Sabtu, 07 Juni 2014

Celebes pu Cerita (8) : Toraja - Kearifan pada Kematian


Celebes pu Cerita (8): Toraja - Tanah para Leluhur 

“Berteriak lantang, aku selamatkan kau
Berteriak lantang, aaaakuu selamaaatttkaaannnn kauuuuu
Beri tanda, aku datang, menjemputmu, menjemputmu
Beri tanda, aku datang, menjemputmu, menjemputmu”
(Sheila On 7, Menyelamatkanmu)

H7 : Jumat,16 Mei 2014
Lagu Sheila on 7, Menyelamatkanmu berputar nyaring dari dalam mobil. 2014, tapi masih ada ternyata mobil yang pake ‘kaset pita’ untuk memutar musiknya, hingga jadilah kami selama perjalanan hanya mendengarkan lagu dari album pertama Sheila on 7 berulang-ulang. Suasana kembali menjadi ceria dengan lagu-lagu Sheila setelah sebelumnya terasa canggung lantaran gw ama diah marah-marah sama kakAnto  gegara anak-anak yang bangun siang dan kami kesiangan. “katanya jam 7?jam 7 wib?oh, jam Indonesia denk…”kata gw ketus ke kakAnto yang menghampiri gw ama diah yang bermuka kecut di beranda basecamp gmki palopo. “iya,sori, sori, ya udah, yuk jalan…”kata kakAnto gak berani banyak bicara ketika waktu sudah menunjukkan pukul 09.00 siang. Tapi kemarahan itu gak berlangsung lama, gak lucu juga kalo jalan-jalan sambil marah-marah, haha… (*resiko jalan sama cewek2 Taurus, sekali marah, nyruduk beneran :p ). 

Jalanan berliku menembus bebukitan palopo bagian utara yang sama dengan yang kami lintasi tengah malam dua malam lalu menjadi pemadangan sepanjang perjalanan menuju Toraja. pemandangan yang berbeda dengan yang kami lihat malam hari, pepohonan hijau nampak rapih lebat menutupi bukit –bukit di jalan poros Palopo –Toraja ini. sesekali air terjun – air terjun mungkin mewarnai pemandangan di tikungan-tikungan jalan. Daerah yang dikenal dengan nama Bambalu ini punya banyak air terjun dan sungai sungai dengan air jernih yang mengalir dengan lembutnya.
 Satu setengah jam waktu yang ditempuh aidil (dengan ngebut gila-gilaan) untuk bisa tiba di Rantepao. Pasar Bolu Rantepao menjadi tujuan pertama kali (sekian lewat gitu ceritanya). Kata anak-anak, kalo lagi hari pasar (ada tanggalan tersendiri), pasar Bolu rantepao ramai oleh orang-orang yang jual-beli kerbau. Beruntung hari itu adalah hari pasar, ramai bangeet. Jalanan pun menjadi super macet oleh mobil,pete-pete, dan kendaraan yang melintas. Sempat kami berhenti di tepian jalan, membeli sekantong manggis dan duku (kalo kata anak-anak bukan duku, tapi langsat karena keduanya beda. Bagi gw, afit,diah yang orang jawa ini namanya ya duku. *hedeh,berdebat lagi haha).  Murah ternyata, manggis sekilonya 10.000 dan duku/langsat yang sekilonya juga 10.000. 
 
foto edited by diah, from traveling diah.blogspot.com
Kete' Kesu
dari pasar Rantepao, berjarak 12km kami tiba di daerah wisata Kete’ Kesu, sebuah lokasi wisata yang terkenal di Toraja. di bagian muka, 6 rumah tongkonan dengan 12 lumbung padinya menyambut kedatangan kami. “waaaa.. caantikkk bangeet…”kata gw terkagum. Seorang laki-laki tua asli Toraja nampak duduk-duduk malas disebuah lumbung padi. Darinya gw sedikit banyak gw dapet cerita ini. Tongkonan yang ada di Kete’ Kesu merupakan  salah satu tongkonan tertua di Toraja. ada 6 tongkonan dengan 12 lumbung padinya yang berusia ratusan tahun. Lumut-lumut yang tumbuh lebat di atapnya dibiarkan begitu saja, menunjukkan bahwa tongkonan ini benar-benar tua.
Berjalan ke arah dalam kete’ kesu, kami menemukan tebing tinggi dengan banyak tengkorak-tengkorak dan tulang tulang manusia bertumpuk-tumpuk dalam kayu-kayu yang dikerok menyerupai lesung padi. Ada dua jenis lesung, yang satu dengan bentuk kepala kerbau yang itu berarti tulang belulang satu keturunan ibu, dan satu dengan bentuk kepala babi yang itu berarti tulang belulang satu keturunan ayah. (ra paham asline). Selain tulang-tulang yang dikubur/ditaroh di tebing-tebing (erong namanya),  ada pula perkuburan yang berbentuk rumah. Katanya sih kalo jaman dulu jenazah emang ditaroh ditebing, tapi semakin ke sini, jenazah disimpan di dalam ‘rumah’rumahan’, yang orang Toraja menyebutnya sebagai Patani. Bentuknya, ya pércis kayak rumah gitu. Di bagian depan rumahnya biasanya ada patung yang menyerupai manusia, atau disebut Tau-tau. bikin patung kayak gitu pun gak sembarangan, katanya untuk membuat Tau-tau keluarga harus memotong 20 ekoran tedong (bahasa Torajanya Kerbau) sebagai persembahan. Waktu gw nanya ke temen gw yang orang toraja,”kenapa sih orang toraja kalo mo pesta pemakaman harus potong banyak tedong?”kata temen gw,”menurut kepercayaan orang toraja, Tedong itu adalah kendaraan yang dipakai orang mati untuk menuju akhirat. Semakin banyak tedong yang dipotong, maka arwah orang mati itu akan lebih cepat sampe di akhirat”begitu katanya. Gw cuman manggut2, tapi gak bisa bayangin itu berapa habis biaya untuk acara pesta pemakaman. satu ekor Tedong di toraja harganya bisa berkisaran 20 juta sampe ratusan juta. Aiih maaak, 20x20 juta aja udah 400juta dan itu uang semua??gilaaa……. tapi hikmahnya, ‘katanya’ nih orang Toraja jadi kerja keras gitu, merantau demi puluhan juta uang buat persembahan untuk keluarga yang meninggal (woooh…).satu cerita tentang orang Toraja, dan berbagai sejarahnya, uniiik. 

Londa
Berpindah dari Kete’Kesu, kami melaju ke Londa, yang juga merupakan area kuburan tebing. Di satu tebing, dari bawah ampe atas isinya tengkorak dan tulang belulang manusia. ditebing batu bagian bawah terdapat goa dengan kedalaman sekitar 15 meteran dengan dua lubang masuk. Di dalamnya pun berisi tulang belulang manusia toraja. waktu gw nanya, kenapa orang Toraja dikubur di tebing, kata pak… guide kami mengatakan,”toraja tu daerah pegunungan dengan banyak bukit dan tebing tebing tinggi. Gak dikubur di dalam tanah karena tanah masih menjadi lahan yang subur untuk bertani. Maka, menguburkan di tebing menjadi pilihan.”. dari temen gw yang orang toraja, katanya begini….. (blabla). “emang semua orang toraja dikubur ditebing gini ya?” Tanya gw lagi. “ya sekarang sudah banyak yang beralih dari kuburan batu ke kuburan rumah, dan gak semua orang dikubur di Londa sini. yang dilonda sini hanya satu garis keturunan dari marga….”jawab pakGuide menjelaskan. “mbak ntar liad keluar, di bagian tebing yang paling tinggi pun ada tengkorang tengkorang yang diletakkan.. semakin tinggi kastanya, maka biasanya rangka2 manusia tersebut akan diletakkan di bagian tebing yang lebih tinggi dan paling tinggi”kata si bapak lagi. Gw amaze waktu liat tengkorak yang nampak dari jauh diletakkan di tebing yang paling tinggi. “wuidiii…. Itu pake apaan ya narohnya di sana? mungkin jaman dulu udah ada atlet wall climbing kali ya? ato pake tangga bamboo???”gumam gw bertanya2 dalam hati. banyak banget pertanyaan dalam otak gw, beda suku, beda budaya, unik aja. “kalo bapak sendiri besok kalo mati dikubur di sini?”Tanya gw lagi (hobi banget nanya) katanya si bapak ni yang juga satu marga dengan semua tengkorak2 di sini, cuman kastanya aja yang renda. “dalam satu marga ada banyak fam, ada yang fam dengan kasta yang tinggi dengan kasta yang rendah. Kalo saya si kastanya rendah. Tapi mungkin gak di kubur di sini, soalnya sudah penuh, tapi gak tau juga”kata si bapak menjelaskan (semoga gw gak salah mengutipnya).. ada nada rendah diri padanya ketika mengatakan bahwa dirinya berkasta rendah. “kalo yang kasta tinggi mana ada yang mau jadi juru lampu kayak kami ini mbak. Saya cuman petani,tapi ini juga sudah jadi pekerjaan pokok saya sejak masih kecil. Ya segini-gini aja sih penghasilannya.”katanya kemudian dengan kesan bahwa pekerjaan seperti itu hanyalah pekerjaan rendahan. Gw manggut-manggut, hanya agak gak sreg dengan nada bicara bapaknya yang rendah diri. Menurut gw gak ada itu istilah pekerjaan rendahan, selama kita kerja dengan baik, kita suka dengan pekerjaan itu, dan kita gak makan uang orang, gak ada masalah. Rejeki kan tuhan yang kasih, tergantung kita mo mengusahakannya atau enggak. Banyak dan sedikit tu relative, kaya dan miskin juga relatif, yang penting kita mensyukurinhya (*tsah,sok bijak). Tapi bener deh, Its depend how we love our job. Gak ada yang salah dengan pekerjaan apapun selama gak makan uang orang dan merugikan orang lain. padahal guide tu keren lho, oneaday ago, gw ketemu orang kayak si bapak, di suatu tempat wisata, uangnya juga gak banyak, tapi dia begitu mencintai pekerjaannya, dan dia senang dengan pekerjaannya karena dia bisa menceritakan dan mengenalkan budayanya pada orang lain dan dia bisa mengenal banyak orang dari banyak tempat. See? Its depend on our prespective bout life.

“coz its depend on our prespective bout life” –dee,2014

Gak kerasa waktu sudah menginjak sore. Asik juga denger cerita orang, lebih asik kalo ngliat barang-barang yang dijual di toko-toko cideramata yang bertebaran di daerah tempat wisata Londa, yang sebenernya gak jauh beda dengan di Kete’kesu. Ada berbagai macam miniature tongkonan, ada kerajinan pahat kayu, ada kain tenun kain tenun khas toraja, ada baju adat toraja, ada kaos,tas,gantungan kunci dan banyak hal yang bertuliskan toraja dan khas toraja. perut yang keroncongan pada akhirnya mendorong kami untuk segera berpindah mencari makan siang yang udah kesorean. “kakak… makanan khas toraja apaan ya? yang kira2 halal gitu…”Tanya gw ke seorang penjual cideramata yang nampak welcome dan ramah.”hm.. apa ya?”katanya berpikir keras.”pa’ piong mbak.. nasi yang dimasak bamboo, tapi Tanya aja cari yang isinya daging ayam atau ikan, karena banyak juga yang jual isinya daging babi”katanya lagi. Pa’piong makanan khas Toraja, mirip nasi bamboo. penasaran aja dengan makanan khas toraja. tapi ternyata, gak gampang nyari yang namanya pa’piong. Setengah mati udah puter-puter pasar Rantepao tapi tak ada satupun yang menjual makanan itu, udah susah, kata orang orang jarng banget ada yang jual pakpion isi ikan. Kami pun menyerah dan terpaksa makan’apa aja’ yang penting warungnya ada tulisannya,”warung makan muslim”. 


Bukit Sikka
Berlanjut dari makan siang kami meluncur menuju satu lagi lokasi wisata. Gak terlalu rame, apalagi hari sudah nyaris menginjak senja. Bukit sikka namanya. Sebuah bukit kecil yang dari sana kami bisa melihat luasnya hamparan kota Rantepao yang tepiannya masih banyak ditanami padi. Sederetan anak tangga menyambut kedatangan kami. awalnya agak males-malesan buat naik (sudah cukup naik latimojooonggg), dipikirnya bisa sampe puncak nya dengan mobil. Eh, ternyata harus jalan kaki lagi. Katanya lagi, ada 500 anak tangga yang harus dipijak untuk bisa sampe di puncak bukit sikka yang tengah dibangun tanda salib berukuran super besar.  “ayoooo..kita lomba hitung. Siapa yang bener itungannya” dan kamipun beradu, “satu, dua, tiga masing masing menghitung sendiri.”gw berdiri di pijakan anak tangga ke-50 menurut hitungan gw. “lima puluh… ni di sini”kata gw sampe pertama menginjak pada salah satu anak tangga. Dan ketika yang lain menyusul, loooh, koq anak tangga ke-50nya mereka satu tangga di bawah gw??? hosh,hosh, baru 50 hitungan aja udah salah. Udah capek, salah pula, sudahlah lupakan menghitungnya, yang penting sampe. Dan ternyata capek juga buat jalan sampe bukit sikka.*hosh,hosh,hosh. Tapi capeknya terbayar, ketika pemandangan kota Rantepao nampak jelas dari bukit sikka. Hamparan sawah mewarnai salah satu sisi. Gunung sesean pun nampak jelas dari kejauhan. Ah, sayang belum sempat ke Sesean. 
waktu mulai tanjakan

gunung sesean, gunung tertinggi di Toraja
Hari semakin gelap, dan kami segera bergegas turun kembali. Bahkan menuruni anak tangga saja paha masih terasa sakit (sisa,sisa Latimojong). Bocor yang melihat gw jalan setapak demi setapak lamban malah menarik tangan gw mengajak lari…” aaah…. Bocoooorrr……!!!!”teriak gw kenceng2, terbawa lari setengah kesakitan. Usil banget ni bocah dah.
Matahari perlahan tenggelam ketika mobil mulai bergerak kembali ke Palopo. Suasana menjadi lebih tenang dan senyap. Hanya suara music yang berputar dari dalam mobil. Gak kerasa harus hari sudah berakhir, waktunya kembali ke Palopo dan melanjutkan perjalanan ke Malkasar. “wa… udah harus pisah ya sama anak-anak??hua… gak mau pisah, gak mau….”kata diah merajuk. “huhu…iyahhh.. gak mau pisaahhh.. huhu, udahan ya maennya??huhu”kata gw menambahkan mendayu-dayu, dan koor tangisan yang dibuat buat antara gw dan diah menggema di dalam mobil..”huuuu…huuu..huuuks..hukks….” kata kami. tetap saja ada rasa sedih tersisa setelah berhari-hari spending time together. Satu per satu kawan yang didalam mobil tertidur dalam goncangan mobil yang dibawa kencang oleh Aidil kribo. Bocor yang tertidur bersandar di bahu gw pun gw biarin aja,”Lekas baik ya Cor, semoga lo lekas lekas moveOn…”gumam gw ke Bocor. Huaaa, harus pisah sama bocoor… sesampai di basecamp kawan-kawan palopo berkumpul, minus Rendi dan Yusar yang sudah pulang ke kampungnya. Lepas berkemas kami berpamitan dengan kawan-kawan palopo, Kamal, Awall, kakAnto, Sere, Bocor, dan Kribo. “sini… peluk… pelukk..”kata gw ke anak-anak merentangkan tangan ngajak pelukan. lebih suka pelukan, lebih anget, dan lebih kerasa kayak sodara. :”bocor… harus cepet moveOn yaah..bocor kan beruntung ditinggal pacar dapet kita bedua, tapi bocor jangan sedih ya ditinggal tutut sama diah… kan Di..?”kata gw ke Bocor sambil nglirik diah, ngKode buat meluk Bocor barengan.”kita peluk bocor deh berdua…”dan secara kompakan kami bedua meluk si Bocor. Dan bocor pun salah tingkah, tersipu. Hah, bocor, such a funny guy, paling gak banyak bicara dah di kelompok, tapipaling banyak ngHabisin makanan kelompok, haha.  (010614 22.04)
*thx for people from Palopo, Awall,Kamal,kakAnto,Aidil,Rendi,Yusar,Bocor,Sere for time we spent together


Di saat kita bersama, di waktu kita tertawa menangis merenung oleh cinta
Kau coba hapuskan rasa, rasa dimana kau melayang jauh dari jiwaku, juga mimpiku
Biarlah biarlah… hariku dan hari mu…
‘terbelenggu satu,lewat ucapan manismu
dan kau bisikan kata cinta
Kau tlah percikan rasa sayang
Pastikan kita seirama
Walau terikat rasa hina

(Sheila on 7, Kita)




Tidak ada komentar: