Jumat, 06 Juni 2014

Celebes pu Cerita (5) : RanteMario - and finally my 2014's Resolution no.2 is Done!!

Celebes pu Cerita (5) : Rantemario 3478 mdpl Puncak Tertinggi Celebes
,”kalo di rinjani ada yang namanya 7 bukit penyesalan. Kalo ini,namanya Unlimited Bukit Penyesalan… kampreett!!!”
Afit,2014
H4 : Selasa, 13 Mei 2014
Dinginnya Pagi & Arti sebuah Semangka
Suara  gemericik air hujan terdengar lembut jatuh membasahi tenda kami. gerimis tak kunjung berhenti semenjak semalam. Berharap gerimis segera reda sebelum kami melanjutkan perjalanan menuju pos pos berikutnya. “Woyy… bangun, banguuun…” teriak seseorng dari tenda sebelah sambil mengguncang-guncang tenda kami. “haizzz… siapa sih ini? mengganggu sekali.. masih mengantuk ini..” gerutu gw. udara terasa sangat dingin, lebih dingin disbanding waktu di Karangan. Matras pun tak mampu menahan lembab dan dinginnya tanah pos 5. Waktu sudah menunjukkan pukul 06.00 pagi waktu Indonesia bagian pos 5 latimojong dan Diah langsung bangun bergegas mencari kompor berencana untuk membuat ‘nutrigel birthday’nya  yg rencana akan dinyalakan di puncak Rantemario. Rencana yang pada akhirnya batal lantaran kami terkena badai waktu di Puncak. “wohoiii… bangun, banguuun… su siang ini” teriak seorang lagi, kali ini mengguncang-guncang tenda sebelah. Betul adanya, cahaya sudah cukup terang untuk beranjak dan beraktivitas. Satu persatu bangkit dan segera mempersiapkan sarapan paginya, kopi, susu, dan snack ringan menjadi pembuka sebelum sarapan pagi dimulai. Aidil dan Sere mendapat tugas untuk mengambil air di sumber air ditemani Kamal dan gw yang penasaran sejauh apa sumber air di pos 5. Dan ternyata, 500 meter itu, jauh banget. lumayan lah, pemanasan sebelum trekking, dengan medan yang licin, menurun,dan banyak terhalang oleh pepohonan yang su lama tumbang dan tentu saja, lumut dimana mana. Tapi  hal ini menjadi tak ada artinya ketika sudah sampai di sungai yang menjadi sumber air kami. cantik banget aliran sungainya!!! Aliran sungai yang beradu menerobos bebatuan yang licin oleh tebalnya lumut menyeruak diantara lebatnya pepohonan. Udara yang dingin menjadi tak seberapa disbanding dengan dinginnya air sungai yang jernih dan deras menyerupai air terjun kecil lantaran mengalir dari susunan batu bertingkat. “brrrr… gilaaaa, dingin banget!!! ini mah lebih dingin daripada air es di freezer rumah ni”kata gw ketika mencelupkan tangan ke dalam air. aidil ketawa,”ayo… coba mbak masukin tangan selama 5 menniiitt saja, berani gakk??” kata aidil menantang. “ah… ogah. Elo aja dah. Sana gih, coba, ntar kalo tahan 5 menit gw traktir dah”kata gw ngajak taruhan.”ah, mbak aja ya.. 2 menit deh…”tawar Aidil, tapi gak ada satupun yang mau. Masukin tangan sebentar aja udah beku, apalagi mo dua menit. Kami pun membatalkan taruhan, memilih untuk segera membersihkan diri cepat-cepat, sikat gigi,dan mengisi air pada botol-botol bekal. Tapi, meski dingin, air yang diperkirakan bersuhu sekitar -30C ini seger banget buat cuci-cuci muka. Lumayan lah biar muka kusut jadi agak segerannnn *hii, meringis. 
 



sumber air pos5
 
Cukup mengisi perut, dan berkemas, kami melanjutkan perjalanan, dengan target, Puncak RanteMario tepat di tengah hari. Peralatan berkemah dan pakaian kami tinggalkan dengan pertimbangan mengurangi beban dan akan turun segera setelah mencapai puncak. Sedikit berbekal makanan kami pun melangkah. Gerimis pagi yang tak kunjung berhenti menemani petualangan kami. Setengah jam berjalan, nafas mulai terasa terengah. Medan yang ditempuh tak jauh berbeda dengan pos3-4, dan pos4-5, bahkan tanjakan tanjakan cenderung lebih tinggi. Bisa dikatakan, langkah kaki itu selalu dengan mengangkat paha setinggi pinggang. Gimana mo kagak gempor ni kaki. Komentar si afit yang juga mulai terengah,”kalo di rinjani ada yang namanya 7 bukit penyesalan. Kalo ini,namanya Unlimited Bukit Penyesalan… kampreett!!!” kata afit setengah memaki. gw pun cuman tertawa di sela nafas terengah gw. Sesekali menghentikan  langkah untuk bernafas dengan baik, menundukkan kepala sejajar dengan perut, dan merasakan detak jantung yang berdegup lebih kuat. “huuuuft….”nafas gw hembus kuat-kuat dan menariknya kembali dalam-dalam. “its ok.. its ok!!!!ergghh…”kata gw menyemangati diri sendiri. “Tarekkk nafas doooloooo” kata Awall menggoda memberikan semangat. Gila ni satu anak, selama pendakian gak pernah gw liad dirinya yg ngos-ngosan. “semangkaaaa…”katanya lagi. Gw cuman tersenyum meringis,”semangat kalolo!!!’ kata gw menjawab semangkanya. “ayo… semangat… tinggal 100 meter lagi…. Dikit lagi dah sampe pos 6 koq” kata Awall lagi. Darikemaren selalu bilang tinggal dikit lagi, tinggal dikit lagi, biking w meledak,”aarghh… Awall dasar PHP! Pemberi harapan palsu! Darikemaren bilangnya tinggal dikit,tinggal dikit tapi masih jauh.. kampret loo..” kata gw meledak ledak, ngluapin emosi karena kecapekan.  Awall yang diomelin malah cengar cengir. “iyah nih… PHP muluk. Bilang udah deket ternyata masih jauh..”kata diah ikut menambahkan. Tapi mungkin itu perlunya leader yang PHP, biar followernya gak patah semangat selama di jalan. Well, tapi seru juga, pendakian menjadi gak mbosenin karena personil timnya kaco-kaco, gak ada yang bener,gokil abis dah. Hm,mungkin itu juga yang bikin pendakian ini gak terlalu terasa melelahkan (*cuman betis aja yg gempor). Role no.6 : with Friends, everyday is like an adventure.. *semangka!!!!semangat kalolooo…..
 

Terpaan Badai
Satu jam berselang, kami tiba di Pos 6. Pos 6 sendiri hanya berupa satu tempat yang datar yang masih banyak dikelilingi pepohonan yang tinggi. Cuaca cukup cerah siang itu membuat kami menjadi tak terlalu kedinginan namun tak kepanasan karena memang tak ada matahari. Beristirahat tak lama, kami pun melanjutkan langkah kaki menuju Pos 7. Dari Pos 6 menuju pos 7 ini pemandangan sudah mulai nampak terbuka, berbeda dengan dari pos 2 hingga pos 6 yang mana kami selalu berada dalam dekapan hutan yang gelap dan lembab. Bebukitan di bagian lain nampak jelas terlihat di sisi kiri, lembah yang dalam diantara banyak gunung terlihat seperti mangkok yang dipenuhi oleh lautan awan putih dan kabut yang hilang timbul oleh angin. Pemandangan yang berbeda disbanding sebelumnya. Jalan setapak yang kami lalui pun sudah mulai tak terlalu berlumpur melainkan didominasi oleh bebatuan. Sesekali memasuki hutan dengan pepohonan ramping yang batangnya dipenuhi tebal oleh lumut-lumut hijau. Penampakan yang khas dan cantik menuju pos 7. 

Memasuki Pos 7, jalan menjadi lebih datar dan terbuka. Angin yang berhembus kencang membawa serpihan air hujan yang semakin deras ketika kami tiba di Pos 7. “hadoooh, badaii..”. gak bisa dibayangin kalo kemaren kami memaksakan jalan hingga pos 7, jelas-jelas akan terkena badai seperti ini, atau bahkan lebih. Kedua tangan gw mulai terasa beku ketika sampai di Pos 7. “brrr….. dingin banget, anginnya kenceng”kata gw berusaha menggerak2an badan agar tak terlalu dingin. Padahal sudah pakai dua jaket tetap saja dingin. Beberapa kawan yang sudah datang terlebih dahulu berlindung dibawah pohon2 yang pendek dari terpaan angin dan ketika hujan semakin deras oleh angin mereka bergegas menggunakan raincoat dan melanjutkan segera perjalanan menuju pos 8. Gw yang baru sampe di Pos 7 memilih untuk berhenti sejenak, menunggu pula diah yang ada di belakang. “:aaah..  diaaah.. dinginnn bangeet…”kata gw dengan gigi yang sudah bergemeletuk karena kedinginan. “tutut… peluukk gw… dingiin bangeeeeetttt” kata diah, dan langsung gw peluk erat-eratt. Badan udah mulai basah karena hujann. Body to body contact make us warmer…. “brrrr….”. kami berdua menggigil bersamaan. “tutut, diah, pake jas ujan dulu gih..” kata Kamal dan Awall mengingatkan kami berdua. sialnya jas hujan gw ketinggalan di pos 5, untung si diah bawa dua jas hujan. Bocor (bocor itu nama orang) yang tanpa gw sadar sejak dari awal selalu jalan gak jauh dari gw ngBantu gw pake jas hujan lantaran gw nya yang udah gak bisa berkutik karena kedinginan (*hanya berharap untuk gak sampe hipotermi). Teman-teman yang lain sudah jauh berjalan, dan hampir sebagian besar berjalan tanpa jas hujan (meen,basah, basah dah). I just was touched because they always prioritized us  as a girl and protected us so carefully(huukkss… terharu).
Dari Pos 7, perjalanan berlanjut menuju Pos 8 dengan angin yang tak kunjung reda berhembus kencang. Hujan pun hanya sesekali berhenti namun kemudian turun lagi. Jalur yang didaki menjadi lebih terjal, sedikit ng’climbing’ bebatuan putih yang licin dan basah oleh aliran hujan. Beruntung hujan berhenti ketika kami tiba di Pos 8 50 menit kemudian. Sebuah padang luas terhampar dengan sebuah kolam berisi penuh air menjadi pemadangan yang menarik di Pos 8, Pos terakhir sebelum mencapai puncak, yang banyak disebut orang sebagai Alun-alun. Jalur pendakian dari Pos 8 menuju Puncak Rante Mario menjadi jalur yang paling berbeda disbanding jalur-jalur sebelumnya.  Hamparan bukit-bukit batu menjadi medan utama untuk bisa mencapai puncak. Jalurnya cenderung datar hanya panjang dan banyak berkelok. Puncak Rantemario pun sudah bisa terlihat dari Pos 8. Tapi jangan terkecoh, nampaknya saja dekat, tapi ada ribuan bukit yang harus dilalui untuk bisa sampai ke sana. dari satu bukit tembus, maka bukit lain dibelakang menunggu. jalur yang panjang nyaris hingga 2 kilometer. Hujan gerimis kembali mewarnai perjalanan kami, angin yang mungkin tak terlalu kencang menjadi sangat terasa lantaran medan yang benar-benar bebas terbuka tanpa pepohonan. Hanya batu-batu yang ditumbuhi lumut-lumut dan pohon kecil. Hm, perubahan vegetasi oleh karena ketinggian dan suhu.

Summit – Ketika Kaki ini Menginjakkan Puncak Tertinggi Sulawesi
Satu persatu bukit terlewati namun Puncak Rantemario seakan tak muncul di kelopak mata. Sebagian besar kawan sudah jauh melangkah di depan. “waaa… anak-anak mungkin dah sampe puncak ni” gumam Awall yang berjalan di depan gw. gw tengok ke belakang dan diah makin nampak jauh tertinggal. Fisik diah udah mulai berkurang sejak mendekati pos 7.  Gw sendiri pun sebenernya udah mulai jenuh jalan, tapi yang ada dalam pikiran gw cuman satu,”udah sampe sini, tinggal dikit lagi Tut.. semangat! inget, harga tiket pesawat lo ke sini gak murah”kata gw dalam hati menyemangati diri sendiri. best motivator is from our own self. gw liad diah dari kejauhan masih berjalan ditemani si Kamal. “diaaaah…. Semangat Diii!!! Tinggal dikit lagi…”kata gw berteriak dari kejauhan dan mulai kembali berjalan mengikuti langkah kaki si Awall. “Wall.. lo lewat mana??? Tanya gw ke awall yang sudah mulai nampak jauh. sedikit bingung karena dirasa gw berjalan mengikuti aliran air. “ngikutin aliran air ya Wall”?Tanya gw lagi. “iyaah…ikut aja jalan setapaknya”jawab awall. Jalan setapak yang dimaksud memang berubah menjadi layaknya aliran kecil sungai lantaran derasnya hujan turun. Langkah demi langkah kaki ini terus berjalan, hingga sampai di satu titik Awall berteriak,”tinggal dikit lagi tut… di depan dah puncak.. ayoook…”kata awall memberi tahu. Gw cuman menghela nafas,”ah.. tipu mo… awall php paling.. tipu, tipu…” kata gw gak percaya dan memilih untuk tetap berjalan tanpa melihat jauh ke depan. “ih.. beneran, kali ini gak PHP. Tuh.. di sana, tugunya dah kelihatan…” kata Awall berjalan makin cepat. Dan ternyata benar, tak lama gw berjalan, tugu yang khas itu mulai nampak, dan semakin nampak jelas di depan mata. Jantung gw tiba-tiba berdegup dengan kencang. Dan ketika tugu puncak Rantemario itu tepat di pelupuk mata, gw langsung jatuh berlutut. Gak bisa berkata, gak bisa nangis, gak bisa marah. Ada satu rasa yang tiba-tiba membuncah di dalam dada…. “aaarghh…. Finally……”teriak gw keras keras…..thats so…??hm… what kind of feeling is this?? Satu perasaan yang gak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Perasaan yang hanya bisa dirasakan ketika kaki ini menginjakkan tanah tertinggi di pulau Sulawesi. Perasaan yang berbeda ketika menginjakkan kaki di puncak tertinggi ketiga Indonesia, Rinjani. Something that so amazing, unexpressed. That’s all. Something when I felt so awesome, so great. Entahlah, hanya Tuhan dan gw yang tau makna rasa itu. Tapi yang pasti, hanya karena kehendak Allah lah, gw bisa sampe di Puncak Ini, Puncak tertinggi Sulawesi, dan karena keagunganNya lah, gw bisa merasakan ‘Rasa ini’… *thxGod. Role no.7 :Hanya Tuhan yang Tahu
And finally, my 2014’s resolution No.2 is Done!!!!!!!!!!! ^yeiy (280514 00.10)
 

Kebaikan Hati dan Rasa Bahagia
Empat buah tenda berdiri di sebuah lapang tak jauh dari tugu Rantemario. “whaat???di tempat sedingin dan berangin ini ada yang camping??gilaa, gilaa” gumam gw ngliat tenda-tenda yg nampak sepi. Gw, awall, yusar, dan kakAnto mendekat. Ternyata ada banyak orang disana, termasuk afit, dan kawan lainnya ya sudah tiba terlebih dahulu. “wa… afiiit….gw sampeeee…”teriak gw waktu liat afit masih kegirangan karena udah sampe puncak.gw rentangin tangan lebar lebar, meluk si afit saking girangnya. “kampreet… kampreet!!!’kata gw lagi, gak ada kata-kata yang bisa diucapkan. Yusar yang masih diluar tenda pun jadi korban pelukan gw, yang kemudian salah tingkah karena mungkin gak pernah dipeluk. Brrr…… “sini mbak masuk dulu… anget-anget…” panggil seseorang dari salah satu tenda sambil menyodorkan segelas teh panas. Gw pun langsung masuk ke salah satu tenda, berteduh dari angin kencang yang berhembus dingin. Tim hore, nama kelompok mereka, sekitar 11an orang (kalo gak salah), datang dari makasar untuk mengejar puncak latimojong. ‘tim hore’ yang punya style ‘woles’ dan nyantai ini udah 4 hari di latimojong, ngCamp di pos2, di pos5, pos7, dan semalem ngecamp di Puncak, gila gak wolesnya. kakWandi dan kakGondrong (Satunya2 dari tim hore yang dateng darijakarta) yang ada ditenda mempersilahkan kami untuk menyeruput teh buatan mereka, beserta roma malkist crackernya. Kawan-kawan lain, afit, awall, aidil,bocor, yusar, rendi,sere,juga nampak santai beristirahat di 3 tenda lainnya. Tak lama berselang, Diah dan Kamal datang dari belakang. Sempat Awall berencana menyusul keembali turun karena diah dan kamal yang tak kunjung muncul, khawatir terjadi sesuatu pada keduanya. Diah yang nampak kedinginan dan mata berkaca berjalan mendekati tenda. Gw dan afit pun langsung menyambutnyaa,”wa… diaaah……”teriak gw ke diah seneng liat diah akhirnya sampe juga. kami pun secara reflek langsung berpelukan bertiga, berteriak sesukanya, lega karena akhirnya kami bertiga, trio kampret ini berhasil sampe di puncak yang kami impikan. Yang lain hanya tersenyum geli melihat tingkah kami bertiga yang berpelukan erat dan lama. “kalian gak ada rasanya..” tiba-tiba afit berkomentar dalam peluknya, merusak suasana, dan kami pun tertawa lepas….. terkadang satu mimpi itu bisa membuat kami menjadi terlampau bahagia, dan berpelukan adalah satu ungkapan yang bisa diluapakn untuk dibagi bersama. *baga’

the kampret di  puncak rantemario



waktu kabut sempat hilang
meski angin berhembus terlampau kencang
tapi kami pernah ada di tanah ini.. pernah ada cerita di sini
Sekitar 1 jam-an kami habiskan waktu di puncak, ditenda-tenda milik tim hore ini. berbagi cerita dan pengalaman mereka sendiri. Tim hore adalah suatu komunitas jalan-jalan di Makasar yang bersifat terbuka untuk siapa saja yang mau jalan-jalan, suka ngadain trip bareng kemana aja di wilayah makasar dan sekitar. ah, such a nice and humble team. *thanks buat kakWandi and all tim hore yang udah dengan baik hatinya dan dengan tangan terbuka mau menerima kami dan berbagi makanan dan teh panasnya  *angeeet  *sukaaaa….
Tepat pukul 14.00 kami memutuskan untuk kembali turun ke pos  5. Angin masih berhembus kencang dan cuaca benar-benar sangat dingin. Meski sempat cerah sebentar, angin kembali berhembus kencang dan awan-awan rendah membuat puncak rantemario menjadi kembali berkabut. Cuaca yang membuat kami menjadi buru-buru untuk segera mengabadikan kembali moment dipuncak dan melanjutkan perjalanan turun. Role 8 : sesama Pendaki itu Saudara. Saling Berbagi itu Luar Biasa.  Berbagi Rasa, Berbagi Cerita, ataupun sekedar Berbagi Senyum dan Tawa. Makasi Tim Hore Makasaaar…
 


Cuaca kembali cerah selama perjalanan kembali kami dari puncak menuju pos 5. Meski angin masih berhembus kencang, pemandangan latimojong nampak begitu jelas tanpa kabut yang menghalangi, membuat kami begitu menikmati indahnya perpaduan bukit, awan, dan pepohonan lumut yang kami lintasi. Cuaca yang cerah membuat kami menjadi tak terlalu terburu dan santai untuk tiba di pos 5, sambil bercerita, tertawa, dan sesekali mengabadikan negeri di atas awan ini. latimojong.

Perdebatan

Pukul 5 sore hari, gw, Diah,Afit, kakKamal, dan kakAnto menjadi yang terakhir tiba di Pos 5, berselang nyaris 1 jam lebih lambat disbanding teman-teman yang lain. tiga tenda yang pagi sebelumnya sudah dibongkar, sudah kembali berdiri tegak diantara tenda-tenda dari pendaki lain di pos 5. “looh… koq ndirikan tenda lagi??’tanya Kamal pada Awall. Ternyata terjadi misskomunikasi antara kedua team leader kami. gw, diah, dan afit cuman diam bengong. Kami pikir juga mo lanjut turun ke desa Karangan. Kawan-kawan yang lainnya nampak berkumpul di sebuah api unggun, menghangatkan diri dari dinginnya pos 5. Pos 5 menjadi jauh lebih dingin disbanding sehari sebelumnya. Terjadi perdebatan yang panjang antara Kamal dan Awall yang nyaris berujung pada pertengkaran, meski keduanya masih berusaha ‘keep cool”. “gimana kalian?mo lanjut atau istirahat dulu di sini?’”Tanya Kamal pada gw,diah, dan afit. Mulanya, kami pikir kami akan melanjutkan perjalanan hingga desa Karangan, dengan pertimbangan agara paginya bisa lanjut ke Toraja pun kondisi fisik kami bertiga yang masih fit. “kita sih gak masalah jalan malam, udah biasa di Jawa jalan malam”jawab afit dan diah. Gw ngRalat,”maksudnya yang biasa jalan malam tu diah dan afit lho… gw enggak, gw kan bukan pendaki”kata gw, “tapi, kalo mo jalan malam ini, gw ok ok aja. gw, afit, ama diah masih ok semua” kata gw lagi. “tapi terserah leader, dan kawan-kawan lainnya. kami ngikut aja. kalo memang mo ngCamp lagi malam ini juga gak papa.”kata kami bertiga sepakat. kami yang bisa diistilahkan sebagai pendatang, memang lebih memilih mengikuti kebijakan dari sang ketua saja. perdebatan masih terus terjadi antara kedua leader. Kamal lebih memilih untuk melanjutkan jalan dengan pertimbangan logistik yang sudah habis dan hanya cukup untuk malam itu, ,ditambah penerangan (senter dkk) dianggap cukup untuk menerangi perjalanan malam, pun Kamal melihat kondisi fisik kawan-kawan masih cukup baik. “kita gak punya logistik yang cukup buat besok pagi. Pos 5-Karangan jauh lho, kita bisa habis entar dijalan kalo trekking tanpa sarapa. Lebih baik kita maksimalkan fisik malam ini, dan jalan, biar bisa istirahat maksimal di basecamp”.kata Kamal berpendapat. Di sisi lain, Awall beranggapan jalan malam cukup beresiko, meski logistik pas-pasan, menurut Awall lebih baik untuk tim trekking pagi hari. Pun tenda sudah didirikan .“tapi ya saya ngikut saja deh sama pak ketua (maksud:Kamal), kalo mo jalan, ya ayook, saya sih ok, ok saja”kata Awall meski dengan nada menggantung berat. “gimana kawan yang lain?? mo lanjut, atau berhenti?”Tanya Kamal meminta pendapat semua. Beberapa nampak keberatan untuk melanjutkan perjalanan, dan beberapa memilih  ‘ngikut’kebijakan ketua. Sempat terjadi perbincangan dalam bahasa palopo diantara mereka. “lagi, lagi, pake bahasa…”gumam gw. “semua harus kasih suara, jangan cuman ngikut saja” kata Kamal lagi pada kawan-kawan. Seorang tiba-tiba berkata lirih sedikit menggerutu “iya kalo gak bawa keril sih gak masalah. Yang bawa keril itu setenagh mati..”. gw,diah, dan afit hanya terdiam, aura muka-muka beraut tegang mulai muncul pada wajah beberapa kawan. Afit yang membaca keadaan mulai tak nyaman,”bro…kami ngikut lho. Kalo memang kawan-kawan mo ngCamp lagi juga gak masalah.pokoknya kami ngikut aja, toh kami gak bawa apa-apa. Kalo temen2 yang bawa keril ngrasa keberatan dan memilih ngCamp ya kami ngikut aja. toh tenda juga udah berdiri”. Kata afit berusaha berpendapat pada leader berharap keadaan menjadi lebih baik. Namun Ketegangan tak kunjung berkurang. beberapa masih saja asik bertengger di dekat api unggun malas bergerak. Perbincangan dalam bahasa palopo lagi-lagi terjadi. kakAnto yang paling tua berusaha menengahi keadaan. Meski beberapa masih tertawa-tawa dan bercanda, tak bisa dipungkiri suasana ‘tak nyaman’ terasa sekali senja itu. Suara gerakan pohon-pohon yang bergoyang oleh angin yang kuat berhembus semakin membawa ketegangan di Pos 5. Kamal yang bersikeras untuk melanjutkan perjalanan malam dengan berbagai macam pertimbangan memutuskan segera berkemas dan kembali melangkah dengan konsekuensi dirinyalah yang akan membawa keril terberat. Memang serba salah keadaan saat itu. Jalan malam memang beresiko, tapi bermalam di Pos 5 dan trekking esok paginya tanpa isi perut juga cari masalah namanya. So that’s why kita bilang ‘serba salah’. Tapi apa kata leader, itulah yang kami ikuti. Segala sesuatu pasti ada resikonya, tapi dalam satu keadaan yang mana pilihan sulit harus diambil, ketegasan perlu ditegaskan. Huuuffff…….. *menghela nafas panjang. Role no.9 : Akan Selalu Ada Masa dimana Kita harus memilih satu Pilihan sulit. tapi Percayalah,Segala Sesuatu Ada Resiko, Its back to How brave We ‘re to Take all the risk for our Life.. *
Cahaya bulan begitu terang bersinar malam itu. Satu malam sebelum purnama membuat medan tak terlampau gelap dilalui. 5buah headlamp, dan beberapa cahaya dari senter hp menjadi penerangan bagi jalan kami bersebelas. Suasana hati sudah menjadi jauh lebih baik setelah makan malam di pos 5. Angin kencang dan suara gemuruh yang sempat menciutkan semangat hilang seketika. Ketika semangat itu pulih dan kekompakan kami kembali terbangun (*thx God) kami melangkah beriringan. “God, please protect us, keep us save till we come to Karangan. Please God, please, I beg on U”kata gw dalam hati berdoa sungguh-sungguh sesaat sebelum kami meninggalkan pos 5. Ada rasa yang mengganjal di hati tiba-tiba yang membuat gw merasa gak nyaman. Tapi gw berusaha menangkis semuan, “we will be okay.. its ok, its ok”kata gw masih dalam hati, dan ge pun tersenyum, menghela nafas panjang. “Ok…..semangat semua nya ya…”kata Awall mengajak kawan-kawan berkumpul untuk berdoa. “ok… sippp……semoga semua selamat sampai di Karangan.. Latimojooong…..!!!!”teriak Awall menjulurkan tangan ke tengah-tengah lingkarran diikuti semua teman-teman”,Latimoojonggg… wooooy..”teriak semuanya bersamaan dan lantang.

Ledakan Air Mata dan Uluran Tangan seorang Kawan
Awall kembali menjadi leader di depan diikuti kawan lainnya yang berjalan beriringan. Berbeda dengan perjalanan siang yang mana siapa bisa lebih cepat dan lebih lambat, saat perjalanan malam semua berusaha untuk berjalan dengan jarak tak jauh satu sama lainnya. “berhitungg…satu! “kata Awall menghitung kawanannya dengan tes suara. “Dua!”” tiga” “empat” “,lima” “enam!!!”  “tujuh??”  “delapan!” “Sembilan” “sepuluh” “SEBELAS!!” teriak satu persatu bergantian ikut berhitung. Pengabsenan agar tak satu dua orang hilang tiba tiba di tengah jalan. Berhitung, tiap kami beristirahat disela langkah kami yang tiada henti. “Semangkaaa!!!!”teriak Awall memberi semangat pada  yang lain, dan dijawab teriakan,”Semangat Kalolo…”. Oleh yang lain.
Perjalanan terus berlanjut ditemani oleh cahaya bulan yang sesekali menyeruak dari celah pepohonan hutan yang lebat. Trekking malam ternyata memang bebeda dengan trekking di siang hari. Rasa lelah itu lebih cepat muncul rasanya. Entahlah, semangat yang gw rasa tiba-tiba mulai mengendor ketika mencapai pos 3, menjelang pos 2. Berjalan dengan sandal gunung yang sedikit kebesaran menurun pada tanah yang lumopur itu setengah mati rasanya. Berkali-kali terpeleset dan terjatuh membuat gw merasa frustasi. Dan jarak yang awalnya gw pikir deket, entah kenapa menjadi super jauh. Entahlah. Pengen teriak, pengen marah-marah tapi gak bisa. meski anak-anak masih suka ngBecandain.”wa.. ada suster ngesot…! Eh..salah, dokter ngesot”gegara gw yang lebih sering ngesot biar gak terjatuh, tetep aja gw ngerasa frustasi, sampe pada satu titik gw gak bisa nahan semuanya, meski udah nyemangatin diri sendiri, meski udah berusaha untuk gak mengeluh, meski menghindari untuk berpikiran negative, tetep aja, pada akhirnya semuanya meledak. Langkah gw terhenti, tepat ditengah perjalanan dari pos 3 menuju pos 2,”hukz…. Hukz… hua…. Awallll…”kata gw mulai teriak nyebut nama orang yang tepat ada di belakang gw. Dan pecahlah tangisan gw malam itu, nangis sejadi-jadinya, bercucuran air mata (sumpah,gwcengang banget malam itu), menangis dan kemudian terisak. Lama banget gw nangis, dan bener-bener, cuman tangisan yang gw denger kala itu. Semua langkah kawan terhenti,dan semua terdiam. Entah apa yang ada dalam pikiran gw, tapi jujur gw gak bisa nahan tangisan gw malam itu. Tangis gw mulai mereda setelah cukup lama pecah tak terkendali. Gw denger Awall ngInstruksiin kawan kawan untuk beristirahat sejenak karena gw nya yg lagi mewek (*sorry guys). Cukup bisa mengendalikan diri gw bangkit dan menyeka mata gw yang basah. Bocor yang ada di depan gw tiba-tiba menjulurkan tangannya, tanpa banyak bicara, memberikan bantuan. And after that He help me all of the night. He hold my hand, and I never take it off (*takut jatuh book). Bocor, yang selalu njulurin air minum ketika gw kelelahan, yang bantu gw berdiri ketika gw jatuh, yang pegangin sandal gw ketika gw memutuskan untuk bertelanjang kaki, bocor yang gak banyak bicara, bahkan nyaris tak bersuara tapi selalu kasih ‘Semangka!’ buat gw dan semuanya. (*makasih Bocorrr!!!! *hug,hug).  Perjalanan yang ditargetkan tiba di desa Karangan pada tengah malam menjadi molor lantaran langkah-langkah kaki  yang mulai melamban. Sekitar pukul 01.00 dini hari kami tiba di Pos 1. Meski kondisi fisik tak terlalu lelah, tak bisa dipungkiri keadaan sudah tidak maksimal lagi. Pos 1 dan cahaya lampu di desa Karangan  yang ‘terkesan’ jauh membuat semangat kembali menjadi kendor. Dan sekali lagi, karena ‘satu keadaan’ Kamal dan Awall memutuskan untuk menghentikan perjalanan dan beristirahat di Pos 1. Malam itu, kami memejamkan mata di satu gubuk di area kebun kopi masyarakat. malam yang tak terasa berlalu dengan cepat dan berganti dengan terangnya cahaya mentari di pagi hari (290514 01.01). 

“Karena Uluran Tangan Kawan itu akan selalu Ada” –ronno29,2014
 

Tidak ada komentar: