Jumat, 06 Juni 2014

berceritanya Raja Ampat (part III)

berceritanya Raja Ampat (part III)


H-5, Senin, 10 Maret 2014 : “UNO!!!”
(location : Yenbesser – Teluk Kabui – Goa ?? – Pulau ?? – Kampung Besar,Yenbesser)




Namanya teluk kabui, sebuah teluk yang terletak diantara waisai dan yenbesser, menjadi satu destinasi kami  di hari kelima kami di raja ampat. Sebuah teluk sunyi, yang dipenuhi oleh batu-batu karang rapuh yang ditumbuhi banyak pepohonan hijau. Sebuah teluk yang dengan air laut yang tenang, yang mempunyai hawa tersendiri, yang berbeda disbanding di tempat lain. perahu speed yang membawa kami melaju lamban menyusuri teluk menembus celah-celah pulau batu karang yang berdekatan. Satu keeskostikan yang membawa kekaguman pada kami yang baru pertama kali melihatnya. Berputar, dan berputar perahu mengelilingi teluk yang tak berpenghuni.

Tak lama mengelilingi teluk, perahu kembali melaju ke satu sisi lain teluk Kabui yang mana terdapat sebuah rumah panggung berdiri di kesunyian. “what??ada rumah di sini??sendirian gitu?gila…”gumam gw ketika melihat satu rumah kayu berdiri di atas tenangnya air teluk kabui di tepian bukit. Perahu kami bersandar. Ternyata semua homestay kecil namun tak berpenghuni. Seorang nelayan tengah sibuk mengisi air ke dalam beberapa deringin yang dibawanya dalam perahu. Air dari mata air yang keluar dari atas bukit mengalir deras melalui pipa-pipa pralon yang disambung langsung dari sumbernya. Beberapa di antara kami pun langsung melangkah maju menaiki bukit bergoa tersebut. Sebuah goa yang unik dengan stalaktit dan stalagmite yang menghiasai dinding goa, sebuah goa dengan tinggi sekitar 4 meter dan kedalaman hanya sekitar 10 meter saja

 

Tak berlama-lama di teluk Kabui, kami kembali ke homestay yenbesser. Di tengah perjalanan pulang, kami sempat berhenti di sebuah pantai, dan snorklingan lagi, menikmati lagi indahnya alam bawah laut. Cantiiikk.. suka main aer….
 

Rasa lapar begitu menggelayuti perut hampir sebagian dari kami ketika kami kembali ke homestay siang harinya. Logistic yang nyris habis,minyak tanah untuk memasak yang tak ada, dan rasa capek dan malas yang mendera membuat kami lebih memilih nyemilin mie instan mentah-mentah. “Mo maen UNO?”Tanya bayu waktu ngeliat gw megang kartu uno. “he?oh.. ayok dah kalo mau”kata gw. hari masih siang, dan semua sedang malas-malasnya untuk ‘do something’. Ternyata, dari sekian banyak orang, cuman gw ama bayu yang ngerti cara maen UNO. Terpaksa deh, ngasih tau dulu cara maenya, blablabla, dari aturan maen dasar, sampe aturan maen yang aneh-aneh (baca : advance role,red), semisal memutar kartu ke pemain lainnya jika ada angka Nol yang dijatuhkan. Satu persatu kawan pun bergabung, mencoba dan putaran kocokan pun terus dimainkan. Kericuhan pun tak lama muncul selang dua tiga kali permainan. Umpatan dan teriakan makian terdengar ketika pemain mendapat kartu jelek ataupun ketika harus mencabut banyak kartu hasil penambahan lawan, tawa-tawa evil membahana ketika berhasil membuat satu pemain harus mencabut banyak kartu hasil penambahan dari semua lawan lainnya. “asem… gancuk kon… mati aku…”umpat kakRunny dengan logat Surabaya kental ketika harus mengambil 12 kartu sekaligus. yang lainnya hanya tertawa,tertawa karena berhasil menahan lawan, pun tertawa karena makian-makian yang sering dilontarkan kakRunny. Kartu terus dikocok, permainan terus diputar.  Sekali dua kali pemain yang kalah harus keluar menimba mengisi air dalam bak kamar mandi. Mie instan mentah sesekali masuk ke dalam suapan disela permainan, mengurangi rasa lapar hingga akhirnya kakRunny membuatkan kami telur kocok dan ikan sarden tanpa nasi untuk makan kami siang itu.


Menginjak sore, kami beranjak menuju Kampung Besar Yenbesser. Hanya berjarak 500 meter dari homestay kami, kami berkunjung ke rumah kakAnca. Kampung Besar Yenbesser yang terpisah oleh satu bukit dari kampung tempat kami tinggal. Anak-anak kecil nampak asik berlarian di tepi pantai ketika kami tiba di kampung besar Yenbeser. KakRunny pun langsung dengan sigapnya mengambil gula-gula dari warung kakAnca untuk dibagikan pada mereka. anak-anak papua benar-benar penyuka gula-gula. Kami pun langsung bersantai di serambi depan rumah kakAnca, melanjutkan permainan UNO yang mulai menjadi candu. 



Puas menghabiskan waktu senja di kampung besar Yenbesser, kami kembali ke homestay dan sepakat untuk kembali menjadikan Lobster sebagai santapan makan malam penutup kami di Raja Ampat. Bermodalkan uang patungan dari kawan-kawan kami memesan sejumlah lobster yang langsung diambilkan di tambak dari masyarakat yenbesser yang banyak berterbaran di lautan dangkal di seberang pantai. Semua bahan dan bumbu yang tersisa di dapur dikeluarkan, batok-batok kelapa kering dan kayu dikumpulkan dan dibuat bara untuk membakar lobster-lobster yang kami dapatkan. Hm… Menu Lobster untuk yang keduakalinya selama di Raja Ampat, dan rasanya, Mantabbb… *sukaaaa





Malam yang panjang kami habiskan bersama. Kenyang melahap bersih lobster, sisa malam kami habiskan dengan bercerita, bertukar hasil jepretan selama beberapa hari, dan bermain Uno lagi… fyuuh, malam yang panjang




 

1 komentar:

Unknown mengatakan...

maaf ya mbak/mas btw yang punya toko Bapak Samsul di belakang PI Yenbeser masih ada g ya?