Jumat, 06 Juni 2014

Celebes pu Cerita (2) : Makasar - Bertemu Kembali

Celebes pu Cerita (2) : Makasar - Long Time Not See



H1 : Sabtu, 10 Mei 2014
waktu menunjukkan pukul 17.00 wita ketika pesawat sriwijaya gw tiba di bandara sultan hasanudin maros makasar. akhirnya, setelah bertahun tahun lamanya gw hidup, sampe juga gw di pulau ini, Sulawesi, pulau celebes,pulaunya para pelaut. meski sindrom pre travelling masih mendera, kram perut, konstipasi, insomnia, anoreksia, nausea, and etc, gak dapat dipungkiri gw terlalu  bersemangat untuk travelling kali ini. mungkin karena terlalu excited itu pula yang bikin gw kena sindrom pre travelling.*haha


tak berselang lama, temen gw diah dari jakarta tiba di Bandara yg sama. temen yang mau nekat untuk nginjakkin kaki nya pertama kali di celebes bareng gw. "aaargh... diaaahh..."teriak gw waktu liad diah dari kejauhan. dan kami pun langsung berpelukan macam teletubies mengabaikan orang orang sekitar yang memperhatikan kami berdua. sudah 4 bulan berselang semenjak terakhir kali kami bertemu, di bandara soekarno hatta, tak disangka kami akan bertemu kembali di negeri antah berantah.
kami berdua pun langsung saling berbagi kabar, bercerita dengan besemangatnya tentang apa yang akan kami hadapi nanti. kami pun seakan tak terlalu peduli dengan apa yang harus kami lakukan segera untuk mendapatkan transportasi menuju Baraka, suatu tempat di kabupaten Enrekang, tempat kami bertemu Anto' dan Kamal yang akan menemani pendakian kami. kata Kamal,teman Anto (anto pacar temen gw),"kalian belum pernah ke masakar?ya udah,kalian diem di situ aja. ntar biar temen ku yg dimakasar jemput kalian di bandara. biar dia juga yang nyariin transport ke Baraka. namanya Salim. ini nomornya. kalian tunggu saja"kata Kamal panjang lebar. dan kami pun hanya menurut. duduk manis di sebuah tempat makan cepat saji yang tak jauh dari pintu kedatangan. Role no.1 : “Be aware, and Enjoy It!”

Dua orang lelaki berbadan kurus berpipi super tirus wajah khas Sulawesi mendekati kami berdua. beradu pandang, dan saling menebak satu sama lain kemudiannya,”kak Salin ya?”Tanya gw,”tutut ya??”tanyanya berbalik, dan kami berdua tersenyum. Tak disangka kami akan dijemput oleh orang tak dikenal di makasar, lebih tak disangka lagi ketika kemudian kami dibawanya ke sebuah tenda mirip tenda pengungsian dg cahaya remang-remang di suatu tempat di dekat Terminal Daya. Namanya kakSalim, seorang aktivis buruh, bersama beberapa rekan kerjanya sedang melakukan aksi mogok di depan sebuah pabrik meuble di daerah Daya, sehingga kami pun ikut singgah di tenda aksi mereka, sembari beristirahat dan mencari mobil carteran di terminal Daya sambil menunggu kedatangan satu kawan kami,Afit, dari yogya yang baru tiba pada pukul 22.00 malam. Obrolan dan perdebatan panjang pun berlangsung begitu cepatnya. Demo dan aksi bukanlah sebuah cara penyampaian pendapat yang efektif, namun hal tersebutlah yang bisa dilakukan para buruh untuk memperjuangkan hak-hak nya sebagai buruh ataupun sebagai manusia. bukan hal mudah sebenarnya, tapi usaha tetap mereka perjuangkan. Semangkok mie instan, sepotong telur kocok, dan seekor ikan goreng mereka sajikan berbagi untuk santap malam kami berempat. Menu yang sederhana, tapi terasa nikmat malam itu dalam remangan tenda bersama para buruh-buruh pejuang.

tenda remang2, tongsis, dan kisah para buruh
   
mobil carteran berhasil kami dapatkan malam itu dengan harga yang cukup bisa dimaklumi. Rp550.000 untuk mengantarkan kami hingga sampai di Pasar Baraka,Kec.Baraka kabupaten Enrekang. Bukan hal mudah untuk mendapatkan transportasi di malam hari dari Makasar menuju Enrekang. Dari banyak sumber,diketahui Makasar menuju enrekang bisa ditempuh dengan menggunakan bis Makasar-Toraja (namun tak lewat kec.Baraka, hanya sampai di Cakke  yang kemudian bisa dilanjutkan dengan naik angkot/ojek menuju Baraka),  atau menggunakan mobil kijang/panther plat kuning jurusan enrekang yang bisa ditemui di Terminal Daya. Dari daerah daya, kami menjemput kawan kami Afit di Bandara, dan melanjutkan perjalanan menuju kec.Baraka, Kab Enrekang, sekitar 300km dari makasar ke arah utara sekitar pukul 23.00 malam.
Afit nampak lebih berisi dibanding waktu kami jumpai terakhir kali satu tahun yang lalu. Tak menyangka kami akan bertemu kembali, setelah satu tahun terpisahkan oleh ruang dan waktu *tsah. Tak disangka, perkenalan kami yang baru terjadi setahun yang lalu pada pendakian bersama di rinjani, berlanjut pada pendakian ini, pendakian puncak tertinggi Celebes,Latimojong.  Masa lalu pun menjadi bahan yang hangat untuk kembali diperbincangkan. Sudah satu tahun berlalu, tapi ingatan satu sama lain akan cerita lama begitu lekat di kepala. Peristiwa yang lucu, hal yang memalukan, hal yang tak mengenakkan, hal yang menyakitkan, hal-hal yang tak disangka sebelumnya, semua kembali terceritakan. Mungkin ini yang akan terjadi, dan akan selalu terjadi pada setiap orang yang kembali bertemu setelah sekian lama terpisah, Membahas masa lalu. Masa lalu bukanlah hal yang buruk untuk kembali dikenang. Masa lalu pun bukanlah hal yang tabu untuk kembali diceritakan. Kita belajar dari masa lalu, kita menjadi lebih bijak dan dewasa karena masa lalu. Masa lalu mungkin akan sedikit sakit untuk diingat, tapi gw yakin, sesakit dan seburuk apapun hal yang terjadi di masa lalu, kita pasti akan menertawakannya ketika itu sudah menjadi suatu kenangan masa lalu.
Mobil panther carteran kami melaju kencang menembus gelapnya jalan raya antar kota. Lagu-lagu pop Indonesia mengalun lembut dari kotak music mobil beradu dengan suara angin yang berhembus kuat dari luar. Perbincangan tentang satu sama lain, tentang masa lalu, tentang rencana perjalanan menemani perjalanan malam itu, sesekali supir dan ayah si supir ikut nimbrung bercerita, dan berkelakar dengan logat Sulawesi yang sering kali membuat kami tertawa. Perbedaan bahasa dan gaya bicara terkadang menjadi hal konyol untuk ditertawakan. Cerita ayah supir ketika tau gw dari papua.”ah.. orang papua suka mop to.. sa ada cerita ini mi. jadi ceritanya ada orang manado ni naik bus di papua. Baru orang manado ni liat jalan di papua berlubang-lubang, orang manado berkomentar,”aih.. macam mana ini jalan berlubang-lubang,” baru satu orang papua dengar, tra terima dorang pu tanah dikata-kata, dong angkat bicara,”cukarme, masih mending to di papua jalan-jalan berlubang, daripada di manado, lubang yang jalan-jalan..” hahaha…” si bapak tertawa keras, membuat kami ikutan tertawa. Mop papua, yang sering membuat orang tertawa, kadang bukan karena ceritanya, tapi logat yang dibawakannya. Fyyuuh. Malam terus berlalu,mata yang berat untuk tetap terjaga, akhirnya terpejam. Sekitar pukul 02.00 dini hari kami tiba di satu tempat persinggahan RM Arini Surabaya, di daerah Jalange Malusetasi Kabupaten Barru, menyempatkan makan malam dengan menu penyetan dari jawa (yah, jauh-jauh ke Sulawesi makannya makan jawa juga) dan kembali melanjutkan perjalanan. Sahrul sang supir yang masih berusia pertengahan 20tahunan terus mengemudikan mobilnya layaknya seorang pembalap. Jalanan yang berliku dan naik turun dengan sisi tebing dan jurang saat memasuki wilayah enrekang pun tak dipedulikannya. Membuat malam awal di Sulawesi menjadi begitu cepat berlalu. 
tongsisan di warung makan yang bikin orang2 terus merhatiin kami
Tepat ketika adzan subuh berkumandang kami tiba di Kecamatan Baraka. Sahrul, sang supir menurunkan kami di sebuah masjid besar yang nampak lebih ramai dibanding rumah-rumah di sekitarnya. Subuh, dan langkah-langkah pelan dari manusia berbadan bungkuk dan berkulit keriput menjadi pertanyaan tersendiri bagiku, kenapa masjid dan subuh hanya diramaikan oleh mereka yang sudah berusia dan berbadan rentan. Dimana manusia-manusia muda lagi gagah perkasa itu berada?,  angin itu menjawab berbisik,”mereka masih sibuk dengan kehidupan dunia mereka.” dan gw pun tersenyum,”dan di sinilah gw berada……..aku, kami, mereka” (250514.16.14)
   

Tidak ada komentar: