokter tra bawain
kitong kondom kah??” jawab gw,”aih… buat apa kah?ko mo kawin?”. Langsung mereka
jawab,”buat bikin balon dok..” enggg, poker face -_-“. Satu lagi anak yang
pinternya agak kelewatan nanyanya begini,”jadi, siapa yang pertama kali nemuin
HIV, kapan dan dimana?dan bagaimana mereka bisa menemukannya dari gejala apa
menjadi dinamakan AIDS? Truz kenapa belum ada obatnya??”, wadoooh, pertanyaan
yang harus dijawab dengan kuliah satu blok ni. Tapi itu yang gw suka dari
anak-anak, kadang usil, kadang aneh2, susah diatur, tapi juga cerdas dan kritis..
“have a full spirit, so energic, and have
much moment to laugh together. Coz they’reTeenager”
Senin, 24 Februari 2014 : Pi cari Ikan
Pergi memancing di Bendungan with anak2 kompleks. Ups, ternyata hari ini
plannya bukan memancing, tapi nangkep ikan di selokan bendungan, bukan mancing,
bukan menjaring, tapi pake ‘racun alami”. Begimana cara?? Kata Mena anak paman
Theis,”kitong pake akar tuba tante. Itu carinya di dalam tanah, kitong kumpul,
ikat, truz dipukul2 biar santannya keluar, abiz itu disebar aja di selokan, gak
lama entar ikannya ngambang, truz kitong ambil to…”hm, dan benar, gak berapa
lama setelah akar tuba di’geprek’ dan disebar di selokan yang airnya sedang
tidak banyak, dan tidak mengalir, ikan-ikan kecil perlahan dengan pasti mulai
muncul dipermukaan,"plup.. plup..plupp" mabok oleh karena sari dari akar tuba. Kata mama acer,”itu
cara tradisional dokter, tapi tra berbahaya, ikan Cuma mabok, kalo airnya mengalir, ikan mabok sebentar baru
pulih lagi, makanya kitong harus cepat-cepat tangkap waktu dipermukaan.”hm, gw
manggut-manggut.. Lumayan, dalam 2 jam sore itu, , mereka dapat 2kilo lebih
mujair kecil.. mantab!
“memabukkan
namun hanya sesaat. Sama seperti cinta. Karena tak ada yang abadi di dunia ini.
Biarkan semua berlalu, seperti mengalirnya air”
Selasa, 25 Februari
2014 : Musim Rambutan (2)
Ceritanya lagi panen rambutan di
SPIV-Nawa Mukti yang Berjarak 11 km dari puskesmas Taja. Ternyata benar adanya
bahwa Nawa Mukti, salah satu dari 6 kampung transmigrasi di Taja juga sedang
panen besar Rambutan. Dimana mana, rambutan, hampir setiap rumah, punya
rambutan, dan semuanya berbuah hijau-kuning-merah. Para tengkulak baik dari SP
maupun dari kota, berbondong bondong memborong rambutan yang sedang berbuah.
Harga rambutan di SP yang hanya 5000-6000 rupiah perkilo bisa dijual di kota
hingga 9000 rupiah. Omsetnya sekali panen, dalam satu kebun rambutan milik
salah seorang petani bisa mencapai 12
juta! Wuih.. lumayan banget. sore itu perut kami benar-benar penuh oleh
rambutan. Bagaimana tidak, selagi petani memetikkan rambutan pesanan kami, kami
duduk asik dibawah pohon rambutan sambil terus mengunyah rambutan yang jatuh
tiada henti. Sungguh, perut yang mati rasa kerana rambutan.
70
kg rambutan kami bawa sore itu dari SPIV, belum pisang 2 tandan, alpukat, dan duku.
Ah, sungguh tempat ini kaya akan hasil kebunnya..berharap suatu hari kelak
tempat ini menjadi kawasan agrowisata yang menjanjikan bagi kabupaten Grime
Nawa. (ah, kapan kabupaten ini benar-benar akan berdiri dan berdikari??)
Kamis, 27
Februari 2014 : Totok Sagu dan Masa Depan Papua
Siang itu gw pergi ke bindes buat liat pasien gw yang
suspek gagal ginjal. Dari awal udah disaranin buat dirujuk ke rumah sakit, udah
gw bilang kalo insyaallah gak ada ditarik biaya kerana dorang punya kartu
jamkesmas, transport pun gratis kami antar dg ambulan sampe ke rumah sakit.
Tapi tetep pasien menolak dengan alasan uang. Meskipun semua gratis, tetep aja
yang nunggu butuh uang untuk makan dan minum, belum kalo entar harus ada
tambahan obat yang gak masuk di jamkesmas, biaya lagi. Sedangkan dorang, trada
uang sepeser pun.waktu gw bilang,”kan
bisa baku bantu to. Keluarga banyak, baku sumbang barang 10.000-20.000 masak
tra bisa?dong musyawarah dulu, bicara bicara, baru kasih kitong keputusan”
bujuk gw sambil menjelaskan keadaan pasien.
Tapi tetep aja, mo musyawarah gimanapun, hasilnya sama, berat hati untuk
baku bantu. Selain memang tra da uang yang bisa disumbang. Kata bapak kepala
kampung sebelah,”itu kelemahan kitong, ibu. kitong baru ada uang kalo ada
pembagian dana ADK (Anggaran Dasar Kampung), kalo tra da itu, kitong tra da
uang”. Memang benar disana rerata dorang hidup dengan berburu,berkebun, dan
totok sagu. Mereka bisa tidak pegang uang dalam jangka waktu yang lama.
Sehingga memang susah untuk sumbang-sumbang uang. Too pathetic actually. Sangat
disayangkan, semua masalah berujung pada masalah ‘Duit,duit, dan Duit’ lagi..
hah..
Ok, balik ke cerita,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar