Cuap Cuap PTT part 4 : Move On – Antara Masa Lalu dan Masa Depan
Selasa, 7 Januari 2014 : Anak-anak Timor di Kampung Trans Ongan Jaya
“Masa Lalu adalah Masa dimana Kejadian
Buruk pun bisa menjadi Hal yang Lucu jika
Dikenang”
Matahari yang merona jingga senja itu
di kampung Ongan Jaya , Taja. Di sebuah kampung transmigrasi di pelosok
pedalaman Papua. Konon, di akhir tahun 1980an ketika misionaris dan tentara
masuk, masyarakat asli belum mengenal cara berpakaian, tinggal di Hutan, dan
masih terisolir. ketika misionaris dan tentara masuk, masyarakat pergi bersembunyi,
menganggap orang asing datang untuk membunuh mereka. namun tak butuh waktu
lama, masyarakat asli Taja ini mulai terbuka, dikenalkan tentang cara
berpakaian, bercocok tanam, dan dibuatkan rumah sosial dalam sebuah kampung
untuk bertempat tinggal. Tak berselang lama, di awal tahun 1990an, kurang lebih
di tahun 1994, ketika program transmigrasi sedang ramai-ramainya digalakkan,
kampung Taja dibuka sebagai wilayah transmigrasi. Dari Jawa, dan dari Nusa
Tenggara (Timur terutama), mereka yang sulit mencari pangan dan merajut hidup
dikirim dan dipindahkan di sini.
Anak-anak membuat satu lintasan jalan, panjang melingkar, beberapa jalan yang berlubang di timbunan pasir, biar rata. Beberapa berada di tengah tumpukan pasir, seolah-olah jadi penjual pasirnya, beberapa membawa begok untuk meratakan jalan.
Seorang nona kecil memperhatikan yang dilakukan kakak2 laki-laki. Dorang pun ikutan mainan pasir, tapi ketika mama nya datang mendekat, dorang bilang,” mama… kakak2 jorok sekali… mainan pasir begitu.. ih, kotor ya…”kata nona kecil mengadu, tapi tangannya sendiri sibuk mainan pasir.
Si mama cuman ketawa,”baru… nona kecil sendiri bikin apa? Tra kotor kah itu..” nona kecil hanya tertawa
Ada yang berbeda di beberapa sore belakangan. terdengar suara bamboo-bambu yang dipukul untuk menghasilkan suatu harmonisasi nada. Suara bamboo-bambu yangmembuat gw penasaran. Dari mana dan untuk apa suara –suara itu dibunyikan? Sudah 7 bulan di Taja, dan baru kali ini gw denger suara-suara music bamboo ini. Maka, gw bertanya pada seorang tetangga,”suara apa kah kk itu di sana?’ Tanya gw. dan kata kk Kies yang seorang jawa,” tra tau juga saya, itu orang timur (nusa tenggara timur) dorang yang pu acara. Suara apa pula itu, tidak merdu lagi.”kakak jawa nampak tidak terlalu peduli. gw penasaran, melongok dari kejauhan, segerombolan orang timur tengah asik berkumpul. Dan di sore itulah, di hari kesekian gw mendengar bunyi-bunyi bamboo, gw berjalan mendekat. Hm, ternyata lebih rame disbanding yang gw duga. Banyak orang timur yang berkumpul, terutama adalah masyarakat Maumere. Beberapa lelaki dan wanita menari-nari dengan kaki telanjang maju mundur mengikuti irama ketukan bamboo, mengelilingi sebatang bamboo yang menjulang tinggi, berdiri tegak, ditengah lingkaran penari. Seorang lelaki, om Endi namanya,, beratraksi memanjat bamboo dan menari dan menjungkirbalikkan badan di ujung tertinggi bamboo. Ngeri dah ngeliatan, dengan bamboo tinggi yang tidak ditanam dan hanya disangga oleh tangan beberapa orang, om Endi beratraksi, bahkan kepala nya di letakkan diatas bamboo, dan dengan kaki bebas di udara menari nari layaknya seorang akrobatik. Atraksi om Endi sebagai sentral, dengan wanita dan pria yang menari disekelilingnya diiringi oleh alat music sederhana. Satu kesatuan atraksi yang mereka namakan, Gong Waning. Ceritanya pak Guru Simon Sales asal Maumere, “Gong Waning, artinya Gong dan Kendang. Dua alat yang dipakai dalam tari tradisional ini. Gong waning merupakan alat music kampung yang sederhana, yang terdiri dari beberapa gong, kendang, dan bamboo-bamboo yang dipukul. Karena merupakan alat music kampung, jangan Tanya tentang harmonisasinya, yah, beginilah music kampung. Gong waning mengiringi tari yang dinamakan Tuwaretalou. Gong Waning merupakan Tari Kemenangan, dari maumere, yang biasa ditarikan setelah selesai panen sebagai bentuk perayaan wujud syukur pada yang kuasa. Gong waning ditarikan oleh semua orang baik lelaki dan perempuan, Seorang laki-laki menari dan beratraksi di atas bamboo yang dipegang oleh beberapa lelaki dan dikelilingi oleh wanita dan pria yang menari-nari. Tuwa retalou berasal dari kata Tuak, dan retalou., tuak artinya minuman alcohol hasil fermentasi dari beras yang mereka panen,yang mereka suling dengan menggunakan bamboo. Diceritakan dari tarian ini, semua orang tengah mabuk tuak bergembira bersuka cita karena keberhasilan pamereka. Seorang lelaki, saking maboknya, hingga hingga bisa beratraksi sehebat itu di atas bamboo bekas sulingan tuak.”.
Akhirnya jalan poros di depan pusksesmas kami di Aspal. Setelah sekian puluh tahun hanya berupa jalan tanah, yang dilebar-lebarkan terus, yang sering dan banyak berlubang, yang menjadi kubangan lumpur di sana sini setiap musim hujan, akhirnya kini beraspal. Pembuatan jalan yang dimulai sejak November/desember lalu oleh satu perusahaan kontraktor saja, selesai di awal bulan Februari. Sejak distrik Yapsi beserta beberapa distrik lainnya dari kabupaten jayapura memisahkan diri menjadi Kab Grime Nawa (sejak 1 oktober 2013), pembangunan terus dipercepat, Jalan diaspal, tiangt-tiang listrik dipasang, dan rencananya tower telkomsel akan segera didirikan dalam 2014. Semenjak Grime Nawa berdiri, dan mungkin juga karena 2014 adalah tahun Pemilu, pembangunan dikejar dan dipercepat. Yah, mungkin juga untuk menarik simpati, menarik suara, dan untuk menunjukkan bahwa pemerintahan incumbent konsisten dengan janji mereka. yah, mungkin juga, sebagai alat politik, seperti kata salah seorang masyarakat,”ini yang punya jalan proyeknya pak Cornelis Yanuaring ni.. kalo bukan dari dorang, ini tra jadi ni jalan”. Cornelis Yanuaring adalah wakil ketua DPRD kab Jayapura yang jadi calon kuat untuk menjadi bupati kabupaten baru Grime Nawa. Ah, politik, politik, masih gw tunggu perkembangan dari kabupaten baru ini.bagaimana pun akhir ceritanya, semoga kabupaten baru ini menjadikan masyarakatnya menjadi lebih baik. bukan membuat masyarakat menjadi lebih manja oleh kemajuan yang ada, lebih manja oleh karena semakin banyak anggaran yang dikucurkan, dan tidak membuat penduduk aslinya tersingkir dari negeri mereka sendiri. apapun itu akhir cerita, semoga kami menjadi lebih bangga menjadi ORANG TAJA
kata seorang kawan trans dari Maumere
bercerita,”dulu kami hidup susaaah
sekali di Maumere, tanam apa saja tra
bisa tumbuh baik, air sulit, makan sulit. lalu, kami ditransmigrasikan. Sekitar
tahun 1993, waktu sa masih kelas 2SD, kitong pu orang dikirim sama pemerintah
ke sini. masih beruntung dulu kami naik pesawat (Hercules), yang dari jawa, 1
bulan harus naik kapal laut. Sesampai di sini, haduh… hidup menangis betul.
Jalan dulu hanya tanah lumpur, ada 1 hari perjalanan dari Jayapura kemari (skrg
mgkn cuman 4-5jam perjalanan). Satu
kepala keluarga diberi satu rumah papan, kitong diberi ayam buat diternak,
diberi lahan, diajari cara menanam sayur, menanam palawija, susahnya setengah
mati. Makan di bulan-bulan awal masih diberi jatah sama pemerintah, tapi gak
lama, kami harus mengandalkan hasil tanam sendiri. sekarang Taja su jauh lebih
bagus, dulu, malam itu gelap gulita, kalo hujan, banjir.. sampe rumah bisa
tergenang-genang air, lumpur dimana-mana. Puskesmas belum ada, hiburan, cuman
sepeda kumbang, itupun gak semua orang punya. Malam, dibalai desa kitong pigi
kumpul buat nonton tivi, itupun masih hitam putih... susah betul dokter jadi
orang transmigran, di tempat jauh. Tapi tak ada pilihan, karena di kampung pun,
hidup susah. Tapi enaknya dulu,di sini
ikan banyak, tiap hujan, di selokan kecil tu keluar ikan gastor, ikan
lele banyak sekali. Itu yang saya rindukan. Meski orang tua bilang hidup dulu
susah, saya senang hidup di sini, belajar sepeda kumbang dengan anak-anak
kampung, terkagum-kagum pada hal-hal yang sepele, belajar di sekolah inpres, yg
muridnya belum pake seragam, bahkan tak berAlas kaki, sa rindu masa-masa itu.
Entahlah, mungkin karena dulu sa masih kecil jadi, makanya sa nikmati saja.
tapi kalo ingat susahnya waktu masih awal trans, sa bersyukur su bisa hidup
baik sekarang”. begitulah cerita kakak Andrianus Wilson Horhak, seorang
Maumere.
Satu cerita yang pada akhirnya
membawa jutaan cerita bagi masyarakat transmigrasi Ongan Jaya, salah satu
kampung trans / SP dari 6 SP (Satuan pemukiman, SP1 : Ongan Jaya, SP2 : Bumi
Sahaja, SP3 : Nawa Mulia, SP4 : Nawa Mukti, SP 5 : Takwa Bangun dan SPVI :
Purnajawati) yang ada di Distrik Yapsi (Taja). Masyarakat aslinya sendiri,
tinggal di kampung mereka yang tak jauh dari SP, Kampung Tabeyan, dan Kampung
Bundru.
Satu cerita yang pada akhirnya pula
membawa cerita bagiku di sini, bersama mereka, anak-anak Timur, di sore itu, di
komplek puskesmas kami. Anak-anak timur, yang ketika ditanya,”ko anak mana kah?”, dorang jawab
kompak,”anak timur tante…”, lalu gw
Tanya,”timur mana kaah?” ada yang
teriak,”maumere tante…”, tapi banyak
yang hanya diam, tidak bisa menjawab dan hanya ngeles,”kitong orang timur dokter… tapi kitong lahir besar di papua jadi,
makanya kitong tra tau kitong pu kampung di mana. Yang sa tau, kitong pu
kampung ya Ongan Jaya to..” jawab seorang yang paling tua dengan logat
papua kental. Gw tersenyum. Anak-anak timur yang lucu (ok, ralat sedikit,
kadang2 lucu, kadang2 nyebelin gara2 suka masuk-masuk puskesmas, bikin kotor
puskesmas, suka ngTapelin kaca puskesmas,dan kenakalan lainnya), anak anak yang
sering bikin gw geleng-geleng, dan ketawa dengan tingkah mereka. termasuk di
sore itu, ketika anak-anak sibuk bermain pasir di salah satu sudut puskesmas.”hei… bikin apa kah kalian??” Tanya gw
sama anak-anak. “bikin Jalan tante..”. mata gw memicing,”bikin jalan??” “Ini
adaa begoknya, ada truk pasirnya kitong lagi timbun jalan..” kata Rivaldo
kemudian. Gw manggut-manggut. Gk banyak hiburan dan mainan buat anak-anak Taja.
Melihat banyak supir truk yang mondar-mandir sekitaran kampung Ongan yang sibuk
timbun dan bikin jalan, membuat anak-anak terobsesi untuk menjadi supir truk,
“kan keren dok bisa timbun-timbun jalan” kata rafi yang kecil. Anak-anak ini
emang suka banget mainan truk-trukan. Ada yang punya mobil truk sendiri,aada
yang biki pake kaleng susu, trus dikasih roda bikin sendiri. ada juga yang
cuman botol minuman plastic dikasih tali trus ditarik-tarik aja, seakan-akan
entu jadi truk, pokoknya sesuai imajinasinya masing-masing dah. Lucu juga
kadang-kadang dipikir, udah 2014, anak-anak dikota sibuk maen gadget, di sini
anak-anak masih terobsesi dengan kaleng-kaleng yang dibikin jadi truk-trukan..
“ko beli pasir di tempat saya e.. sa pu pasir ni murah ya” |
Nando, Rivaldo. Rian, Rafi, aldi.
Anak-anak membuat satu lintasan jalan, panjang melingkar, beberapa jalan yang berlubang di timbunan pasir, biar rata. Beberapa berada di tengah tumpukan pasir, seolah-olah jadi penjual pasirnya, beberapa membawa begok untuk meratakan jalan.
Seorang nona kecil memperhatikan yang dilakukan kakak2 laki-laki. Dorang pun ikutan mainan pasir, tapi ketika mama nya datang mendekat, dorang bilang,” mama… kakak2 jorok sekali… mainan pasir begitu.. ih, kotor ya…”kata nona kecil mengadu, tapi tangannya sendiri sibuk mainan pasir.
Si mama cuman ketawa,”baru… nona kecil sendiri bikin apa? Tra kotor kah itu..” nona kecil hanya tertawa
viona, nona manis yg paling genit |
Seorang lagi, namanya Nando yang
sibuk meratakan jalan berteriak…”Dokter… jangan foto saya kaah… suntik saya
saja sudah…”goda dia. Gw yang bawa kamera cuman tersnyum,”ah… ko minta minta sa
suntik, tapi nanti klo sa bawa suntik ko lari lagiii”haha. Nando, yang berusia
9tahun, masih duduk di kelas 3 SD.
Tangan gw gak bisa lepas dari kamera
mengabadikan tingkah anak-anak sore itu. Setiap akan memfoto anak-anak lelaki,
nona-nona muda lainnya menghadang-hadang, berharap merekalah yang lebih
menonjol difoto… “minggir, minggir, saya mo foto dulu..”kata seorang nona kecil
sambil berkacak pinggang, dua lainnya ikut berpose disebelahnya. “mana tante
fotonya??liad, liad?” anak-anak mengerubungi gw tiap lepas mengambil gambar.
“lagi tante… lagi tante…”kata yang lain. anak-anak lelaki yang mulanya lebih
asik bermain pasir dan malu-malu untuk difoto mulai berpaling pada kamera gw,
makin ‘berpose’ untuk difoto. “tante..
foto saya kah… foto gaya Tuhan Yesus tante…”kata Rian salah seorang anak
sambil merentangkan kedua tangannya. Gw tertawa, berkali-kali dirinya merentangkan
tangan bergaya dengan pose yang sama. Gw ambil gambarnya dan menunjukkan
padanya. “rian kenapa suka foto gaya
Tuhan yesus kah?” Tanya gw sama Rian.
“biar saya kayak Tuhan Yesus to dok..” kata Rian dengan polosnya.
Anak-anak kembali berebut untuk bisa
difoto, dan ngrubungi gw untuk melihat gambar yang didapat, dengan berbagai
macam pose, saling sikut, dan beradu untuk menjadi yang terdepan digambar,
hingga hingga sseorang yang kecil Rafi namanya menangis lantaran dihadang untuk
difoto…dan kami pun terus berfoto ria hingga senja menghilangkan warna
jingganya.
Bahagia itu sederhana, hanya sekedar
berbagi tawa dengan anak-anak sore itu… membuat hidup gw lebih bahagia…
Kamis, 9 Januari 2014 : Gong Waning
"kami orang maumere dan kami bangga dengan budaya yang kami punya"(simon sales, 2014)
Ada yang berbeda di beberapa sore belakangan. terdengar suara bamboo-bambu yang dipukul untuk menghasilkan suatu harmonisasi nada. Suara bamboo-bambu yangmembuat gw penasaran. Dari mana dan untuk apa suara –suara itu dibunyikan? Sudah 7 bulan di Taja, dan baru kali ini gw denger suara-suara music bamboo ini. Maka, gw bertanya pada seorang tetangga,”suara apa kah kk itu di sana?’ Tanya gw. dan kata kk Kies yang seorang jawa,” tra tau juga saya, itu orang timur (nusa tenggara timur) dorang yang pu acara. Suara apa pula itu, tidak merdu lagi.”kakak jawa nampak tidak terlalu peduli. gw penasaran, melongok dari kejauhan, segerombolan orang timur tengah asik berkumpul. Dan di sore itulah, di hari kesekian gw mendengar bunyi-bunyi bamboo, gw berjalan mendekat. Hm, ternyata lebih rame disbanding yang gw duga. Banyak orang timur yang berkumpul, terutama adalah masyarakat Maumere. Beberapa lelaki dan wanita menari-nari dengan kaki telanjang maju mundur mengikuti irama ketukan bamboo, mengelilingi sebatang bamboo yang menjulang tinggi, berdiri tegak, ditengah lingkaran penari. Seorang lelaki, om Endi namanya,, beratraksi memanjat bamboo dan menari dan menjungkirbalikkan badan di ujung tertinggi bamboo. Ngeri dah ngeliatan, dengan bamboo tinggi yang tidak ditanam dan hanya disangga oleh tangan beberapa orang, om Endi beratraksi, bahkan kepala nya di letakkan diatas bamboo, dan dengan kaki bebas di udara menari nari layaknya seorang akrobatik. Atraksi om Endi sebagai sentral, dengan wanita dan pria yang menari disekelilingnya diiringi oleh alat music sederhana. Satu kesatuan atraksi yang mereka namakan, Gong Waning. Ceritanya pak Guru Simon Sales asal Maumere, “Gong Waning, artinya Gong dan Kendang. Dua alat yang dipakai dalam tari tradisional ini. Gong waning merupakan alat music kampung yang sederhana, yang terdiri dari beberapa gong, kendang, dan bamboo-bamboo yang dipukul. Karena merupakan alat music kampung, jangan Tanya tentang harmonisasinya, yah, beginilah music kampung. Gong waning mengiringi tari yang dinamakan Tuwaretalou. Gong Waning merupakan Tari Kemenangan, dari maumere, yang biasa ditarikan setelah selesai panen sebagai bentuk perayaan wujud syukur pada yang kuasa. Gong waning ditarikan oleh semua orang baik lelaki dan perempuan, Seorang laki-laki menari dan beratraksi di atas bamboo yang dipegang oleh beberapa lelaki dan dikelilingi oleh wanita dan pria yang menari-nari. Tuwa retalou berasal dari kata Tuak, dan retalou., tuak artinya minuman alcohol hasil fermentasi dari beras yang mereka panen,yang mereka suling dengan menggunakan bamboo. Diceritakan dari tarian ini, semua orang tengah mabuk tuak bergembira bersuka cita karena keberhasilan pamereka. Seorang lelaki, saking maboknya, hingga hingga bisa beratraksi sehebat itu di atas bamboo bekas sulingan tuak.”.
meski dg alat yg sederhana, suara yg dihasilkan berhasil membuat banyak orang bergoyang |
Gw manggut manggut waktu pak guru bercerita. Masyarakat timur yang masih
mempertahankan adat dan budaya mereka, termasuk tarian ini. Mereka bangga,
karena mereka terpilih sebagai salah satu perwakilan dalam acara perayaan Natal
se provinsi Papua di Jayapura kota, beberapa hari berikutnya. Semua orang
bergembira sore itu, menari dengan lepasnya mengikuti ketukan bamboo. tua muda,
laki wanita, semua nampak asik bergoyang menyesuaikan irama. Senyum mereka, tawa mereka, goyangan mereka
dalam alunan music kampung Maumere, membuat suasana Taja menjadi ‘Timur
banget’. senja yang indah.
left to right, up to down : kkWilson, Yanto, Rico, om Endi, mama Theresia Nurak, Kaldius,Kalis (maumere's people) |
Jumat, 17 Januari 2014 : Bulan
Meski kata mbNen masih banyak bintang di Langit. Bagi gw, Bulan cuman
satu.. 120114 20.39wit
Minggu, 19 Januari 2014 : Kesalahan Cinta
atau Cinta yang Salah?
Banyak orang yang bilang kalo gak ada Cinta yang salah.. gak ada yang
salah memang dengan Jatuh Cinta, Mencintai, dan Dicintai…tapi, di suatu hari,
di suatu ketika, seseorang itu menyampaikannya padaku.”Jika Cinta tak ada yang salah, kenapa ada rasa
sakit ketika jatuh cinta? Kenapa ada rasa sakit ketika mencintai ataupun
dicintai?”.
ada yang salah. Ada yang
dipaksakan. Pembenaran untuk mendapatkan jawaban bahwa cinta tak ada yang
salah. Tapi ketika banyak kenyataan yang membuat Cinta itu hanya membawa rasa
sakit, pertanyaan itu muncul kembali. Benarkah tak ada cinta yang salah?
Saatnya untuk melepaskan semuanya. Jika yang diyakini cinta tak ada yang
salah. Maka, melepaskannya adalah pilihan yang terbaik… karena, Cinta ada tak
harus untuk dimiliki.*pukpukpuk 190114 06.48wib
Jumat, 24 Januari 2014 : masih tentang #Bulan
Merindukan #bulan. #bulan yang pernah menyinari malam yang kelam. #bulan
yang pernah berpendar terang mengisahkan masa depan. Tapi ternyata #bulan hanya
datang sebentar. #bulan hanya pernah tampak dekat, namun jauh tak terengkuh.
Mungkin benar adanya, #bulan yang menawan hanya indah dipandang di kejauhan.
Dan kini malam kembali gelap… sendiri, meski awan dan bintang nampak berpendar
terang. Tapi kutau, #bulan tidak menghilang. Dia hanya sedang bersembunyi..
redup, mengisi cahayanya dari matahari. Dan kelak, di suatu malam, #bulan akan
kembali bersinar, berpendar dengan cahayanya yang paling benderang.
Meski masih banyak bintaang di langit, tetap saja, #bulan hanya satu.
Kamis, 6
Februari 2014 : Jalan Aspal
Akhirnya jalan poros di depan pusksesmas kami di Aspal. Setelah sekian puluh tahun hanya berupa jalan tanah, yang dilebar-lebarkan terus, yang sering dan banyak berlubang, yang menjadi kubangan lumpur di sana sini setiap musim hujan, akhirnya kini beraspal. Pembuatan jalan yang dimulai sejak November/desember lalu oleh satu perusahaan kontraktor saja, selesai di awal bulan Februari. Sejak distrik Yapsi beserta beberapa distrik lainnya dari kabupaten jayapura memisahkan diri menjadi Kab Grime Nawa (sejak 1 oktober 2013), pembangunan terus dipercepat, Jalan diaspal, tiangt-tiang listrik dipasang, dan rencananya tower telkomsel akan segera didirikan dalam 2014. Semenjak Grime Nawa berdiri, dan mungkin juga karena 2014 adalah tahun Pemilu, pembangunan dikejar dan dipercepat. Yah, mungkin juga untuk menarik simpati, menarik suara, dan untuk menunjukkan bahwa pemerintahan incumbent konsisten dengan janji mereka. yah, mungkin juga, sebagai alat politik, seperti kata salah seorang masyarakat,”ini yang punya jalan proyeknya pak Cornelis Yanuaring ni.. kalo bukan dari dorang, ini tra jadi ni jalan”. Cornelis Yanuaring adalah wakil ketua DPRD kab Jayapura yang jadi calon kuat untuk menjadi bupati kabupaten baru Grime Nawa. Ah, politik, politik, masih gw tunggu perkembangan dari kabupaten baru ini.bagaimana pun akhir ceritanya, semoga kabupaten baru ini menjadikan masyarakatnya menjadi lebih baik. bukan membuat masyarakat menjadi lebih manja oleh kemajuan yang ada, lebih manja oleh karena semakin banyak anggaran yang dikucurkan, dan tidak membuat penduduk aslinya tersingkir dari negeri mereka sendiri. apapun itu akhir cerita, semoga kami menjadi lebih bangga menjadi ORANG TAJA
“Politik itu bicara tentang janji.
Pertanyaannya, janji itu akan ditepati kah ato tidak”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar