Jumat, 06 Juni 2014

Celebes pu Cerita (6): trully Unexpectable Moment I ever Had

Celebes pu Cerita (6): So Unexpected Trip 

“12 hours we spent on motocycle, riding from enrekang to palopo across tana toraja and north toraja, and that’s so un expectable moment I ever had” tutut, 2014
H5 : Rabu,14 Mei 2014
Indonesia itu Indah. Enrekang itu Kaya, dan Latimojong itu Luarbiasa (capeknya). Rasa lapar yang mendera kami padamkan segera ketika pada akhirnya kami tiba di basecamp kami di dsKarangan. Lagi-lagi mie instan menjadi menu andalan yang mudah dan cepat untuk disajikan. Rasa lelah kami lampiaskan dengan bermalas-malasan dalam waktu yang cukup lama di basecamp. Teh hangat dan beberapa biscuit ringan pun langsung lenyap seketika menemani kami beristirahat. Huuffff, akhirnya, setelah dua hari dua malam selesai juga perjalanan latimojong kami. 


Cukup beristirahat, bermalas-malasan, berkemas ulang, Coret-coret basecamp untuk meninggalkan jejak bahwa,”we’’ve been here’, dan mandi-mandi di sungai yang airnya dingin, seger, bin jernih (*berasa kayak gadis desa dah) sekitar pukul 14.00 siang kami melanjutkan perjalanan pulang. (naek motor lagi???hedeeeeh.. -_-“ ). Rencana antara gw, diah, dan afit menjadi berubah gegara hasutan anak-anak palopo ini,”kalian abis latimojong mo ke mana?’tanya anak palopo. “rencananya sih sehari di Toraja, sehari dua hari di makasar”jawab gw. “udahhh, maen ke palopo aja dulu… kan kelar latimojong masih hari rabu”kata seseorang. “iya, main ke palopo yuk, ntar kami bikini Kapurung. Belum pernah makan Kapurung kaan?’ hasut satu yang lain. “iya, maen ke palopo aja, mo naek gunung sekalian juga bisa? “kata yang lainnya. Gw ngliat si afit dan diah, saling pandang. Tiba-tiba bimbang. Hasutan yang muncul sejak sebelum kami mendaki latimojong. Bahkan ada hasutan lain,”abiz latimojong apa mo summit dua gunung lagi? Gunung Sesean, gunung tertingginya toraja, sama gunung di Palopo?”. Gw ketawa, rencana naik gunung latimojong jadi merembet ke gunung lain. diah ama afit pun ketawa,”satu gunung aja belum kelar, mo tambah dua gunung… liat dulu deh ntar abis dari latimojong” jawab afit dan diah kompakan waktu masih di Pos1 sebelum summit puncak Rantemario menjawab ajakan anak-anak palopo. Kebimbangan masih terus berlangsung bahkan hingga kami hendak meninggalkan desa Karangan. “palopo deket koq, cuman 1 jam doank dari Toraja”kata Awall. Satu kalimat dari Awall yang perlu digarisbawahi, dan diberi tanda tebal, dan kemudian dikasih tanda kutip, dan diakhiri dengan satu tanda Tanya dan banyak tanda seru (*PALOPO HANYA SATU JAM DARI TORAJA?!!!!!!!). Satu kalimat, yang diakhir kami simpulkan bahwa ‘orang palopo itu, kalasi! pabotek! abu nawas, dan super PHP!!!’ haha.. satu kalimat yang dari situlah kami, dengan polosnya mau-mau aja ikut ke Palopo.
cuci motor ditengah jalan waktu abis lewat lumpur2

Lima jam waktu yang kami tempuh dari desa Karangan hingga tiba di kecamatan Baraka. Awan mendung menggelayut rendah pada hampir sebagian besar perjalanan kami hingga Baraka. Beruntung hujan tidak turun dengan derasnya. Sekali lagi, perjalanan menembus jalanan berlumpur dari Desa Karangan hingga mendekati kecamatan Baraka kami tempuh, dengan jatuh bangun dan penuh tawa. Dari Baraka, motor terus melaju melintasi jalan berliku menuju Tana Toraja. Bebukitan hijau dan tebing-tebing batu tinggi mewarnai pemandangan pinggiran kota Enrekang. Temaramnya cahaya senja tak menutupi warna kesibukan masyarakat Enrekang yang sibuk dengan tumpukan sayur mayur dan hasil kebun yang nampak berton-ton siap untuk dijual. Ah, sebuah negeri yang kaya. Kagum banget lihat  bertumpuk-tumpuk besar sawi, berton-ton wortel, kubis atau sayur hasil perkebunan masyarakat. dua jam perjalanan dari Baraka, tiba lah kami di di sebuah gapura dengan hiasan tongkonan berukuran besar yang menandakan bahwa kami telah berada di Tana Toraj. Fuuh, jauh juga. rasa lelah sudah menumpuk, namun rasa girang tak bisa disangkal ketika kami melewati banyak rumah-rumah dengan tongkonan-tongkonan yang melengkapi rumah mereka. Cuman Toraja yang punya Rumah Tongkonan. Berhenti sesaat di gerbang masuk ‘selamat datang’ Tana Toraja, kami memuaskan diri mengabadikan gambar di sana. Bulan purnama menambah kesempurnaan malam itu. Bulan purnama yang bertepatan dengan Waisak sebuah perayaan hari besar umat budha. Bulan purnama yang cahayanya selalu membuat gw terpana, terpesona, bahwa malam yang lelah itu tak membuatku kecewa *suka.

at gerbang selamat datang Tana Toraja. photo by diah nurrayni
 

Dari Tana Toraja, motor melaju dan tepat pada tengah malam, kami tiba di Rantepao, Kabupaten Toraja Utara. Rasa lelah sudah tak bisa ditahan lagi, keceriaan perlahan sirna dari raut muka satu persatu kawan, diperberat oleh rasa kantuk dan lapar. Sebuah warung makan pinggir jalan kami singgahi di Rantepao untuk memenuhi perut yang mulai keroncongan. Beruntung bisa menemukan tempat makan, yang ‘insyaallah’ halal, ditempat yang susah nya buat dapet tempet makan halal,(*yang jual orang bugis kiek!). “Palopo masih jauh gak pak?”Tanya gw ke Kamal. “60 km lagi..”katanya singkat. “apaa??60km??lagi?damn, itu solo-yogya. Jalan mulus aja 2 jam baru sampe? Ko bilang sejam dari Toraja?omong kosong..”kata gw meledak kaget kalo ternyata palopo masih jauh. “kalo dari enrekang ke toraja jalannya bebukitan, ntar dari sini ke Palopo jalannya menurun koq. Jadi bisa lebih cepat”’, kata Kamal lagi menjelaskan,tapi gw gak percaya. Yang gw ngerti, Palopo tu daerah pesisir, berbeda dengan Toraja dan Enrekang yang merupakan daerah pegunungan dan bebukitan, jadi kemungkinan untuk melewati banyak lembah untuk bisa sampai di Palopo tu masuk akal banget. dan ternyata benar, ketika sudah mencapai perbatasan Rantepao Palopo, berpuluh puluh bukit dengan banyak lembah menyambut kedatangan kami.  cahaya-cahaya lampu kota Palopo nampak gemelap dari kejauhan. “itu kota palopo? Bah… lo bilang sejam? Gak mungkin banget… bisa berjam-jam ni sampe palopo.”kata gw. malam menjadi semakin gelap. Dan lucunya, gak ada itu satupun penerangan jalan. Ini yang bikin tanda Tanya, jalanan antar kabupaten tapi gak ada lampu jalan sama sekali, dengan jalan yang kanan kiri hutan dan jurang?gila, bahaya banget. parahnya lagi, satu motor dari 5 motor kami gak ada lampunya!! (nekat!). bisa dibilang, ini benar-benar riding yang gak save sama sekali. Empat dari 5 motor gak ada plat motor, semua pembonceng gak berhelm, motornya motor2 yang udah bongkar rakit,tanpa pelindung kepala, tanpa pelindung muka, tanpa pelindung tangan, brrrr.. dingin plus angiinnya, gila-gilaan. Beneran gak nyangka akan melakukan perjalanan ini. sial-sialnya lagi, tiba-tiba motornya kamal mogok di tengah hutan, 20 km jauhnya sebelum sampai Palopo. Awal mula gejalanya sih motor suka tiba-tiba mati, tapi masih bisa dinyalain kembali, sampeee pada satu titik motor benar-benar mati dan tak bisa menyala kembali. And what we do??? Jadilah satu motor mendorong motor yang mati, sejauh 20km pada jalanan menurun. Kalo pas lagi menurun, motor meluncur tanpa mesin dengan kecepatan bisa lebih dari 40km/jam, di tengah malam, di tengah hutan, oleh orang-orang yang benar-benar gila. Sounxpected moment I ever had. Hanya saja, gw gak nyangka, kami masih bisa tertawa di keadaan yang sedemikian rupa, baku balap, tertidur di motor, 'polo'-'polo'(polo = peluk, papua language,red) kuat waktu si diah ketiduran dimotor, nyaris jatuh karena driver yang ngantuk, dorong-dorongan motor, entah kenapa menjadi warna di lelah dan capeknya malam itu, hingga akhirnya kami tiba di sini, di tempat yang kami tak rencanakan sebelumnya, ditempat yang tak kami kenal sebelumnya, ditempat yang benar-benar tak terduga, PALOPO.
“bulan purnama, hembusan angin, jalanan malam dan sebuah kisah perjalanan 11 anak manusia, enrekang-palopo”
(310514 01.28)

Tidak ada komentar: