Cerita
Kerinci : day 6 : Dano Kaco, Jambi
6 Mei 2015
Awal cerita sebenarnya, danau kaco bukanlah
bagian dari itinerary perjalanan pendakian bersama yang consina jadwalkan.
Itinnya hanya : berangkat dr jakarta-summit kerinci- danau gunung tujuh-dan
kembali pulang ke jakarta. Day 6, tanggal 6 mei 2015 seharusnya adalah jadwal
untuk packing berkemas, dan kembali pulang ke jakarta. Tapi, rencana itu
kemudian berubah. Awalnya gw pengen banget ke dano kaco. Kata orang-orang ni,
dano kaco tu rekomended banget untuk didatengi kalo abis dari kerinci. Wujudnya
gimana, tempetnya dimana, trekkingnya gimana, gw gak ngerti. Pokoknya
pengeeeeen aja ke dano kaco. Dan karena jadwal gw yang paling fleksibel, gw
putuskan untuk tetep ke dano kaco abis dari gunung tujuh (tanpa tim consina),
ngajak kak ade sama kak rully bt nemenin gw. tapi, kemudian rencana berubah.
Waktu trekking di danau gunung tujuh, tibatiba perasaan pengennya ngajak temen2
consina buat ikut ke dano kaco. Kenapa? Yaaa, gak tau, suka aja jalan ama
mereka. Sepi juga donk kalo ke dano kaco sendirian. Kata gw ke berry,”berrr... ayolah, kita ke kacooo, tambah
sehari doank koq..”
tapi berry tetep enggak mau.
Nggeleng. Gw coba bujuk2 yang lain, kak yanti, usman,” kaak... yuk, ke dano kacoo... tanggung lho...” tapi semuanya
nggeleng. Gak goyah sama sekali, lantaran ya emang jadwalnya untuk balik.
Sampaiii, di tengah perjalanan kami ketemu seorang pendaki yang ternyata udah
ke dano kaco sehari sebelumnya. gw nanya si om om yang trekking ke danau gunung
tujuh sendirian, cuman ditemani oleh seorang porter.”kakak su ke dano kaco?”tanya gw,”iyap,
udah, kemaren”,”gimana kak, bagus
gak?> trekkingnya susah gak?””bagus,
banget. kalo kalian trekking ini (danau gunung tujuh) bisa tembus, ya berarti
danau kaco gampang laah”katanya, sambil berkeringat, kayak agak kecapekan
trekking. Kemudian si om ni menjelaskan, kalo danau gunung tujuh tu trekkingnya
masih lumayan nanjak terus, kalo dano kaco medannya flat aja, cuman jauh dan
berlumpur begitu kata dorang. Ditengah perjalanan beristirahat kami menyimak
ceritanya. Yang lain hanya sekedar menyimak meski gw menyimak dengan mata
berbinar bersemangat untuk kesana.”jadi,
rekomended banget gak kak?” tanya gw lagi, cari sesuatu yang kuat untuk
bisa bujuk teman2 ikut ke dano kaco.”yaah,
kalo dah sampe sini si sayang kalo gak kesana... sebentar..” kata si om
kemudian mengeluarkan iphonenya dari sakunya. Dibuka bukanya file galery, dan
dijulurkannya padaku,”ni...”katanya
menunjukkan hasil capture annya dari dano kaco. Gw langsung mengangaaa..”wua... bagus banget, bagus bangeet...”kata
gw girang, nunjukin ke yang lain.kemudian si kk nunjukin satu video yang
dibuatnya dari atas, truz nyemplung ke dalam danau,video yang mungkin hanya
berdurasi kurang dari 2 menit. Video yang memperlihatkan birunya danau kacoo,
jernihna danao kacau dan penampakan damai menghipnotis aura disekitar dano..”wuaa...... cantik banget, banget banget...
rekomended ini!!!’ kata gw lagi yang cuman direspon senyuman dari si kakak.
Satu persatu kawan pun ikut mengintip si video. Muka muka amaze setengah goyah
untuk ke danau kaco mulai nampak.”gimana
kak, gimana?? Yukk kak yantiii..” kak yanti adalah orang pertama yang
nampak tergoda untuk ke danao kaco.”kak
usman, yukkk... plizzz, hayukk...” kak usman pun nampak juga tergoda.”hayo, sayang lho, dah jauh jauh ke sini, gak
mungkin kan besok2 jauh2 dari jakarta cuman ke dano kaco. Budgetnya jadi lebih
mahal lagi. yuk, yukkk...”. kak essa pun mulai tergoda, tapi semua balik
lagi ke berry. Karena kaptennya ya berry, keputusan ada di tangan berry.”kalo saya si ngikut berry..”kata kak
essa.
Meski semuanya pengen ke dano
kaco, karena dano kaco bukan masuk dari itin yang disepakati consina, maka
merekapun gak bisa berbuat apa-apa.”terserah
Berry si..”kata kak yanti. Maka, berry pun jadi sasaran rayuan gw.”berrr...
ayo lah, pliz, plizz... ntar kalo ada budget tambahan kita bayar koq. Yukk..
yukk” tapi si berry tetep kekeuuh. Sepanjang perjalanan di dano gunung tujuh pun
dano kaco jadi topik utamanya.”ber,,
pliz, pliz, ayo berrr... yukkk”kata gw masih bujuk2 berry.”berry mo apa? Mo dibuatin apa?? Sini sini,
polo dulu. Yuukk berrrrr...”kata gw sambil peluk2 berry. Tapi berry tak
bergeming. Mo dibujuk rayu kayak apa tetep aja gak mau.”bery kan belon pernah kan ber.. anggep aja survey, ntar kalo ternyata
bagus kan bisa dimasukin ke dalam itin paket pendakian consina, kasih tambah
budget dikit, tapi ntar bisa dapet untung lebih lhooo..”kata gw, cari
sejuta alasan biar berry mau ke dano kaco.”ya,
terserah berry deh. Gw tetep besok dano kacoo.. ih, tapi lebih seru kalo ada
kalian deh..” *tetep, masih merajuk. Sebenarnya berry memang tertarik untuk
ke dano kaco, hanya saja, memang banyak alasan yang membuatnya untuk tak bisa
mengubah jadwal yang sudah disusun dari awal. Entah karena dia mo ada breifing
dihari setelah kami ke kerinci, entah karena dia juga harus lapor sama bos nya,
entah banyak alasan lainlah. Hingga malamnya Kulihat berry sibuk mondar mandir
kesana sini, menguhubungi beberapa orang, termasuk bosnya, berbicara dalam
bahasa formal lewat saluran telepon, sesekali membuka leptopnya mencari
informasi tentang danau kaco, kemudian mengkonfirmasikannya ke beberapa orang.
Kami yang lain hanya bisa memandangi nya dari kejauhan, sambil sesekali
cekikikan melihat muka seriusnya berry. Kami yang begitu sangat menginginkan ke
danau kaco, tapi berry sendiri yang nampak sibuk untuk mematangkan persiapan
menuju kesana. Malam itu kami bergitu berharap, harap harap cemas,semoga bisa
ke dano kaco... hingga, datangnya kabar gembira itu, kami jadi ke dano
kacooooooo!!!!! *wuaaa, tengkyu, tengkyu berrryyyyyy :3 *kecupkecupbasaah
si berry yang lelah berpacking ria |
homestay paiman |
kerinci yang cerah dari kejauhan |
Pagi itu kami berkemas, rencana
awal mo packing dan jalan pagi pagi akhirnya jadi molor, lantaran, yaaa, masih
karena alasan yang sama, capek, dan pada males males.
Setelah semua sarapan pagi (yang
menjelang siang), kami mobil kami melaju menuju Dano Kaco. Dari kersik tuo,
butuh waktu sekitar 2 jam menuju desa Lempur Tengah, daerah dimana danau Kaco
terletak.. sekitaran 80-90 km, melintasi danau Kerinci, melewati sungai penuh,
setelah itu berbelok kanan di kecamatan Gunung Raya mengarah ke desa lempur.
Sekitar pukul 13.00 siang kami
tiba di desa Lempur, berhenti di basecamp Pencagura, basecamp dari kelompok
pemuda dan kelompok petani desa Lempur. Di sini kami ketemu kak Said, sang
kapten, dan dikenalkan dengan seorang kawan yang nantinya menjadi guide kami
selama perjalanan menuju Dano Kaco.
left to right : kak yantie, gw, kak said, kak berry, kak essa, and firman |
Setelah melakukan registrasi,
bayar retribusi, kami melanjutkan perjalanan menuju titik tempat mulainya
langkah kaki, menuju pintu Rimba dari hutan tempat dimana danau kaco terletak,
yang berjarak sekitar 5 km dari basecamp Pencagura. Suasana pedesaan terasa
sekali selama perjalanan menuju pintu rimba Dano Kaco. Melewati rumah rumah
penduduk yang hampir sebagian besar di pelatarannya terdapat potongan kayu
manis yang tengah dijemur. Kata kak tisen, guide kami, kayu manis menjadi salah satu komoditas utama
dari penduduk desa lempur. Setelah
melewati rumah warga, kami melintasi beberapa kali pelataran sawah yang dibelakangnya
tersembul bukit bukit kecil hijau nan cantik. Dan diantara bukit bukit itulah
terdapat salah satu hutan dimana dano kaco berada. Medan yang ditempuh pun
ternyata tak sepenuhnya adalah jalanan beraspal. Mendekati pintu hutan, jalan
berubah menjadi jalan berbatu batu besar,dengan sesekali tanjakan yang membuat
kak essa sedikit kesulitan dalam mengendalikan xenianya. Ah, tapi bukan kak
essa namanya kalo gak bisa melewati jalanan ini, sekali gas kepot, lewat lah
jalanan jelek tak beraturan tersebut.
Sekitar pukul 1 siang kami
tiba di pintu masuk hutan dimana dano kaco berada. Setelah kak Tindo memberikan
breafing dan memberikan arahan, bahwa : (1) tidak boleh bicara sembarangan (2)
kencing harus sambil jongkok (tidak boleh berdiri) (3) jalan bareng-bareng n
jangan sampe terpisah (4) kalo ada yang lelah,istirahat, dan instruksi lainnya.
Kami memulai perjalanan kami. FYI, Dano Kaco terletak di jantung dari hutan ini
(gak tau nama hutannya apa),pas di tengah-tengah hutan gitu. Medan yang dilalui
dominan jalanan datar berlumpur, hanya sesekali menanjak namun bukanlah
tanjakan yang berarti. Menuju Dano Kaco yang berjarak 9 km dari pintu rimba
dengan durasi 3-4 jam jalan kaki kecepatan sedang, pejalan akan menemui banyak
pohon-pohon yang sudah berusia puluhan tahun, melintasi banyak hutan bambu (
diawal dan ditengah-tengah trekking),dan sekali menyeberangi sungai yang punya
aliran deras (lucky us, kala kami ke situ, udah ada jembatan bambu kecil yang
dibikin sama om om tentara). Ada dua titik shelter yang dilewati sebelum tiba
di dano kaco.
breafing before begin trekking |
diawal trekking |
shelter 1 |
buah merah hutan (gak tau apa namanya), yg termasuk dlm golongan 'berry2'an yg bisa jadi pengurang dahaga |
Sepanjang 3 jam, 9 km trekking
maen gelantungan di akar pohon |
di gerbang bambu yang konon adalah pintu masuk menuju kerajaan 'dunia lain' |
one of the hardest part, nurunin jurang kecil yang curam |
Sekitar pukul 2 siang kami
tiba di shelter 1. Menurut kak Tisen, kecepatan jalan kami bisa dikatakan cukup
cepat sehingga perkiraan 3 jam kami bisa tiba di dano kaco. Dan ternyata benar,
sekitaran pukul 16.00 kami tiba di Dano Kaco... setelah melalui jalanan
panjang, terjerembat lumpur, melintasi sungai, menuruni jalanan yang nyaris
seperti jurang yang curam, bergelantungan menyebrangi celah, menegak air bambu,
dan segala upaya lelah berpeluh keringat, tibalah kami di DANO KACOOO..
speechless liad penampakan biru tenang dari kejauhan. Seakan ada magis yang
menghipnotis mata kami saat pertama melihatnya... cantik. Banget. dan gak sia
sia kami mengambil langkah kami. What should I say??? Cantiiik
bangeeeettttt..... banget, banget... ada unsur antara ketenangan, keanggunan,
yang dengan nuansa mistisnya menarik untuuuuukkkk... nyebuuuuurr! *haha
Setelah cukup beristirahat,
menyeruput coklat Cacao hangat dari berry, dan menikmati sepotong semangka
merah segar, gw, kang usman, kak yanti ditemani kak Tisen, Degum dan Tindo
nyeburr deh ke dano kaco. Beeeuuuh, rasanya, hm, apa ya??? Seger, seger banget,
banget banget.. lebih seger daripada nyemplung di kolam renang, lebih seger
daripada nyemplung di laut (kalo di laut, kayaknya lebih asin deh rasanya).
Nyemplung, nyemplung sambil minum air. Nah, di dano kaco ini lah Sambil
Menyelam Minum Air adalah sangat disarankan. Airnya, segar, langsung dari
sumber mata air yang keluar dari bawah danau dan dari sumber mata air di dekat
Dano. Bahkan, bagi masyarakat sekitar, Air Dano kaco ini dipercaya punya banyak
khasiat. Buat obat, buat ngurangi sakit rheumatik, dan buat awet muda.
Percaya??, hm, bisa faktor sugestif, tapi bisa juga iya. Why?? Ya karena airnya
adalah mata air,’air sumber’ kalo kata orang jawa bilang. Dan menurut penelitian yang udah pernah dilakukan
(entah siapa), ternyata air di dano kaco ini punya kandungan mineral yang
tinggi. that why juga, itu yang bikin dano kaco berwarna biru, biru bangeet.woooh,
makanya air nya lebih berkhasiat dibandingkan air biasa.
Mendekati pukul 5 sore, kak
Tisen memngingatkan untuk kami segera bergegas. Mentas, ganti baju, dan
kemudian pulang. Seperti yang om om tentara ingatkan, bahwa kami harus beranjak
pulang sebelum matahari terbenam karena tempat ini masih sedikit disakralkan.
Bahkan awalnya kami gak dibolehkan nyemplung ke dano. Tapi pembelaannya kak
Tisen dan kak Said adalah,”insyaallah udah di’sterilkan’koq, udah di’buka’
karena tentara mo masuk, pun kan niatnya gak aneh-aneh”. Hm, gw cuman manggut manggut. Memang sih, suasan magis nya
masih kerasa banget, untung indra gw blunt gitu, jadi gak bisa lah ngrasa dan
ngeliat hal-hal aneh.
Tepat jam 5 sore,kami mulai meninggalkan dano Kaco, dengan urutan di depan
Degum dan Tindo, kak essa, kak adi, kak yanti, firman, usman, gw, berry, dan kak Tisen sebagai
sweepernya. langit mulai gelap ketika kami melewati shelter 2. Kami semakin
bergegas melangkahkan kaki. Tak seperti saat berangkat yang jalan jalan santai
dan sambil banyak bercanda, saat pulang kami menjadi lebih waspada. temaramnya
senja dan suara suara serangga hutan membuat suasana menjadi setengah mencekam.
Kami bahkan melangkah dalam jarak yang rapat, tak pernah berjauhan. Sungguh,
suasana hutan senja itu tak mengenakkan, tapi kami lebih banyak memilih diam,
*eh,tapi tetep si sesekali becandaan ^^.
Waktu menunjuk pukul 7 malam
ketika kami tiba di pintu rimba dano kaco. Fyuuuh, alhamdulillah, legaaaa. Dari
pintu rimba, kami kembali ke basecamp Pencagura, bebersih, istirahat, dan
tentunya, ngobrol ngalor ngidul. Kak Adhie, sambil duduk selonjor manis
dipijitin sama temen pencagura karena kakinya yang keseleo banyak bercerita
tentang perjalanan kami hari itu.”kali
tadi gak ada yang denger ya? Waktu tutut sama yanti ganti baju.. suara
perempuan, ketawa gituuu..”cerita kak Adhie. Kami menyimak.”beneran deh,
tadi gw denger, jelas banget,suara perempuan ketawa gitu. Makanya gw suruh
tutut ama yanti cepet-cepet ganti bajunya”. Tiba-tiba bulu kuduk udah berdiri
duluan..”truz waktu kita mo cabut, gw liad ada perempuan pake baju jawa gitu,
warna orange... mungkin itu ya putrinya yang diceritain sama Tisen??’kak Adhie
mengkonfirmasi ke temen2 pencagura. Memang, kalo dari ceritanya, jaman dulu tu
disekitar situ ada Kerajaan gitu. Nah, suatu ketika ada ekspedisii dari
prajurit-prajurit gitu dan ditemuin lah itu Dano Kaco, nah Dano kaco itu dipake
buat mandi Putri Raja dari Kerajaan gitu. Makanya kita gak bolehin mandi kalo
dah sore, katanya kalo sore, dipake buat si Putri mandi. Mungkin emang itu juga
yang diliat sama kakAdhie. Truz katanya juga kenapa warna nya biru adalah
katanya suatu waktu si Putri mo dilamar, truz dia bikin sayembara, dilemparnya
Berlian dia yang warna biru ke dalam dano, siapa yang bisa ambil, dia yang akan
jadi suaminya, dan ternyata gak ada yang bisa ambil. Itu makanya dano nya
warnanya biru. Haha, cerita rakyat euy. Kak Tisen kemudian melanjutkan cerita
lain tentang dano kaco. Seru kalo dengerin cerita rakyat yang sedikit
mengandung unsur mistis. Jadi ceritanya itu, di suatu jaman yang belum lama
ini, seorang di desa dapet mimpi, bahwa dibawah Dano Kaco ada suatu harta karun
atau apalah itu yang berharga. Dihari berikutnya, dia bercerita ke
kawan-kawannya tentang mimpinya, kemudian dilakukanlah suatu misi, yaitu
menguras isi dano kaco. Dahulu, katanya dano kaco itu dalam sekali, karena dari
sumber mata air, gak ada aliran keluar. Nah si bapak inilah yang mencoba untuk
‘menguras’ dano kaco dengan membuat
aliran keluar (sekarang ada jejas air mengalir keluar)macam parit gitu. Dan apa
yang terjadi??tiba-tiba air dano meluap, dan banyak yang kemudian terseret dan
tenggelam, hanya satu orang yang selamat, dan masih hidup sampai sekarang. Dan
sampai sekarang, tak berani dirinya sekalipun
datang ke dano kaco. Iih, sereeemm.
Satu persatu dari kami lainnya pun akhirnya buka
suara tentang pengalaman kami. Gw sih gak punya indra yang kayk gituan, jadi
cuman bisa ngerasain kalo suasananya horor aja, sama seperti yang lain. Beda
dengan kak Adhie dan Kak Tisen, yang selama perjalanan pulang beberapa kali
melihat hal yang aneh-aneh. Mulai dari liad raksasa besar di gerbang
bambu-bambu (yang katanya itu pintu masuk menuju suatu kerajaan), liad
kakek-kakek berbadan bungkuk di dekat pintu masuk, hingga dengar suara-suara
aneh. Brrr.... tapi, ya namanya juga hutan, yang penting kan tetap bersikap
dengan etika yang baik. I love to come in this place, dengan hikayat ceritanya,
dengan medannya yang banyak mengundang tawa, dan dengan dano nya yang cantik
yang saking cantiknya gak bisa digambarkan dengan kata-kata. Bagaimanapun, one
of place u have to visit before u die... haha
Tidak ada komentar:
Posting Komentar