Accidental Story of Wamena (4): Getting Lost Again ?
Day 3 : Sunday, August 10th 2014 – Telaga Biru Maima
Telaga Biru, Maima
Kalo kebanyakan orang Jawa yang mayoritas adalah
muslim menganggap hari jumat adalah hari pendek (karena kegiatan terpotong oleh
ibadah shalat jumat), di sini, yang mayoritas adalah masyarakat nasrani, hari
pendek itu ya hari minggu, karena aktivitas baru bisa dimulai setelah acara
ibadah selesai, sekitar pukul 12.00 siang. Kalo kata temen-temen tu hari Minggu
adalah Harinya Tuhan, jadi gak ada aktivitas di minggu pagi, selain ibadah. Di
minggu pagi di Wamena itu jalanan sepi, hanya satu dua kendaraan yang berlalu
lalang, dan toko-toko pun semuanya tutup, gak ada aktivitas perdagangan kecuali
di Bandara, Hotel, dan Rumah Sakit. This why, agenda untuk hari Minggu, hari
ketiga gw dipending hingga siang hari, setelah acara ibadah gereja selesai.
Gw dan kakak Gasco pun sepakat untuk jalan ke
telaga Biru dan beberapa tempat di Wamena setelah kakaGasco selesai ibadah
minggunya, sekitar pukul 12.00. half day is enough to explore several place at
Wamena. But, after several times waiting, he didn’t come. kakakGas said,”sorry I’ll be late.. just get ur lunch first
while waiting me. I’ll come sooner..”,. gw pun mengiyakan. Dan setelah
cukup dan sangat lama menunggu, kakakGas tiba. “sorry… “kata kakakGas sambil menjelaskan keterlambatannya. Pengen
protes, tapi orang pu acara jadi, ya sudahlah. “its ok… tong jalan sudah keburu sore matahari terbenam”. Dan kami
pun segera melaju, dengan arah yang sama dengan menuju hitigima. “ kaka tau tempatnya dimana? “tanya gw
lagi memastikan bertanya pada kakaGas. “sa
juga tra tau ya.. coba kita tanya orang dulu sudah e.”kata kakaGas berhenti
di pinggir jalan. Gw cuman tepok jidat, tapi kk Gas nampak santai. Benar-benar
tidak ada gambaran dimana itu Maima dan telaga biru. Masih di kota wamena, kami
bertanya pada seseorang, dari situ dijelaskan bahwa maima sejalan dengan kearah
hitigima hanya saja sebelum sampai hitigima ambil jalan ke kiri. Kami pun
kembali melaju, dari kota Wamena kearah barat, melewati pasar wouma, kemudian
jembatan miring, melewati distrik asolokobal, hingga sampai di daerah tanah
longsor ambil jalan kiri. wait a minute? Jalan kiri?? That not look like a
street…hanya batuan-batuan karang yang terhampar luas yang diselingi oleh
tanaman-tanaman kering. Benar-benar tak nampak seperti jalan. Tapi, dari
kejauhan nampak ada sebuah jembatan gantung kuning, yang mungkin ada tanda
kehidupan di sana. “ah.. lewat sini
kakak.. itu jembatan kuning, kata orang lewat jembatan kuning to..” kata gw
mengarahkan, setelah lebih dari dua kali bertanya sebelumnya.
Dari jembatan
kuning kami melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki. suasana terasa begitu
sepi, hanya nampak ada sebuah honai tak berpenghuni, dan jalan setapak dengan
pohon-pohon rindang ditepinya. “ ini kemana ya kak??”Tanya gw ke kakaGas.
kakaGas nampak santai,”jalan saja…”. gw mencoba menghubungi Fida (fida adalah
temannya Bibit yang tinggal di Maima, bibit adalah seseorang yang secara tidak
sengaja gw kenal di festival dua hari sebelumnya), hanya saja sinyal yang buruk
membuat kami sulit berkomunikasi. Kata fida lewat sms,”dari Jembatan Kuning
jalan aja terus ikuti jalan utama, ntar ketemu koq kampungnya”. Gw dan kakak
Gas pun akhirnya hanya berjalan mengikuti jalan utama. Sebuah jalan setapak
yang semakin lama semakin mendaki dan hanya melewati kebun-kebun tanpa ada
rumah. Setelah jalan cukup jauh, terlihat rumah-rumah yang ada di bawah. “ah, harusnya tadi kita lewat bawah kakak..,
ato harusnya ke arah sana tadi?”kata gw ragu dengan jalan yang kami tempuh.
“ah.. lewat sini sudah… jalan saja..”kata
kakakGas santai. Tapi gw merasa ada yang salah. Its not fun if we’re lost in
somewhere unknown.
jalan yang gak kayak jalan |
jembatan kuning Maima |
“tenang tut… percaya
sudah sama sa pu insting ini. sa pu insting tu tra akan salah” katanya lagi
santai. “aih.. sa tra percaya ya sama
kaka pu insting.”kata gw. “ “ih..
jalan sudah.”kata kakaGas, masih merasa kalo jalan yang kami lewati ini
benar. “ih.. tra lucu ya klo sore2 begini
tong tersesat. Klo tersesat, kaka yang salah e..”kata gw. kami berdua malah
bertengkar tak jelas. “ih.. ko percaya
sudah.betul ini. Tong liad saja nti.
Klo sapu jalan betul ko mo kasih sa apa?”kakGasco.” sa kasih kaka gula-gula saja e… hihi”jawab gw bercanda. Jalanan
semakin menjauhi rumah2 yang kami lihat dari atas dan gw semakin ragu ketika melihat satu bukit di
atas yang nampak lebih curam. Di atasnya nampak ada bangunan semacam honai,
berfikir perkampungan yang dimaksud ada di atas. “o my God, tong harus naik setinggi itu???”kata gw panic, karena
merasa harus menaiki satu bukit yang
curam. Tapi ternyata dugaan gw salah. Setelah melalui sebuah tanjakan dan
tikungan di balik bukit (tanpa harus menaiki bukit yang tinggi), nampak batu besar
bertuliskan, “selamat datang Maima” dan dibawahnya nampak tersembul sebuah
perkampungan di sebuah lembah kecil. “see…!!!
We’re not misguided, right! Betul kan kata sa pu insting!”kata kakaGas. Gw
cuman meringis.. ,”aaargh… akhirnya
ketemu!!!”kata gw berteriak, girang, ternyata kami gak salah jalan. Gw
mengeluarkan sebuah permen lollipop yang diberika friska sehari sebelumnya. “nih… selamat, kakakGas betull…”kata gw
sambil menjulurkan lollipop pada kakaGas. “ih,
masak cuman gula-gula? Macam sa anak kecil saja”kkGas ganas.”yeee… masih mending sa mo kasi gula2…”.
Di ujung jalan, nampak seorang perempuan berjaket
hitam berjalan mendekati kami. “kayaknya
fida ya kak.,..”gumam gw. waktu mendekat, gw tersenyum,”fida ya?? tutut..”sapa gw yang dibalas
senyuman olehnya. “huum.. saya fida..”kami
pun berjabatan, saling berkenalan. Fida datang bersama seorang anak perempuan
berusia sekitar 14tahunan. Fida sendiri adalah seorang perempuan bugis yang
tengah bertugas sebagai guru pengajar di SD Maima. Melalui program…. Dari depdikbud,
Fida dan beberapa teman lainnya termasuk bibit ditugaskan selama 1 tahun mengajar di sekolah2 di daerah terpencil
termasuk Wamena. Bulan ini adalah bulan terakhir masa tugas Fida, hanya
menunggu waktu untuk ditarik kembali ke pusat. “so, Telaga Biru nya jauh kah dari sini?”Tanya gw ke fida dengan
penasaran. “ah, tidak… dekat saja..”jawab
fida singkat. Kami kembali menaiki dan menuruni bukit selama beberapa meter
jauhnya. tidak terlalu menanjak, tapi bagi gw yang gak pernah jalan jauh, cukup
bikin terengah juga.”wuii.. fida mantab
e. jalan santé tra pake terengah. Ini sa pu nafas sudah satu satu… hosh,
hossh”.fida hanya tersenyum santé, cenderung cuek. kakakGasco asik dengan
kamera mengabadikan perjalanan kami. “ emang
kalo jam segini gak kesorean ya Fida datang ke Telaga?”. Fida yang masih
berjalan memimpin di depan menggeleng. “enggak
koq. Masih bagus. Cuman lagi kemarau, jadi airnya agak asat”. Gw
mengangguk, menyimak. Kami bercerita tentang satu sama lain, tentang Maima, dan
masyarakat Maima. Setelah sekitar 15-20menit berjalan, kami tiba di telaga
biru. Suasananya sunyi, dan tenaaang sekali. “wa… cantik bangeeet…”kata gw kagum setengah berbisik, Terbawa
dengan suasana yang sunyi dan terkesan mistik. Telaga Biru yang terletak di
Distrik Maima Telaga yang tidak memiliki sumber kecuali dari hujan, dan tidak
mengalir ke tempat lain, memang masih dianggap mistik oleh masyarakat setempat.
Ada larangan keras untuk berenang, turun ke telaga ataupun sekedar mengambil
air dari telaga. Pernah suatu ketika seorang turis asing mencoba berenang ke
dalam telaga, tapi tak berapa lama kemudian dirinya tenggelam, dan jenazahnya
tak bisa ditemukan. padahal, telaganya tak nampak terlalu dalam. Masyarakat
Maima percaya, bahwa di dasar Telaga Biru terdapat seekor binatang raksasa penjaga
telaga.”kalo ada orang ke sini harus ijin
dulu kah ke ondoafi ato macam juru kunci gitu??’kata gw masih berbisik,
merasa suasana di sekitar telaga berbeda, “something weird”. Fida menggeleng,”paling
ijin ama om frangki saja yang biasa jaga telaga kalo ada turis datang”adik
kecil yang menemani fida menambahkan. “yang penting hati-hati aja” gw
mengangguk. gw ama kkGas pun segera
mengabadikan telaga dari balik pepohonan dalam tenang. Telaganya cantik, air
lautnya benar-benar berwarna biru, sedikit kehijauan. dari satu sisi, nampak
tepi danau yang mengering. Kesan mistik menambah kecantikan tersendiri Telaga
Biru.
welcome to maima, Nayaklak |
MAF
Garage
sekembali dari Telaga Biru, kami menyempatkan
singgah ke jembatan kuning awal mula kami berjalan kaki. Jembatan Kuning yang
nampak cantik dengan latar bebukitan dan awan putih yang beriak diantara cahaya
senja, menggoda kami untuk sedikit mengabadikan gambar.. gw terus menjepretkan
kamera tanpa memperdulikan sekitar, bahkan ketika kakaGas sudah bersiap dengan
motornya meninggalkan tempat. “wait a
minute kakaGas, I want to capture u with yellow bridge as ur background”kata
gw berada di bawah jembatan meminta kkGas menahan rem ketika kakaGas bersiap
menurunkan motornya dari tanjakan jembatan. “hati-hati
e… jangan jatuh, kalo jatuh, nti sa ketawa dulu baru tolong kakak”kata gw menggoda,
karena turunan dari mulut jembatan dan
jalanan cukup tinggi dan curam. Gw pun melangkah mundur, mundur ketika
pelan-pelan kakakGas menuruni turunan. Dan tiba-tiba…. “bruuuukk…”gw serasa melayang, tanpa sadar gw sudah terlentang
dengan kamera di tangan, gw angkat tinggi-tinggi. Jantung tiba-tiba berdegup
kencang. Ketika berjalan mundur, gw gak
sadar bahwa dibelakang gw ada lubang. Gw jatuh terjungkal dari ketinggian 1,5
m. kakaGas pun lari mendekat nolongin gw. “its
ok.. I’m fine.. I’m fine…fyuuh…” kata gw sambil tertawa. Seorang tete (tete
= kakek, dalam bahasa papua) yang berdiri di jembatan nampak kaget melihat kami
berdua. “bwahaha.. maka nya… tutut..
tutut… “kakaGas menjulurkan tangannya membantu gw bangun. “sebentar, sa tertawa dulu… bwahahaha… tete,
belum pernah liad orang jatuh to?? Tete tertawa sudah…”kata kakaGas pada
tete yang masih memperhatikan kami berdua. dan kemudian terdengar tete tertawa
kencang, sekencang kencangnya… sungguh, kejadian yang sedikit (ato mungkin
banyak,)memalukan. “yeah… silakan kakak
tertawa puas-puas sudah..”kata gw. untung si Nikon kagak kenapa-napa. *soambarassingaccident
landasan terbang yang ramai oleh orang2 |
Dari maima
kami bergegas kembali ke kota, mengejar sunset. “kira-kira masih bisa ngejar sunset kah tidak kaka??”Tanya gw ke
kkGas yang menjanjikan untuk melihat sunset yang cantik di bandara wamena.”masih… masih kekejar koq..” kata kakaGas
sambil mengemudikan motornya dengan kencang. Salah satu yang gw suka dari
wamena. Meskipun kota kecil, jalannya sudah aspal dimana-mana, jadi bisa
ngebut-ngebut dah. Kami tiba di bandara wamena sekitar pukul 17.15 beberapa
menit sebelum matahari terbenam. Meski sudah senja, bandara masih nampak ramai
oleh orang-orang. sebentar, sedikit ralat, bukan bandara, tapi LANDASAN
Penerbangannya. Yap, di sore hari, landasan akan berubah fungsi, sebagai tempat
olahraga, lapangan olahraga dan tempat bermain main masyarakat sekitar.
Lantaran wamena terletak di ketinggian di antara pegunungan Jayawijaya yang cuacanya
mudah berubah ubah, penerbangan hanya terjadwal di pagi hingga siang hari,
sehingga yaaa, kalo sore hari berubah fungsi begini.. unik yak. Dan saya suka
senja kala itu, senja di mana matahari perlahan bersembunyi di balik agungnya
Gunung Trikora, di sebuah tempat, dimana gw bisa merasakan antaranya dinginnya
udara wamena, dan hangatnya matahari senja.
With om Yosep Pagawak, security at
MAF wamena
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar