Sabtu, 07 Juni 2014

Celebes pu Cerita (7) : Palopo - Negerinya Para PHP

Celebes pu Cerita (7) : Palopo - Negeri Para PHP
“negeri ini Kaya. Alamnya, budayanya. Hanya bagiamana kita sebagai generasi muda mau menjaga dan mempertahankannya”

H6 : Kamis,15 Mei 2014
Matahari bersinar terik siang itu ketika kami satu persatu mulai terbangun dari lelapnya tidur. Pukul 09.00 siang waktu Indonesia bagian palopo, dan basecamp GMKI cabang Palopo (rumah kedua kakAnto) yang menjadi tempat kami beristirahat nampak berantakan, semua barang, keril berserakan dimana-mana. Anak-anak masih bermalas-malas untuk bergerak. Dua belas jam bukanlah waktu yang singkat untuk sebuah perjalanan motor. Energy terkuras, ditambah dg dua hari pendakian membuat Otot-otot seluruh badan menjadi tegang dan terasa nyeri sangat jika disentuh. Sekaleng susu ‘beruang’ bear brand menjadi penyegar pagi itu (eh siang denk). “Jadi, kita mo kemana hari ini?”Tanya gw. “kita makan kapurung dulu, putar kota palopo sebentar, ke sungai jodoh, makan lapak-lapak di rumah aidil , baru lanjut ke Toraja. bagaimana?’kata kakAnto, dan kami pun sepakat. Sebuah mobil avanza kami sewa untuk membawa kami jalan-jalan. Aidil kribo menjadi driver kami, dan pipit pacar aidil,Pipit dan kawan palopo lainnya menjadi guide kami hari itu.

Wisata Kuliner Palopo
Sebuah rumah makan menjadi tempat pilihan brunch pertama kami di Palopo, “RM Kapurung Mandiri”  namanya, terletak di sebuah jalan utama kota, Jalan Andi Djemma, tepat diseberang kantor Walikota Palopo. Bangunannya sederhana, dengan anyaman bamboo setinggi pinggang orang sebagai dinding-dinding pembatasnya, dan tirai bamboo sebagai penutup sisanya. Seorang pelayan mengantarkan daftar menu untuk kami isi. “hm… makan apa ya??yang khas dipalopo apa kah?”Tanya gw sambil memperhatikan menu yang ada. “semuanya khas palopo. Serba sagu, dengan lauknya berupa ikan-ikan”kata seorang kawan palopo. Gw, diah, dan afit memperhatikan seksama nama-nama yang ada di menu. Asing semua namanya. Gw sendiri, cuman tau kapurung, udah pernah dibikinin sama temen gw orang palopo. “dange apaa? Parede apaa?pacco apaan?’ikan baronang tu apaan? Ikan laut apa ikan darat?’tanya gw menyebutkan nama-nama yang super aneh. “Dange tu sagu kering, Parede tu… pacco tu …tuh, liad aja di gambarnya kayak yang di sana?”tunjuk kakAnto pada gambar yang terpampang di tembok belakang dekat kasir. Gw manggut-manggut meski gak sepenuhnya ngerto. “udah, pesen aja semua deh, gak ngerti gw”kata gw saking pusingnya karena sudah Tanya berkali-kali tentang ini itu tetep aja gak paham. Hingga pada akhirnya beberapa porsi kapurung, dange, pacco, es pisang ijo menjadi pesanan kami siang itu. Waktu pesanan kami datang gw langsung takjub melihat kapurung yang tersaji dalam mangkok yang super gede (hm..nyaingin mangkoknya mie ramen dah ini). “ini yang namanya Kapurung?besar banget porsinya?kayaknya enaaaak’ gumam gw. Afit dan diah nampak mengaduk-aduk Kapurung yang tersaji di depan mereka”ini apaa?”Tanya diah melihat jendalan berwarna putih bening mirip ingus. “itu sagunya say… gantinya nasi”kata gw ke diah. “udah tau cara makannya kan??sagunya jangan dikunyah, langsung ditelan,sama kuah-kuahnya sama sayurnya”kata Awal ngasih petunjuk. Diah dan afit emang belum pernah makan sagu/ papeda/ kapurung sebelumnya nampak ragu mencicipi. Gw yang udah penasaran gak berpikir panjang, langsung meluncurkan sendok makan yang ada dalam genggaman ke dalam mangkok. Gw, diah, dan afit pun mencicipi cita rasa Kapurung, makanannya orang palopo. “hm…. Enak ya…asem, seger, enak-enak” kata gw dengan ekspresi cerah, berbeda dengan dua temen gw. muka afit dan diah langsung asem dua-duanya.”hm..kecutt…. aneeeh..”kata diah berkomentar. Muka afit pun menjadi kecut,”aneeeh… pie to iki? Sagunya ditelen tanpa dikunyah??rosone ngganjel neng kerongkongan” kata afit nampak kesusahan menelan sagu tanpa mengunyah. reflek mengunyah biasanya muncul ketika ada makanan masuk ke dalam mulut. Gw sendiri, menikmati kapurung nya palopo. Enaaakkkk… sebuah menu makanan yang unik, sagu yang dimasak dengan air panas  (di papua kalo kayak gini namanya Papeda) kemudian diputar dibentuk bulat-bulat disajikan dalam mangkuk besar yang diberi kuah sayur (biasanya pake sayur bayam,kacang panjang, jagung pipil),dengan ulegan kacang halus, perasan jeruk nipis, dan suwiran daging ayam(atau bisa juga ikan). Rasanya kecut-kecut seger, paling enak disantap pas panas-panas. Iih, nikmat banget dah. Dan jika dilhat dari kandungan gizinya, lengkap lah,semua jadi satu (kaya bubu manado, satu sajian lengkap gizinya).
 kapurung dan ikan bakar baranang. photo by afit

Selain kapurung, ada menu Dange yang kami pesan.”tutut pesan apa?”Tanya kakAnto. “hm.. dange apaan sih?”Tanya gw. “dange tu sagu yang kering, enak, enak. Beneran deh”kata Awal sambil tersenyum, tapi senyumnya mencurigakan. Kamal, kribo,dan pipin pun nampak tertawa tersenyum nakal,”iyah, enak…”kata semuanya sepakat, tapi terkesan kata ‘enak’nya pake tanda kutip. Tapi udah jauh-jauh ke palopo masak gak nyoba.”ok..dange deh…”kata gw. dan ketika liat penampakan dange gw bengong. Hm… kayak kue sagu ya. menurut keterangan temen-temen, Dange itu sagu kering. Sagu yang diparut dicampur kelapa dipadatkan kemudian diiris tipis-tipis, jadilah dange. “ini makanan berat?’tanya gw melihat wujud Dange yang katanya sebagai pengganti nasi.”menurut gw sih lebih mirip kayak snack, temen minum teh”komentar gw. “kagak.. kalo di sini tu dange ya penggantinya nasi. Cara makannya bisa gini, dange dipotong-potong trus dicelup ke kapurung bisa. bisa juga buat makan ikan bakar, dipotong,cocol pake sambal, makan sama ikan kayak gini..”kata awal member contoh cara makan Dange. gw, diah, dan afit yang memperhatikan cara makan mereka ketawa. orang Palopo aneh-aneh aja. tapi unik lah. 


Selain Dange, ada Pacco dan Parede. Hanya menu parede saja yang tak kami pesan. Kalo Pacco itu ‘sushi’ nya orang orang Luwu’. “apaan ni?” Tanya kami. “sushi tu sushi… sushinya orang palopo” kata kakAnto. Gw,afit, diah gak percaya. “ih.. beneran itu kayak sushi, ikannya masih mentah”terang kakAnto lagi. Gw  perhatiin lekat2, iya sih, daging ikannya kaya masih mentah. Kata anak-anak, Pacco tu emg sushinya Palopo, atau masyarakat Sulawesi daerah pesisir. cara bikinnya ikan segar, diambil dagingnya (biasanya pake ikan tembang atau ikan carade), truz dikasih perasan jeruk nipis, abis itu dibikin ulegan sambal truz disajikan deh. rasanya, huuum, aaneeeehhh. Rasanya kayak ikan gitu, agak amis, bercampur kecut dan pedes, tapi seger siih. Biasa dimakan pake Dange juga. Kalo Parade, tu  Ikan laut yang dimasak pake kuah bening yang diberi bumbu-bumbu rempah yang banyak. Seger katanya, kalo di Papua bisa disamakan kayak Ikan Kuah Kuningnya papeda lah, cuman bumbu rempahnya lebih banyak dan rasanya lebih kuat. Tapi secara keseluruhan semua masakannya enak, Kapurungnya, Dange nya, Pacco nya (meski menurut gw pacco tu yang paling aneh), ikan baronang bakarnya, enak semua!!! dan harga boleh dibilang terjangkau lah dengan harga Rp.10.000  untuk setiap menu, kecuali Parede dan ikan baronangnya yang seharga Rp.20.000 atau bisa berubah tergantung harga ikan di pasar. But overall, Rekomended banget untuk bisa mencicipi menu Khas palopo ini^^
Berlanjut makan siang, kami singgah di rumah Aidil untuk mencicipi lappa-lappa buatan mamak Aidil. Lappa-lappa sendiri adalah campuran beras ketan yang dimasak santan, diaron, kemudian dibungkus dengan daun kelapa dan dikukus, mirip buras, atau kalo di jawa namanya Lemper, tanpa isian, biasanya disantap dengan ikan kecap. Selain Lappa-lappa, ada pula buras. Kalo lappa2 dibungkus daun kelapa, buras adalah nasi santan yang dibungkus pake daun pisang, yaah, mirip arem-arem lah tanpa isian. Afit dan diah awalnya nampak ragu ragu dengan menu yang disajikan oleh Aidil. ”trauma gw ama Kapurung. Aneh makanannya orang palopo”komentar afit. gw yang gak terlalu peduli dan penasaran dengan menu baru mencomot sebuah lappa-lappa,”hm… enak!!ih..enak fit.. kalo ini aman koq. Gak aneh kayak kapurung tadi. Coba deh..”kata gw menyodorkan lappa-lappa ke afit dan diah, dan ternyata keduanya sukaaa. Beberapa lappa-lappa dan buras  gw potong-potong dalam sebuah piring dan kami santap bertiga dengan lauk ayam kecap. Enak,enak,enak. Belakangan gw baru tau, ternyata lappa-lappa adalah menu special, gak setiap saat dibuat, hanya dibuat ketika lebaran dan ketika ada yang baru lairan. ternyata waktu itu aidil abis punya ponakan baru (*congrat broo). Selalu ada tradisi yang menjadi budaya bagi suatu masyarakat tertentu. Tradisi –tradisi yang mengandung banyak arti dan makna. Ah, alangkah kaya nya negeri ini.
“keanekaragaman budaya, dan keanekaragaman rasa lah yang membuat negeri ini semakin kaya”


Dari berwisata kuliner, kami berlanjut pada wisata alam. Google pun jadi sarana untuk mencari tau, ada apa saja di palopo ini. Palopo sebuah kota yang terletak di bagian utara Sulawesi selatan. Sungai Jodoh, air terjun Latuppa, bukit Komba, rumah adat Langkanae, pelabuhan tanjung Ringgit, dan pantai Labombo menjadi tujuan wisata kami hari itu mengeksplore kota palopo. Toraja kami tunda untuk kami kunjungi esok harinya. Kota palopo kecil koq, semua tempat bisa diselesaikan dalam satu hari ^^.

Sungai Jodoh dan Air Terjun Latuppa
Sungai Jodohyang  terletak di Kec. Mungkajang dsekitar 5 km dari pusat kota Palopo Menjadi tujuan utama gw dan diah.”asseeekkk…sapa tau bisa dapet jodoh nech abis dari sungai jodoh”kata gw yang diamini oleh diah yang sama-sama excited waktu denger namanya aja. sesampai di sana, wooh,ternyata sungai yang dialiri aliran cukup deras dengan lebar sungai sekitar 5 meter ramai dikunjungi wisatawan lokal (pas lagi tanggal merah). Dan karena ramai itulah kami memutuskan untuk mengintip sebentar kemudian beralih ke sedikit lebih hulu dari lokasi pemandian sungai jodoh, yaitu Air terjun Latuppa. Air terjun latuppa sendiri mempunyai beberapa lokasi air terjun,dan bertingkat, dan kami memilih untuk mengintip saja di tingkatan yang tak terlalu tinggi (langkah-langkah kaki kami udah pada kagak normal lantaran kram otot yang diderita). Dari tempat parkiran kami harus berjalan sekitar 200 meteran untuk bisa sampai di air terjun pertama. Dan ternyata jalan kaki 200 meter buat kami yang abis naek Latimojong itu setengah mati rasanya. Semua jalan pincang-pincang, setengah mati, dan jadi supersensitive setiap tersenggol. Hal yang bikin satu sama lain ngIsengin buat pukul2 paha ato betis lainnya. “aaarghh!sakit taukk!!’teriak gw naik darah tiap ada yang iseng nyenggol betis gw. dan gw pun gk tinggal diem. Gw tending betis yang laen, baku senggol baku remas usil usilan…haha *rusakkabeh!.
Aliran sungai dari air terjun mengalir deras. Satu yang gw kecewain, airnya udah gak jernih banget, agak keruh. Kata afit,”ati-ati, kalo kamu mandi airnya keruh, jodohmu juga keruh lho”.kata afit sambil ketawa evil.  Wa, bahaya juga sih kalo gitu. Ah, mending gak usah mandi dah.
 

Komba
Dari air terjun latuppa, mobil melaju menuju bukit tertinggi dari kota palopo. Kata anak-anak,”Dari sini, kita bisa lihat kota palopo dari ujung ke ujung… bagus pemandanganya kalo malam, kayak binntang-bintang” dan ternyata benar, kota palopo nampak jelas dari ketinggian yah, bisa dibilang kalo di yogya ‘skyview’nya palopo lah. ato, mirip Polimaknya kota Jayapura. Kalo dilihat-lihat lagi, karakternya sama dengan Jayapura dan Pacitan, sebuah kota kecil, bersandarkan bukit-bukit, beratapkan langit dan menghadap lautan dalam sebuah cekungan lembah di sebuah teluk (teluk Bone)
photo by afit

Rumah Adat Langkanae
Dari komba, perjalanan kembali turun ke kota menuju museum dengan rumah adat langkanae. Sayang kala itu kami tak bisa mengunjungi museum karena tengah ditutup untuk perbaikan menyambut kedatangan tamu besar (Tanya siapaaa…)
 

Tanjung Ringgit
Tanjung ringgit menjadi tujuan kami berikutnya. Ini ni pelabuhannya Palopo, yang ramai dikunjungi orang saat sore hari hingga menjelang terbenamnya matahari. Sama seperti hari itu, ramai penuh oleh orang-orang yanghanya sekedar nongkrong-nongkrong, pacaran, jalan-jalan sama keluarga, atau menyendiri. Tak jauh dari pelabuhannya sederat tempat makan terjejer rapih di salah satu tepian pelabuhanmenjual beraneka raam menu makanan, terutama menu seafood

Pantai Labombo
Destinasi terakhir kami hari itu sebelum makan malam, Pantai labombo. Kalo kata anak-anak Labombo itu artinya Pantai Setan. Katanya sih di sana emang orang sering lihat penampakan2 gitu, ditambah lagi sudah beberapa kali kejadian orang hilang terjadi di pantai Labombo. Meski demikian, pantai Labombo sudah dikelola dengan cukup baik. Pantainya sudah dikasih batu-batu pemecah ombak, ditimbun untuk mencegah irigasi. Di tepi pantai pun sudah ditata dengan dibangun taman-taman dan bale-bale untuk duduk-duduknya pengunjung. Well done laah. Cuman satu yang bikin kami agak syok, tiket masuknya agak mahal, Rp.10.000 perkepala belum tiket mobilnya. “demn, mahal… gak usah aja laah..”kata gw sepakat sama diah, gak terlalu maksain untuk masuk ke area wisata labombo. Sayang sih sebenernya udah sampe palopo. Gak terlalu worthed cuman tanggung aja, pengen liad dalemnya. “huum.. pengen masuk ya? bentar2, siapa tau ada yang kukenal”kata kakAnto sambil celingak celinguk dari dalam mobil ke arah pantai. “itu kan pak ….”kata kakAnto mengenali seseorang pada kamal, memastikan bawaha orang yang dilihat tak salah. “hooh. Bener-bener.. coba kita (kita : bahasa paloponya dari kata kamu,red)turun To’”kata kamal dan kakAnto pun keluar dari mobil, menyapa seseorang berusia paruh baya. keduanya pun langsung nampak berbincang dengan akrab. Kami yang ada di dalam mobil hanya mengamati dalam diam. Tak lama berbincang kakAnto membalikkan badan dan memberikan kode untuk mobil masuk ke dalam kawasan wisata. Kami pun tersenyum lega dan puas,”ini beneran boleh masuk gak bayar? Demm, manteb,manteb..” gumam gw. ternyata kakAnto, dan kawan lainnya sudah kenal akrab dengan salah satu pengelola pantaiLabombo tersebut. Dengan speak-speak dikit, kami diijinkan masuk kawasan Labombo secara gratis. Aseeeeek. Eh, tapi pas masuk ke pantai?? looh, ‘cuman gini doank’, kayak ancol, pantainya malah gak ada aer nya. Eh, maksudnya lagi surut denk. Pantai pasir coklat, dengan air laut yang coklat juga. tapi gak papalah, lumayan udah masuk pantai Labombo nya Palopo.



Waktu senja kami habiskan bersantai di pantai hingga matahari terbenam. Dari Labombo, kami kembali ke kota, mencari oleh-oleh khas palopo, dan kemudian mengakhirinya dengan makan malam penyetan di sebuah rumah makan. Ah, hari yang singkat.

Danbegitulah cerita gw seharian di Palopo bersama kalolo-kalolo palopo. Kalo kata anak palopo,”palopo tu biasa-biasa aja tempat wisatanya, tapi kalian harus ke Palopo, karena asik-asik orangnya, kayak kami…haha”Awal,kakAnto, Kamal 2014. (010614 00.19)

see another point of view bout this story at : http://travelingdiah.blogspot.com/2014/05/palopo-kotanya-php-pemberi-harapan.html

Tidak ada komentar: