Celebes pu Cerita (5) : Rantemario 3478
mdpl Puncak Tertinggi Celebes
,”kalo di rinjani ada yang namanya 7 bukit
penyesalan. Kalo ini,namanya Unlimited Bukit Penyesalan… kampreett!!!”
Afit,2014
H4 : Selasa,
13 Mei 2014
Dinginnya
Pagi & Arti sebuah Semangka
Suara gemericik air hujan terdengar lembut jatuh
membasahi tenda kami. gerimis tak kunjung berhenti semenjak semalam. Berharap
gerimis segera reda sebelum kami melanjutkan perjalanan menuju pos pos
berikutnya. “Woyy… bangun, banguuun…”
teriak seseorng dari tenda sebelah sambil mengguncang-guncang tenda kami. “haizzz… siapa sih ini? mengganggu sekali..
masih mengantuk ini..” gerutu gw. udara terasa sangat dingin, lebih dingin
disbanding waktu di Karangan. Matras pun tak mampu menahan lembab dan dinginnya
tanah pos 5. Waktu sudah menunjukkan pukul 06.00 pagi waktu Indonesia bagian
pos 5 latimojong dan Diah langsung bangun bergegas mencari kompor berencana
untuk membuat ‘nutrigel birthday’nya yg
rencana akan dinyalakan di puncak Rantemario. Rencana yang pada akhirnya batal
lantaran kami terkena badai waktu di Puncak. “wohoiii… bangun, banguuun… su siang ini” teriak seorang lagi, kali
ini mengguncang-guncang tenda sebelah. Betul adanya, cahaya sudah cukup terang
untuk beranjak dan beraktivitas. Satu persatu bangkit dan segera mempersiapkan
sarapan paginya, kopi, susu, dan snack ringan menjadi pembuka sebelum sarapan
pagi dimulai. Aidil dan Sere mendapat tugas untuk mengambil air di sumber air
ditemani Kamal dan gw yang penasaran sejauh apa sumber air di pos 5. Dan
ternyata, 500 meter itu, jauh banget. lumayan lah, pemanasan sebelum trekking,
dengan medan yang licin, menurun,dan banyak terhalang oleh pepohonan yang su
lama tumbang dan tentu saja, lumut dimana mana. Tapi hal ini menjadi tak ada artinya ketika sudah
sampai di sungai yang menjadi sumber air kami. cantik banget aliran
sungainya!!! Aliran sungai yang beradu menerobos bebatuan yang licin oleh
tebalnya lumut menyeruak diantara lebatnya pepohonan. Udara yang dingin menjadi
tak seberapa disbanding dengan dinginnya air sungai yang jernih dan deras
menyerupai air terjun kecil lantaran mengalir dari susunan batu bertingkat. “brrrr… gilaaaa, dingin banget!!! ini mah
lebih dingin daripada air es di freezer rumah ni”kata gw ketika mencelupkan
tangan ke dalam air. aidil ketawa,”ayo…
coba mbak masukin tangan selama 5 menniiitt saja, berani gakk??” kata aidil
menantang. “ah… ogah. Elo aja dah. Sana
gih, coba, ntar kalo tahan 5 menit gw traktir dah”kata gw ngajak taruhan.”ah, mbak aja ya.. 2 menit deh…”tawar
Aidil, tapi gak ada satupun yang mau. Masukin tangan sebentar aja udah beku,
apalagi mo dua menit. Kami pun membatalkan taruhan, memilih untuk segera
membersihkan diri cepat-cepat, sikat gigi,dan mengisi air pada botol-botol
bekal. Tapi, meski dingin, air yang diperkirakan bersuhu sekitar -30C
ini seger banget buat cuci-cuci muka. Lumayan lah biar muka kusut jadi agak
segerannnn *hii, meringis.
Cukup
mengisi perut, dan berkemas, kami melanjutkan perjalanan, dengan target, Puncak
RanteMario tepat di tengah hari. Peralatan berkemah dan pakaian kami tinggalkan
dengan pertimbangan mengurangi beban dan akan turun segera setelah mencapai
puncak. Sedikit berbekal makanan kami pun melangkah. Gerimis pagi yang tak
kunjung berhenti menemani petualangan kami. Setengah jam berjalan, nafas mulai
terasa terengah. Medan yang ditempuh tak jauh berbeda dengan pos3-4, dan
pos4-5, bahkan tanjakan tanjakan cenderung lebih tinggi. Bisa dikatakan,
langkah kaki itu selalu dengan mengangkat paha setinggi pinggang. Gimana mo
kagak gempor ni kaki. Komentar si afit yang juga mulai terengah,”kalo di rinjani ada yang namanya 7 bukit
penyesalan. Kalo ini,namanya Unlimited Bukit Penyesalan… kampreett!!!” kata
afit setengah memaki. gw pun cuman tertawa di sela nafas terengah gw. Sesekali
menghentikan langkah untuk bernafas
dengan baik, menundukkan kepala sejajar dengan perut, dan merasakan detak
jantung yang berdegup lebih kuat. “huuuuft….”nafas
gw hembus kuat-kuat dan menariknya kembali dalam-dalam. “its ok.. its ok!!!!ergghh…”kata gw menyemangati diri sendiri. “Tarekkk nafas doooloooo” kata Awall
menggoda memberikan semangat. Gila ni satu anak, selama pendakian gak pernah gw
liad dirinya yg ngos-ngosan. “semangkaaaa…”katanya
lagi. Gw cuman tersenyum meringis,”semangat
kalolo!!!’ kata gw menjawab semangkanya. “ayo… semangat… tinggal 100 meter lagi…. Dikit lagi dah sampe pos 6 koq”
kata Awall lagi. Darikemaren selalu bilang tinggal dikit lagi, tinggal dikit
lagi, biking w meledak,”aarghh… Awall
dasar PHP! Pemberi harapan palsu! Darikemaren bilangnya tinggal dikit,tinggal
dikit tapi masih jauh.. kampret loo..” kata gw meledak ledak, ngluapin
emosi karena kecapekan. Awall yang diomelin
malah cengar cengir. “iyah nih… PHP
muluk. Bilang udah deket ternyata masih jauh..”kata diah ikut menambahkan. Tapi
mungkin itu perlunya leader yang PHP, biar followernya gak patah semangat
selama di jalan. Well, tapi seru juga, pendakian menjadi gak mbosenin karena
personil timnya kaco-kaco, gak ada yang bener,gokil abis dah. Hm,mungkin itu
juga yang bikin pendakian ini gak terlalu terasa melelahkan (*cuman betis aja
yg gempor).
Role no.6 : with Friends, everyday is like an adventure.. *semangka!!!!semangat
kalolooo…..
Terpaan
Badai
Satu
jam berselang, kami tiba di Pos 6. Pos 6 sendiri hanya berupa satu tempat yang
datar yang masih banyak dikelilingi pepohonan yang tinggi. Cuaca cukup cerah
siang itu membuat kami menjadi tak terlalu kedinginan namun tak kepanasan
karena memang tak ada matahari. Beristirahat tak lama, kami pun melanjutkan
langkah kaki menuju Pos 7. Dari Pos 6 menuju pos 7 ini pemandangan sudah mulai
nampak terbuka, berbeda dengan dari pos 2 hingga pos 6 yang mana kami selalu
berada dalam dekapan hutan yang gelap dan lembab. Bebukitan di bagian lain
nampak jelas terlihat di sisi kiri, lembah yang dalam diantara banyak gunung
terlihat seperti mangkok yang dipenuhi oleh lautan awan putih dan kabut yang
hilang timbul oleh angin. Pemandangan yang berbeda disbanding sebelumnya. Jalan
setapak yang kami lalui pun sudah mulai tak terlalu berlumpur melainkan
didominasi oleh bebatuan. Sesekali memasuki hutan dengan pepohonan ramping yang
batangnya dipenuhi tebal oleh lumut-lumut hijau. Penampakan yang khas dan
cantik menuju pos 7.
Memasuki
Pos 7, jalan menjadi lebih datar dan terbuka. Angin yang berhembus kencang
membawa serpihan air hujan yang semakin deras ketika kami tiba di Pos 7. “hadoooh, badaii..”. gak bisa dibayangin
kalo kemaren kami memaksakan jalan hingga pos 7, jelas-jelas akan terkena badai
seperti ini, atau bahkan lebih. Kedua tangan gw mulai terasa beku ketika sampai
di Pos 7. “brrr….. dingin banget,
anginnya kenceng”kata gw berusaha menggerak2an badan agar tak terlalu
dingin. Padahal sudah pakai dua jaket tetap saja dingin. Beberapa kawan yang
sudah datang terlebih dahulu berlindung dibawah pohon2 yang pendek dari terpaan
angin dan ketika hujan semakin deras oleh angin mereka bergegas menggunakan
raincoat dan melanjutkan segera perjalanan menuju pos 8. Gw yang baru sampe di
Pos 7 memilih untuk berhenti sejenak, menunggu pula diah yang ada di belakang. “:aaah..
diaaah.. dinginnn bangeet…”kata gw dengan gigi yang sudah
bergemeletuk karena kedinginan. “tutut…
peluukk gw… dingiin bangeeeeetttt” kata diah, dan langsung gw peluk
erat-eratt. Badan udah mulai basah karena hujann. Body to body contact make us
warmer…. “brrrr….”. kami berdua
menggigil bersamaan. “tutut, diah, pake
jas ujan dulu gih..” kata Kamal dan Awall mengingatkan kami berdua. sialnya
jas hujan gw ketinggalan di pos 5, untung si diah bawa dua jas hujan. Bocor
(bocor itu nama orang) yang tanpa gw sadar sejak dari awal selalu jalan gak
jauh dari gw ngBantu gw pake jas hujan lantaran gw nya yang udah gak bisa
berkutik karena kedinginan (*hanya berharap untuk gak sampe hipotermi).
Teman-teman yang lain sudah jauh berjalan, dan hampir sebagian besar berjalan
tanpa jas hujan (meen,basah, basah dah). I just was touched because they always
prioritized us as a girl and protected
us so carefully(huukkss… terharu).
Dari
Pos 7, perjalanan berlanjut menuju Pos 8 dengan angin yang tak kunjung reda
berhembus kencang. Hujan pun hanya sesekali berhenti namun kemudian turun lagi.
Jalur yang didaki menjadi lebih terjal, sedikit ng’climbing’ bebatuan putih
yang licin dan basah oleh aliran hujan. Beruntung hujan berhenti ketika kami
tiba di Pos 8 50 menit kemudian. Sebuah padang luas terhampar dengan sebuah
kolam berisi penuh air menjadi pemadangan yang menarik di Pos 8, Pos terakhir
sebelum mencapai puncak, yang banyak disebut orang sebagai Alun-alun. Jalur
pendakian dari Pos 8 menuju Puncak Rante Mario menjadi jalur yang paling
berbeda disbanding jalur-jalur sebelumnya.
Hamparan bukit-bukit batu menjadi medan utama untuk bisa mencapai
puncak. Jalurnya cenderung datar hanya panjang dan banyak berkelok. Puncak
Rantemario pun sudah bisa terlihat dari Pos 8. Tapi jangan terkecoh, nampaknya
saja dekat, tapi ada ribuan bukit yang harus dilalui untuk bisa sampai ke sana.
dari satu bukit tembus, maka bukit lain dibelakang menunggu. jalur yang panjang
nyaris hingga 2 kilometer. Hujan gerimis kembali mewarnai perjalanan kami,
angin yang mungkin tak terlalu kencang menjadi sangat terasa lantaran medan
yang benar-benar bebas terbuka tanpa pepohonan. Hanya batu-batu yang ditumbuhi
lumut-lumut dan pohon kecil. Hm, perubahan vegetasi oleh karena ketinggian dan
suhu.
Summit – Ketika Kaki ini Menginjakkan Puncak Tertinggi
Sulawesi
Satu persatu bukit terlewati namun Puncak Rantemario seakan
tak muncul di kelopak mata. Sebagian besar kawan sudah jauh melangkah di depan.
“waaa… anak-anak mungkin dah sampe puncak
ni” gumam Awall yang berjalan di depan gw. gw tengok ke belakang dan diah makin
nampak jauh tertinggal. Fisik diah udah mulai berkurang sejak mendekati pos
7. Gw sendiri pun sebenernya udah mulai
jenuh jalan, tapi yang ada dalam pikiran gw cuman satu,”udah sampe sini, tinggal dikit lagi Tut.. semangat! inget, harga tiket
pesawat lo ke sini gak murah”kata gw dalam hati menyemangati diri sendiri. best motivator is from our own self. gw
liad diah dari kejauhan masih berjalan ditemani si Kamal. “diaaaah…. Semangat Diii!!! Tinggal dikit lagi…”kata gw berteriak
dari kejauhan dan mulai kembali berjalan mengikuti langkah kaki si Awall. “Wall.. lo lewat mana??? Tanya gw ke
awall yang sudah mulai nampak jauh. sedikit bingung karena dirasa gw berjalan
mengikuti aliran air. “ngikutin aliran
air ya Wall”?Tanya gw lagi. “iyaah…ikut
aja jalan setapaknya”jawab awall. Jalan setapak yang dimaksud memang
berubah menjadi layaknya aliran kecil sungai lantaran derasnya hujan turun.
Langkah demi langkah kaki ini terus berjalan, hingga sampai di satu titik Awall
berteriak,”tinggal dikit lagi tut… di depan
dah puncak.. ayoook…”kata awall memberi tahu. Gw cuman menghela nafas,”ah.. tipu mo… awall php paling.. tipu,
tipu…” kata gw gak percaya dan memilih untuk tetap berjalan tanpa melihat
jauh ke depan. “ih.. beneran, kali ini
gak PHP. Tuh.. di sana, tugunya dah kelihatan…” kata Awall berjalan makin
cepat. Dan ternyata benar, tak lama gw berjalan, tugu yang khas itu mulai
nampak, dan semakin nampak jelas di depan mata. Jantung gw tiba-tiba berdegup
dengan kencang. Dan ketika tugu puncak Rantemario itu tepat di pelupuk mata, gw
langsung jatuh berlutut. Gak bisa berkata, gak bisa nangis, gak bisa marah. Ada
satu rasa yang tiba-tiba membuncah di dalam dada…. “aaarghh…. Finally……”teriak gw keras keras…..thats so…??hm… what
kind of feeling is this?? Satu perasaan yang gak bisa diungkapkan dengan
kata-kata. Perasaan yang hanya bisa dirasakan ketika kaki ini menginjakkan
tanah tertinggi di pulau Sulawesi. Perasaan yang berbeda ketika menginjakkan
kaki di puncak tertinggi ketiga Indonesia, Rinjani. Something that so amazing,
unexpressed. That’s all. Something when I felt so awesome, so great. Entahlah,
hanya Tuhan dan gw yang tau makna rasa itu. Tapi yang pasti, hanya karena
kehendak Allah lah, gw bisa sampe di Puncak Ini, Puncak tertinggi Sulawesi, dan
karena keagunganNya lah, gw bisa merasakan ‘Rasa ini’… *thxGod. Role no.7 :Hanya
Tuhan yang Tahu
Kebaikan Hati dan Rasa Bahagia
Empat buah tenda berdiri di sebuah
lapang tak jauh dari tugu Rantemario.
“whaat???di tempat sedingin dan berangin ini ada yang camping??gilaa, gilaa”
gumam gw ngliat tenda-tenda yg nampak sepi. Gw, awall, yusar, dan kakAnto
mendekat. Ternyata ada banyak orang disana, termasuk afit, dan kawan lainnya ya
sudah tiba terlebih dahulu. “wa…
afiiit….gw sampeeee…”teriak gw waktu liat afit masih kegirangan karena udah
sampe puncak.gw rentangin tangan lebar lebar, meluk si afit saking girangnya. “kampreet… kampreet!!!’kata gw lagi, gak
ada kata-kata yang bisa diucapkan. Yusar yang masih diluar tenda pun jadi
korban pelukan gw, yang kemudian salah tingkah karena mungkin gak pernah
dipeluk. Brrr…… “sini mbak masuk dulu…
anget-anget…” panggil seseorang dari salah satu tenda sambil menyodorkan
segelas teh panas. Gw pun langsung masuk ke salah satu tenda, berteduh dari
angin kencang yang berhembus dingin. Tim hore, nama kelompok mereka, sekitar
11an orang (kalo gak salah), datang dari makasar untuk mengejar puncak
latimojong. ‘tim hore’ yang punya style ‘woles’ dan nyantai ini udah 4 hari di
latimojong, ngCamp di pos2, di pos5, pos7, dan semalem ngecamp di Puncak, gila
gak wolesnya. kakWandi dan kakGondrong (Satunya2 dari tim hore yang dateng
darijakarta) yang ada ditenda mempersilahkan kami untuk menyeruput teh buatan
mereka, beserta roma malkist crackernya. Kawan-kawan lain, afit, awall,
aidil,bocor, yusar, rendi,sere,juga nampak santai beristirahat di 3 tenda
lainnya. Tak lama berselang, Diah dan Kamal datang dari belakang. Sempat Awall
berencana menyusul keembali turun karena diah dan kamal yang tak kunjung
muncul, khawatir terjadi sesuatu pada keduanya. Diah yang nampak kedinginan dan
mata berkaca berjalan mendekati tenda. Gw dan afit pun langsung menyambutnyaa,”wa… diaaah……”teriak gw ke diah seneng
liat diah akhirnya sampe juga. kami pun secara reflek langsung berpelukan
bertiga, berteriak sesukanya, lega karena akhirnya kami bertiga, trio kampret
ini berhasil sampe di puncak yang kami impikan. Yang lain hanya tersenyum geli
melihat tingkah kami bertiga yang berpelukan erat dan lama. “kalian gak ada rasanya..” tiba-tiba
afit berkomentar dalam peluknya, merusak suasana, dan kami pun tertawa lepas…..
terkadang satu mimpi itu bisa membuat kami menjadi terlampau bahagia, dan berpelukan
adalah satu ungkapan yang bisa diluapakn untuk dibagi bersama. *baga’
the kampret di puncak rantemario |
waktu kabut sempat hilang |
meski angin berhembus terlampau kencang |
tapi kami pernah ada di tanah ini.. pernah ada cerita di sini |
Sekitar 1 jam-an kami habiskan waktu
di puncak, ditenda-tenda milik tim hore ini. berbagi cerita dan pengalaman
mereka sendiri. Tim hore adalah suatu komunitas jalan-jalan di Makasar yang
bersifat terbuka untuk siapa saja yang mau jalan-jalan, suka ngadain trip
bareng kemana aja di wilayah makasar dan sekitar. ah, such a nice and humble
team. *thanks buat kakWandi and all tim hore yang udah dengan baik hatinya dan
dengan tangan terbuka mau menerima kami dan berbagi makanan dan teh panasnya *angeeet
*sukaaaa….
Tepat pukul 14.00 kami memutuskan
untuk kembali turun ke pos 5. Angin
masih berhembus kencang dan cuaca benar-benar sangat dingin. Meski sempat cerah
sebentar, angin kembali berhembus kencang dan awan-awan rendah membuat puncak
rantemario menjadi kembali berkabut. Cuaca yang membuat kami menjadi buru-buru
untuk segera mengabadikan kembali moment dipuncak dan melanjutkan perjalanan
turun. Role 8 : sesama Pendaki itu Saudara. Saling Berbagi itu Luar
Biasa. Berbagi Rasa, Berbagi Cerita,
ataupun sekedar Berbagi Senyum dan Tawa. Makasi Tim Hore Makasaaar…
Cuaca kembali cerah selama
perjalanan kembali kami dari puncak menuju pos 5. Meski angin masih berhembus
kencang, pemandangan latimojong nampak begitu jelas tanpa kabut yang
menghalangi, membuat kami begitu menikmati indahnya perpaduan bukit, awan, dan
pepohonan lumut yang kami lintasi. Cuaca yang cerah membuat kami menjadi tak
terlalu terburu dan santai untuk tiba di pos 5, sambil bercerita, tertawa, dan
sesekali mengabadikan negeri di atas awan ini. latimojong.
Perdebatan
Pukul 5 sore hari, gw, Diah,Afit,
kakKamal, dan kakAnto menjadi yang terakhir tiba di Pos 5, berselang nyaris 1
jam lebih lambat disbanding teman-teman yang lain. tiga tenda yang pagi
sebelumnya sudah dibongkar, sudah kembali berdiri tegak diantara tenda-tenda
dari pendaki lain di pos 5. “looh… koq
ndirikan tenda lagi??’tanya Kamal pada Awall. Ternyata terjadi
misskomunikasi antara kedua team leader kami. gw, diah, dan afit cuman diam
bengong. Kami pikir juga mo lanjut turun ke desa Karangan. Kawan-kawan yang
lainnya nampak berkumpul di sebuah api unggun, menghangatkan diri dari
dinginnya pos 5. Pos 5 menjadi jauh lebih dingin disbanding sehari sebelumnya. Terjadi
perdebatan yang panjang antara Kamal dan Awall yang nyaris berujung pada
pertengkaran, meski keduanya masih berusaha ‘keep cool”. “gimana kalian?mo lanjut atau istirahat dulu di sini?’”Tanya Kamal
pada gw,diah, dan afit. Mulanya, kami pikir kami akan melanjutkan perjalanan
hingga desa Karangan, dengan pertimbangan agara paginya bisa lanjut ke Toraja
pun kondisi fisik kami bertiga yang masih fit. “kita sih gak masalah jalan malam, udah biasa di Jawa jalan malam”jawab
afit dan diah. Gw ngRalat,”maksudnya yang
biasa jalan malam tu diah dan afit lho… gw enggak, gw kan bukan pendaki”kata
gw, “tapi, kalo mo jalan malam ini, gw ok
ok aja. gw, afit, ama diah masih ok semua” kata gw lagi. “tapi terserah leader, dan kawan-kawan
lainnya. kami ngikut aja. kalo memang mo ngCamp lagi malam ini juga gak papa.”kata
kami bertiga sepakat. kami yang bisa diistilahkan sebagai pendatang, memang
lebih memilih mengikuti kebijakan dari sang ketua saja. perdebatan masih terus
terjadi antara kedua leader. Kamal lebih memilih untuk melanjutkan jalan dengan
pertimbangan logistik yang sudah habis dan hanya cukup untuk malam itu,
,ditambah penerangan (senter dkk) dianggap cukup untuk menerangi perjalanan
malam, pun Kamal melihat kondisi fisik kawan-kawan masih cukup baik. “kita gak punya logistik yang cukup buat
besok pagi. Pos 5-Karangan jauh lho, kita bisa habis entar dijalan kalo
trekking tanpa sarapa. Lebih baik kita maksimalkan fisik malam ini, dan jalan,
biar bisa istirahat maksimal di basecamp”.kata Kamal berpendapat. Di sisi
lain, Awall beranggapan jalan malam cukup beresiko, meski logistik pas-pasan,
menurut Awall lebih baik untuk tim trekking pagi hari. Pun tenda sudah
didirikan .“tapi ya saya ngikut saja deh
sama pak ketua (maksud:Kamal), kalo mo jalan, ya ayook, saya sih ok, ok saja”kata
Awall meski dengan nada menggantung berat. “gimana
kawan yang lain?? mo lanjut, atau berhenti?”Tanya Kamal meminta pendapat
semua. Beberapa nampak keberatan untuk melanjutkan perjalanan, dan beberapa
memilih ‘ngikut’kebijakan ketua. Sempat
terjadi perbincangan dalam bahasa palopo diantara mereka. “lagi, lagi, pake bahasa…”gumam gw. “semua harus kasih suara, jangan cuman ngikut saja” kata Kamal lagi
pada kawan-kawan. Seorang tiba-tiba berkata lirih sedikit menggerutu “iya kalo gak bawa keril sih gak masalah.
Yang bawa keril itu setenagh mati..”. gw,diah, dan afit hanya terdiam, aura
muka-muka beraut tegang mulai muncul pada wajah beberapa kawan. Afit yang
membaca keadaan mulai tak nyaman,”bro…kami
ngikut lho. Kalo memang kawan-kawan mo ngCamp lagi juga gak masalah.pokoknya
kami ngikut aja, toh kami gak bawa apa-apa. Kalo temen2 yang bawa keril ngrasa
keberatan dan memilih ngCamp ya kami ngikut aja. toh tenda juga udah berdiri”.
Kata afit berusaha berpendapat pada leader berharap keadaan menjadi lebih baik.
Namun Ketegangan tak kunjung berkurang. beberapa masih saja asik bertengger di
dekat api unggun malas bergerak. Perbincangan dalam bahasa palopo lagi-lagi
terjadi. kakAnto yang paling tua berusaha menengahi keadaan. Meski beberapa
masih tertawa-tawa dan bercanda, tak bisa dipungkiri suasana ‘tak nyaman’
terasa sekali senja itu. Suara gerakan pohon-pohon yang bergoyang oleh angin
yang kuat berhembus semakin membawa ketegangan di Pos 5. Kamal yang bersikeras
untuk melanjutkan perjalanan malam dengan berbagai macam pertimbangan
memutuskan segera berkemas dan kembali melangkah dengan konsekuensi dirinyalah
yang akan membawa keril terberat. Memang serba salah keadaan saat itu. Jalan
malam memang beresiko, tapi bermalam di Pos 5 dan trekking esok paginya tanpa
isi perut juga cari masalah namanya. So that’s why kita bilang ‘serba salah’.
Tapi apa kata leader, itulah yang kami ikuti. Segala sesuatu pasti ada
resikonya, tapi dalam satu keadaan yang mana pilihan sulit harus diambil,
ketegasan perlu ditegaskan. Huuuffff…….. *menghela nafas panjang. Role no.9 : Akan
Selalu Ada Masa dimana Kita harus memilih satu Pilihan sulit. tapi Percayalah,Segala
Sesuatu Ada Resiko, Its back to How brave We ‘re to Take all the risk for our
Life.. *
Cahaya bulan begitu terang bersinar
malam itu. Satu malam sebelum purnama membuat medan tak terlampau gelap
dilalui. 5buah headlamp, dan beberapa cahaya dari senter hp menjadi penerangan
bagi jalan kami bersebelas. Suasana hati sudah menjadi jauh lebih baik setelah
makan malam di pos 5. Angin kencang dan suara gemuruh yang sempat menciutkan
semangat hilang seketika. Ketika semangat itu pulih dan kekompakan kami kembali
terbangun (*thx God) kami melangkah beriringan. “God, please protect us, keep us save till we come to Karangan. Please
God, please, I beg on U”kata gw dalam hati berdoa sungguh-sungguh sesaat
sebelum kami meninggalkan pos 5. Ada rasa yang mengganjal di hati tiba-tiba
yang membuat gw merasa gak nyaman. Tapi gw berusaha menangkis semuan, “we will
be okay.. its ok, its ok”kata gw masih dalam hati, dan ge pun tersenyum,
menghela nafas panjang. “Ok…..semangat
semua nya ya…”kata Awall mengajak kawan-kawan berkumpul untuk berdoa. “ok… sippp……semoga semua selamat sampai di
Karangan.. Latimojooong…..!!!!”teriak Awall menjulurkan tangan ke
tengah-tengah lingkarran diikuti semua teman-teman”,Latimoojonggg… wooooy..”teriak semuanya bersamaan dan lantang.
Ledakan Air Mata dan Uluran Tangan
seorang Kawan
Awall kembali menjadi leader di
depan diikuti kawan lainnya yang berjalan beriringan. Berbeda dengan perjalanan
siang yang mana siapa bisa lebih cepat dan lebih lambat, saat perjalanan malam
semua berusaha untuk berjalan dengan jarak tak jauh satu sama lainnya. “berhitungg…satu! “kata Awall menghitung
kawanannya dengan tes suara. “Dua!””
tiga” “empat” “,lima” “enam!!!” “tujuh??”
“delapan!” “Sembilan” “sepuluh” “SEBELAS!!”
teriak satu persatu bergantian ikut berhitung. Pengabsenan agar tak satu dua
orang hilang tiba tiba di tengah jalan. Berhitung, tiap kami beristirahat
disela langkah kami yang tiada henti. “Semangkaaa!!!!”teriak Awall memberi
semangat pada yang lain, dan dijawab
teriakan,”Semangat Kalolo…”. Oleh yang lain.
Perjalanan terus berlanjut ditemani
oleh cahaya bulan yang sesekali menyeruak dari celah pepohonan hutan yang
lebat. Trekking malam ternyata memang bebeda dengan trekking di siang hari.
Rasa lelah itu lebih cepat muncul rasanya. Entahlah, semangat yang gw rasa
tiba-tiba mulai mengendor ketika mencapai pos 3, menjelang pos 2. Berjalan
dengan sandal gunung yang sedikit kebesaran menurun pada tanah yang lumopur itu
setengah mati rasanya. Berkali-kali terpeleset dan terjatuh membuat gw merasa
frustasi. Dan jarak yang awalnya gw pikir deket, entah kenapa menjadi super
jauh. Entahlah. Pengen teriak, pengen marah-marah tapi gak bisa. meski
anak-anak masih suka ngBecandain.”wa..
ada suster ngesot…! Eh..salah, dokter ngesot”gegara gw yang lebih sering
ngesot biar gak terjatuh, tetep aja gw ngerasa frustasi, sampe pada satu titik
gw gak bisa nahan semuanya, meski udah nyemangatin diri sendiri, meski udah
berusaha untuk gak mengeluh, meski menghindari untuk berpikiran negative, tetep
aja, pada akhirnya semuanya meledak. Langkah gw terhenti, tepat ditengah
perjalanan dari pos 3 menuju pos 2,”hukz….
Hukz… hua…. Awallll…”kata gw mulai teriak nyebut nama orang yang tepat ada
di belakang gw. Dan pecahlah tangisan gw malam itu, nangis sejadi-jadinya,
bercucuran air mata (sumpah,gwcengang banget malam itu), menangis dan kemudian terisak.
Lama banget gw nangis, dan bener-bener, cuman tangisan yang gw denger kala itu.
Semua langkah kawan terhenti,dan semua terdiam. Entah apa yang ada dalam
pikiran gw, tapi jujur gw gak bisa nahan tangisan gw malam itu. Tangis gw mulai
mereda setelah cukup lama pecah tak terkendali. Gw denger Awall ngInstruksiin
kawan kawan untuk beristirahat sejenak karena gw nya yg lagi mewek (*sorry
guys). Cukup bisa mengendalikan diri gw bangkit dan menyeka mata gw yang basah.
Bocor yang ada di depan gw tiba-tiba menjulurkan tangannya, tanpa banyak
bicara, memberikan bantuan. And after that He help me all of the night. He hold
my hand, and I never take it off (*takut jatuh book). Bocor, yang selalu
njulurin air minum ketika gw kelelahan, yang bantu gw berdiri ketika gw jatuh,
yang pegangin sandal gw ketika gw memutuskan untuk bertelanjang kaki, bocor
yang gak banyak bicara, bahkan nyaris tak bersuara tapi selalu kasih
‘Semangka!’ buat gw dan semuanya. (*makasih Bocorrr!!!! *hug,hug). Perjalanan yang ditargetkan tiba di desa
Karangan pada tengah malam menjadi molor lantaran langkah-langkah kaki yang mulai melamban. Sekitar pukul 01.00 dini
hari kami tiba di Pos 1. Meski kondisi fisik tak terlalu lelah, tak bisa
dipungkiri keadaan sudah tidak maksimal lagi. Pos 1 dan cahaya lampu di desa
Karangan yang ‘terkesan’ jauh membuat
semangat kembali menjadi kendor. Dan sekali lagi, karena ‘satu keadaan’ Kamal
dan Awall memutuskan untuk menghentikan perjalanan dan beristirahat di Pos 1.
Malam itu, kami memejamkan mata di satu gubuk di area kebun kopi masyarakat.
malam yang tak terasa berlalu dengan cepat dan berganti dengan terangnya cahaya
mentari di pagi hari (290514 01.01).
“Karena Uluran Tangan Kawan itu akan selalu Ada” –ronno29,2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar