Celebes pu Cerita (4) : Latimojong - Never Ending Climbing
“tarek
nafas dooollloooooo” Awall,2014
H3 : Senin,
12 Mei 2014
Udara
dingin desa Karangan menusuk tajam menembus tubuh yang mungil ini *tsah. Dua
jaket tebal, kaos kaki, sarung tangan, dan kantong tidur bahkan tak banyak
mengurangi rasa dingin di pagi itu. *brrrh….. hujan turun dengan derasnya
selama semalaman makin menambahkan dinginnya udara di desa Karangan. Rasa
dingin yang membuat kami menjadi semakin malas beranjak dari kantong tidur
masing masing. Gw bangkit, berusaha melawan rasa dingin di badan,menyiapkan
menu sarapan yang sama dengan menu sebelumnya,telur, sayur, dan nasi panas. Tak
berselang lama, satu persatu kawan lain terbangun, dan bergegas menyiapkan
perlengkapan pendakian. Kamal, dan Awall yang menjadi team leader,
mengkoordinasikan alat dan perlengkapan yang ada.”bawa pakaian secukupnya aj, barang yang gak perlu ditinggal di sini.
yang bawa keril 4 orang saja, yang lainnya free, jadi kalo kecapekan biar bisa
gantian.” kata Kamal menjelaskan. empat keril,tiga daypack berisi tiga
tenda bermuatan 3-4orang,beberapa sleeping bag, 3 nesting 2 kompor, pakaian dan
peralatan pribadi, obat-obatan, dan logistik selama 2 hari pendakian selesai
kami siapkan dengan cepat. Selesai menyiapkan peralatan, kami bergegas untuk
sarapan. Awall, yang belum lama ini mendaki latimojong, memberikan pengarahan
tentang medan yang akan kami tempuh.
“target kita hari ini sampe di Pos 5 saja. tapi ya kalo bisa sampe Pos 7, lebih
baik lagi. Dari sini ke Pos 2 medannya cenderung gak terlalu mendaki. Di awal
nanti sampe pos 1 kita melewati perkebunan2 masyarakat. Dari pos 1 ke pos 2 cenderung
menurun karena posisi pos 2 yang cenderung di bawah. Sumber air juga banyak di
Pos 1 dan Pos 2, jadi gak usah terlalu khawatir masalah air. dari Pos 2 medan
akan terus menanjak, sumber air gak ada di pos 3 dan 4,jadi kita harus ada
persediaan air yang cukup dari pos 2. Di Pos 5 deket sumber air, dan kita akan
bermalam di sana. Besok pagi, baru kita lanjut untuk summit, dan langsung turun
kembali ke Karangan” kata Awall panjang lebar. Yang lainnya menyimak dengan
seksama. Dari 11 orang, hanya 3 orang saja yang sudah pernah mendaki
Latimojong. “nanti di pos 2, jangan lupa
untuk melekatkan rotan di tubuh, boleh dibikin gelang, kalung atau apapun. Udah
jadi tradisi pendakian di sini, harus seperti itu” Awall menambahkan. “emang kenapa harus pake rotan?’tanya gw
penasaran. Awall gak bisa kasih penjelasan,”yaaah,
udah jadi tradisi. Itu pesannya dari masyarakat di sini” jawab Awall. Gw,
diah, dan afit saling berpandangan. Hmmm, dimana di situ bumi dipijak disitu
langit dijunjung. “ada pantangan tertentu
gak untuk ndaki latimojong?”Tanya diah kemudian. Awall tersenyum,
menggeleng.”cuman itu saja, harus pake
gelang rotan, nti kalo kita liat ada rotan, kita buat di sana. pantangan lain
gak ada, yang penting etika di alam aja, seperti biasa.”jawab Awall santai.
Tepat
pukul 08.45 wita kami memulai langkah pendakian kami setelah sebelumnya berdoa
dan berteriak untuk kesuksesan pendakian kami. Awal menjadi leadernya dan Kamal
menjadi sweepernya. Perkebunan kopi milik masyarakat mendominasi pemandangan
sepanjang perjalanan dari basecamp hingga pos 1 Buntu Kaciling. Medannya pun tak terlalu sulit berupa jalan-jalan
setapak batu menembus bukit-bukit kecil penuh pohon kopi, ataupun lahan kebun
masyrakat setempat. Karena banyaknya bukit-bukit dan jalan setapak inilah yang
kadang membuat pendaki agak sedikit bingung menemukan jalan menuju pos 1,
ditambah lagi tak adanya penunjuk jalan menuju ke arah sana. beruntung leader
kami Awall yang berada di depan sudah beberapa kali mendaki gunung ini,
sehingga tak terlalu sulit baginya untuk mengarahkan kami hingga tiba di Pos 1
satu jam kemudian.
Pos 1
sendiri, terletak di atas suatu bukit yang masih berada di areal perkebunan
kopi. Sebuah gubuk singgah berdiri tak jauh dari Pos 1 menjadi tempat
peristirahatan sementara kami. melihat banyak batang rotan bersebaran di
sekitar gubuk, Awall langsung berinisiatif untuk membuat gelang rotan untuk
dirinya. Kawan lainnya pun mengikuti. Dipotongnya rotan dan dirautnya hingga
halus dan diikatkannya pada pergelangan tangan. Adek kecil Rendi nampak asik
dengan pisaunya, meraut dan menganyam rotannya agar nampak berbeda dengan yang lain. “looh, koq bikin di Pos 1?? Katanya bikinnya
di pos2?”Tanya gw. “gak papa, bikin
di sini juga gak papa koq. Yang penting ada rotan”jawab Awall yang masih sibuk
dengan gelang rotannya. “tutut mau dunk
dibikinin..”pinta gw pada yang lain.
pisau lipat yang hanya berjumlah tiga digunakan bergantian dengan yang
lain. Bocor yang sudah selesai membuat gelang rotannya, mendekat meminta lengan
gw untuk dipasangkan gelang rotan buatannya. Gw tersenyum,”aseeekk… dibikinin…. Entar tutut pake dah
sampe besok2”kata gw kegirangan. Tambah lagi koleksi gelang di tangan.
Bocor hanya diam, sedikit tersenyum. Selama perjalanan, dirinya tak begitu
banyak berbicara, tapi sangat dan super membantu sekali. Satu kawan pendaki
yang belakangan diketahui abis ditinggal kawin pacarnya. Konon pendakian ini
adalah pendakian galaunya. Pendakian untuk menghilangkan kegalauan yang mendera
di jiwanya *tsah. *wishU’reOkayBocorBoy^^. Role No.3 : Dimana Bumi Dipijak Disitu
Langit di Dijinjing.
Jangan lupa pake Gelang Rotan selama pendakian Latimojong ya kawaaannn.
Tak
lama beristirahat, kami melanjutkan perjalanan menuju Pos 2.dari Pos 1 ini
medan baru mulai memasuki hutan. Belantara hutan yang cenderung basah karena
banyak ditumbuhi lumut. Hal ini pulalah yang membuat suhu di Latimojong lebih
dingin dibanding gunung2 yang mungkin lebih tinggi seperti Rinjani ataupun
semeru. Bisa dibilang Hutannya Latimojong tu Hutan Hujan Tropis. Jalan setapak
yang dilalui cenderung berlumpur dan licin. Kata diah,”tanahnya merah..” tapi menurut gw bukan,”ah, warna coklat koq..” bantah gw.”ini tanahnya merah tut..”. “ini
lhoo, warnanya coklat. Merah tu kayak gini”tunjuk gw ke jaket gw.
perdebatan yang sebenarnya tak penting -_-“. Mungkin yang dimaksud diah adalah
tanah merah, tanah lumpur, tanah liat lah ay. Tanah yang subuh untuk dipakai
bertani (wooh, that’s why enrekang menjadi daerah perkebunan yang menjadi pemasok
utama kebutuhan sayur mayur di Sulawesi selatan). Selain masalah medan yang
berlumpur dan licin, pacet menjadi salah satu momok mendaki Latimojong. Pacet,
yang berhasil membuat ‘many hole’ di tangan, kaki (waktu dihitung ternyata ada
24titik bekas gigitan). Awalnya gw gak terlalu peduli dengan yang namanya
pacet. Cuman ngisep darah doank koq. “oh,
noh, isep noh, darah gw banyak” kata gw gak terlalu peduli. Abis ngisep
juga nglepas sendiri. Diah yang pake sandal rajin banget nyemprotin
hansanitizer ke dorang pu tangan dan kaki karena lumayan efektif mencegah
nempelnya si pacet, dan mempercepat lepasnya pacet dai tubuh. Makanya lumanyan
gk digigit pacet. Sedangkan gw, beuuh, berdarah dimana-mana bekas pacet tapi
tetep masa bodoh. t api, after several time, abis turun gunung barulah efeknya
muncul, garuk, garuk, dan menggaruk. Luka bekas gigitan pacet itu tiada ampun
gatalnya, gak mau hilang, kalo belum nimbulin koreng *maaaak. Role No.4 : Every
Place has their own unique character.kenalin karakter suatu gunung sebelum didaki, dan persiapkan segalany. Jangan lupa pake sepatu gunug ya
kawan, jangan bodo’ kayk gw yg pede pake sandal,haha Mendekati pos 2,medan mulai menurun, dan terus menurun.
Suara aliran air semakin deras terdengar. Yap, Pos 2 terletak tepat disebelah
derasnya aliran sungai. Sebuah batuan datar seperti piringan berada sedikit
lebih tinggi dari aliran sungai, dengan sebuah tebing batu besar yang
menaunginya menjadi satu gambaran dari Pos 2 Sarang Fakfak. Waktu menunjukkan
pukul 12.00 wita ketika awall, bocor, yusar,rendi, dan gw menjadi yang pertama
tiba di Pos 2. Puas mengabadikan gambar di pos 2, kami pun menyiapkan menu
makan siang. Semalam sebelumnya kamal dan kawan lainnya sudah membuat ‘lontong’
bekal pendakian kami sehingga kami hanya perlu memasak lauk dan pelengkapnya
saja. salah satu strategi penghematan waktu^^. Satu hal yang lucu adalah menu
ikan asin. Baru kali ini naek gunung bawa bekalnya ikan asin. Tapi ternyata
orang Sulawesi, khususnya orang palopo yang gw ketahui, mereka doyan dengan
yang namanya ikan asin. Padahal, secara nutrisi, gak ada sama sekali, tapi kalo
dilogika lagi, menu ikan asin bagus juga untuk pendakian. Baik untuk mengganti
elektrolit yang hilang selama pendakian. Kan,natriumnya ikan asin tinggi
bangeet. Hal konyol lainnya adalah
ternyata margarine yang kami bawa untuk menggoreng ikan asin tertinggal di
basecamp, sehingga terpaksa deh tu si ikan cuman dibakar-bakar saja di atas
api. Geli liatnya, dimakan aja bikin gatal di lidah, eh, tapi enak juga yaaa
*meringis. Diah yang dari awal sudah bilang,”no..
no… gw gak suka ikaaan!apalagi sarden ato ikan asiin”, terpaksa selalu
mendapatkan menu tersendiri, mie rebus, tanpa sarden ataupun ikan asin, disaat
yang lainnya begitu menikmati ikan asin bakar yang disantap bersama lontong2an
buatan kawan.
|
pos II buntu kaciling |
berlanjut, langkah kaki mulai berjalan menyusuri kembali
jalan setapak menembus lebatnya hutan menuju pos 3 dan pos 4. Jarak antara pos
2 ke pos 3 tidaklah terlalu jauh, hmm, sekitar 800 m – 1 km. hanya saja, medan
yang ditempuh adalah tanjakan tanjakan tiada henti. Dari pos 3 ke pos 4
tidaklah jauh berbeda, dengan jarak yang sama sekitar 1 km berupa
tanjakan-tanjakan semi berlumpur semi berbatu. gw, yang bukan seorang pendaki
cukup merasa ngos-ngosan sejak dari pos 3. Dada berdegup kencang, Keringat
menjadi dingin, kombinasi antara kekurangan elektrolit, hipoglikem, dan
keracunan kopi (salah sendiri minum kopi). Diah dan Afit yang merupakan pendaki
jawa saja mengakui bahwa medan nya ‘lumayan’ bikin kelelahan. Kawan-kawan dari
palopo masih cukup bersemangat dalam melangkah. Hanya si Aidil saja yang nampak
mulai kelelahan karena membawa beban keril dipunggungnya yang mulai terasa
berat. “tareekkk nafass doooolloooooo”
teriak Awall yang berada di depan, berhenti melangkah setiap menemukan daerah
yang cukup datar untuk beristirahat. Gw yang menyusulnya dibelakang ikutan
berhenti, berusaha mengatur nafas. Hooosh, hooosh. Bahkan tanpa bawa beban di
punggung pun nafas udah satu-satu. Awall hanya tersenyum, tertawa melihat gw,
dan yang lainnya yang nampak kelelahan. “masih
semangat?” tanyanya laagi. Gw tersenyum, meski terasa lelah, ini belum
seberapa, baru sampe pos 3, jadi harus semangat. “semangat dunkkk!!”dan kami melanjutkan langkah. “Semangkaa… Semangat Kalolo” teriak
Awall dan lainnya. Kecepatan langkah kami bersebelas tidak lah jauh berbeda
satu sama lain, jika satu dua yang di depan sudah mulai terlalu jauh dari yang
dibelakang, mereka akan berhenti, beristirahat sambil menunggu mereka yang
tertinggal di belakang. Rendi,adek kecil dan Yusar yang sama-sama paling muda
selalu menjadi yang terdepan dalam melangkah, mengikuti langkah kaki sang
leader,Awall. “ayo mbak…
semangka!!!bgsgsoghr”kata Rendi dengan logat palopo yang sering bercampur
dengan bahasa palopo. “adek.. ko bicara apa kah? Pake bahasa Indonesia dunk,
tong tra paham ko bicara apa..”kata gw. Bisa dikatakan Rendi termasuk yang
paling susah bahasa Indonesia, susah dimengerti dan lebih sering tercampur
dengan bahasa daerah yang sering kali membuat gw,diah, dan afit cuman bisa
bengong, dan bilang,”hhee?????”penuh tanda
Tanya. Bahasa Rendi, yang sering terpeleset-peleset dan menimbulkan tawa buat
kami yang asing mendengarnya. Tapi, gak bisa dipungkiri, rendi lah yang paling
mantab fisiknya, paling sering bawa keril, dan jarang ngeluh capek. Setiap lagi
istirahat, suka ngeluarin joke, joke yang bikin semua orang tertawa. Kata
rendi,”harus bikin lucu lucu to… biar tak
capek” dengan logat nya yang lagi-lagi membuat kami tertawa. Mantab betul
dah.Role no.5 :
life is bout balance, take an enough breath and lets walk again. Tarek Nafas Doolllooooo…Mencapai pos 4 pada pukul 15.00, 1
jam lebih cepat dari target awal, membuat kami menjadi lebih santai dalam
melangkah. Ditambah lagi lantaran rasa lelah sudah cukup mendera beberapa orang
yang membawa keril besar. Aidil lagi-lagi menjadi yang terakhir tiba di Pos
istirahat. Sudah bawa keril paling berat, setiap sampai di Pos, selalu mendapat
hukuman untuk scot jump dan push up masing2 10 hitungan. “emang kenapa sih si aidil
kribo dan sere selalu dihukum?’tanya gw, memperhatikan Kamal dan Awal yang
malah menikmati dalam menghukum kedua orang itu yang masuk dalam anggota KPA
Gerhana Sawerigading. Gara-gara mereka lupa ambil slayer gerhana tadi waktu di
awal pendakian..”kata awal menjelaskan. gw manggut-manggut. Gak paham
sebenarnya. Anak-anak komunitas pecinta alam ternyata punya aturan sendiri
dalam pendakian. Kata diah menjelaskn,”jadi mereka tu lagi dalam pendakian
ekspedisi, karena masih anggota baru, jadi setiap naik gunung harus ambil
slayer anggota untuk menaikkan level di komunitas. Begitu. Ada juga yang dipake
sebagai syarat sah menjadi anggota baru”. Gw cuman manggut-manggut, ribet dah
jadi anggota KPA, ada senioritas yunioritas, ada hukuman, ada aturan, gak bebas
kayaknya. Eh, tapi mereka jadi punya dasar ilmu pendakian *bolehboleh.
“ok, kita lanjut lagi
ya…”ajak Awall. Semuanya
pun bangkit dari istirahatnya. “Semangkaa????”teriak
Awall, dan yang lain menjawab,”Semangat
Kalolo…” berkali-kali si Awall atau yang lainnya berteriak,Semangka!!! yang lainnya jawab : Semangat Kalolo. awal yang gw gak terlalu peduli mereka bicara
apa,gw jadi penasaran.”Awall, semangat kalolo apaan sih?” Tanya gw. “kalolo tu bahasa paloponya pemuda. Anak
laki-laki. Makanya, Semangka!!!!semangat Kalolo, semangat kau pemuda!!”
kata Awall sambil tersenyum. Gw baru paham kalolo aartinya anak laki-laki to.
“jadi, kalo anak perempuan apa?”Tanya
gw lagi. “anak dara…”jawab Awall
singkat. Gw langsung bongkar tertawa,”bwahaha..
apa? Anak dara? Burung dara kaleee…haha.lucu banget sih”,kata gw. “Semangka!!! Semangat kalolo, semangat ko nak
Dara…”kata Awall lagi. Gw cuman tertawa, sekali lagi tertawa, aneh-aneh
saja ni bahasa palopo. Gw pun ikutan berteriak,”diah.. Semangka!!!semangat ko nak dara…” . kami pun melanjutkan
perjalanan. Dan setiap kawan-kawannya mulai nampak lelah, Awall hanya berteriak,”Semangka???” dan selalu kami jawab
dengan lantang,”Semangat Kaloloooo…” *such
a nice yell
Jalur
dari Pos 4 menuju Pos 5 tak jauh berbeda dengan Pos 2-3 dan Pos3-4,bahkan
cenderung lebih tak terlalu melelahkan karena beberapa kali dapet ‘jalur bonus’
karena jalur yang cenderung datar. Jarak antara pos 4 hingga pos 5 pun tak
terlalu jauh, sekitar 1km jauh jaraknya. Tepat pukul 17.00 sore kami tiba di
Pos 5 Soloh Tama, dengan ketinggian 2625mdpl.
“wa…akhirnya…sampe juga di Pos 5. Gilaaa… trekkingnya gilaaa…kampret, kampret”kata
gw berteriak sambil meluk pohon dengan papan bertuliskan “Pos 5 Soloh Tama”. Tak lama berselang, afit, diah dan kamal
menjadi yang terakhir datang. tak lama berdiskusi, Kamal dan Awall memutuskan
untuk menghentikan perjalanan sampai di Pos 5. “ok… sampe sini saja ya… kita ngCamp, terus besok turun…haha”kata
Awall malah bercanda. Mengingat hari yang sudah senja, angin yang mulai
kencang, dan kemungkinan turun hujan,dan badai dan fisik kawan2 yang sudah jauh
menurun, disepakati tim untuk berTenda
di Pos 5, perjalanan menuju Pos 6 dan 7 dirasa tidak memungkinkan untuk
dilanjutkan hari itu, melainkan keesokan
harinya. Angin berhembus dengan kencangnya ditambah suhu udara di Pos 5 yang
sangat dingin membuat kami benar-benar berat untuk melakukan aktivitas. Kamal
dan seorang kawan bergegas mengambil air di sumber mata air yang berjarak
sekitar 500 meter dari area perkemahan sebelum matahari terbenam. For your
information aja, Pos 5 sendiri berupa satu lokasi datar yang luas yang
dikelilingi banyak pohon tinggi ramping menjulang ke atas. Tanahnya tanah lumut
yang basah dan lembab. Sumber mata airnya lumayan cukup jauh dari lokasi Pos,
yaitu sekitar 500 meter, 20 menit berjalan kaki menurun ke bawah ke arah timur
laut.
Angin
semakin kencang, dan cahaya semakin temaram karena malam, dan kami pun lekas
mendirikan tenda, tiga tenda untuk 11 anak manusia. gw bertiga dengan diah,
afit, satu tenda berisi kamal,awal,bocor,dan k’Anto, dan satu tenda lainnya
dihuni aidil,sere,yusar,dan adek kecil rendi. Makan malam kami segerakan untuk
bisa mendapat kehangatan dalam tenda, dan satu persatu pun beranjak dari dunia nyata, ke dalam dunia mimpinya
masing-masing.
Meski
satu persatu kawan cepat terkapar dan terpejam, malam itu, gw, diah, afit
memilih menghabiskan malam dengan bercerita. Saling bercerita tentang kehidupan
yang sudah kami jalani, kehidupan gw, kehidupan afit, ataupun kehidupan diah.
Kehidupan kami bertiga yang sangat
berbeda satu sama lainnya. Dan lagi-lagi, masa lalu, menjadi satu pokok
pembicaraan yang tak pernah luput untuk dibahas (masa laluuuu biarlah masa laluuu, jangan kau ungkit, jangan ingatkan
akuuuu * lets sing, dangdut, ) we have three different character, we have
three different kind of life, and we have our own perspective bout life, but
here we’re.. we still happy, and enjoy with this (270514 00.17)
|
pos 5 |