Celebes pu Cerita (8): Toraja - Tanah para Leluhur
“Berteriak lantang, aku selamatkan
kau
Berteriak lantang, aaaakuu selamaaatttkaaannnn
kauuuuu
Beri tanda, aku datang, menjemputmu,
menjemputmu
Beri tanda, aku datang, menjemputmu,
menjemputmu”
(Sheila
On 7, Menyelamatkanmu)
H7 :
Jumat,16 Mei 2014
Lagu
Sheila on 7, Menyelamatkanmu berputar nyaring dari dalam mobil. 2014, tapi
masih ada ternyata mobil yang pake ‘kaset pita’ untuk memutar musiknya, hingga
jadilah kami selama perjalanan hanya mendengarkan lagu dari album pertama
Sheila on 7 berulang-ulang. Suasana kembali menjadi ceria dengan lagu-lagu
Sheila setelah sebelumnya terasa canggung lantaran gw ama diah marah-marah sama
kakAnto gegara anak-anak yang bangun
siang dan kami kesiangan. “katanya jam
7?jam 7 wib?oh, jam Indonesia denk…”kata gw ketus ke kakAnto yang
menghampiri gw ama diah yang bermuka kecut di beranda basecamp gmki palopo. “iya,sori, sori, ya udah, yuk jalan…”kata
kakAnto gak berani banyak bicara ketika waktu sudah menunjukkan pukul 09.00
siang. Tapi kemarahan itu gak berlangsung lama, gak lucu juga kalo jalan-jalan
sambil marah-marah, haha… (*resiko jalan sama cewek2 Taurus, sekali marah,
nyruduk beneran :p ).
Jalanan
berliku menembus bebukitan palopo bagian utara yang sama dengan yang kami
lintasi tengah malam dua malam lalu menjadi pemadangan sepanjang perjalanan
menuju Toraja. pemandangan yang berbeda dengan yang kami lihat malam hari,
pepohonan hijau nampak rapih lebat menutupi bukit –bukit di jalan poros Palopo
–Toraja ini. sesekali air terjun – air terjun mungkin mewarnai pemandangan di
tikungan-tikungan jalan. Daerah yang dikenal dengan nama Bambalu ini punya
banyak air terjun dan sungai sungai dengan air jernih yang mengalir dengan
lembutnya.
Satu setengah jam waktu yang ditempuh aidil
(dengan ngebut gila-gilaan) untuk bisa tiba di Rantepao. Pasar Bolu Rantepao
menjadi tujuan pertama kali (sekian lewat gitu ceritanya). Kata anak-anak, kalo
lagi hari pasar (ada tanggalan tersendiri), pasar Bolu rantepao ramai oleh
orang-orang yang jual-beli kerbau. Beruntung hari itu adalah hari pasar, ramai
bangeet. Jalanan pun menjadi super macet oleh mobil,pete-pete, dan kendaraan
yang melintas. Sempat kami berhenti di tepian jalan, membeli sekantong manggis
dan duku (kalo kata anak-anak bukan duku, tapi langsat karena keduanya beda.
Bagi gw, afit,diah yang orang jawa ini namanya ya duku. *hedeh,berdebat lagi haha).
Murah ternyata, manggis sekilonya 10.000
dan duku/langsat yang sekilonya juga 10.000.
Kete' Kesu
dari pasar Rantepao, berjarak 12km
kami tiba di daerah wisata Kete’ Kesu, sebuah lokasi wisata yang terkenal di
Toraja. di bagian muka, 6 rumah tongkonan dengan 12 lumbung padinya menyambut
kedatangan kami. “waaaa.. caantikkk
bangeet…”kata gw terkagum. Seorang laki-laki tua asli Toraja nampak
duduk-duduk malas disebuah lumbung padi. Darinya gw sedikit banyak gw dapet
cerita ini. Tongkonan yang ada di Kete’ Kesu merupakan salah satu tongkonan tertua di Toraja. ada 6
tongkonan dengan 12 lumbung padinya yang berusia ratusan tahun. Lumut-lumut
yang tumbuh lebat di atapnya dibiarkan begitu saja, menunjukkan bahwa tongkonan
ini benar-benar tua.
Berjalan
ke arah dalam kete’ kesu, kami menemukan tebing tinggi dengan banyak
tengkorak-tengkorak dan tulang tulang manusia bertumpuk-tumpuk dalam kayu-kayu
yang dikerok menyerupai lesung padi. Ada dua jenis lesung, yang satu dengan bentuk
kepala kerbau yang itu berarti tulang belulang satu keturunan ibu, dan satu
dengan bentuk kepala babi yang itu berarti tulang belulang satu keturunan ayah.
(ra paham asline). Selain tulang-tulang yang dikubur/ditaroh di tebing-tebing (erong namanya), ada pula perkuburan yang berbentuk rumah.
Katanya sih kalo jaman dulu jenazah emang ditaroh ditebing, tapi semakin ke
sini, jenazah disimpan di dalam ‘rumah’rumahan’, yang orang Toraja menyebutnya
sebagai Patani. Bentuknya, ya pércis kayak rumah gitu. Di bagian depan rumahnya
biasanya ada patung yang menyerupai manusia, atau disebut Tau-tau. bikin patung kayak gitu pun gak sembarangan, katanya untuk
membuat Tau-tau keluarga harus memotong 20 ekoran tedong (bahasa Torajanya
Kerbau) sebagai persembahan. Waktu gw nanya ke temen gw yang orang
toraja,”kenapa sih orang toraja kalo mo pesta pemakaman harus potong banyak
tedong?”kata temen gw,”menurut kepercayaan orang toraja, Tedong itu adalah
kendaraan yang dipakai orang mati untuk menuju akhirat. Semakin banyak tedong
yang dipotong, maka arwah orang mati itu akan lebih cepat sampe di
akhirat”begitu katanya. Gw cuman manggut2, tapi gak bisa bayangin itu berapa
habis biaya untuk acara pesta pemakaman. satu ekor Tedong di toraja harganya
bisa berkisaran 20 juta sampe ratusan juta. Aiih maaak, 20x20 juta aja udah
400juta dan itu uang semua??gilaaa……. tapi hikmahnya, ‘katanya’ nih orang
Toraja jadi kerja keras gitu, merantau demi puluhan juta uang buat persembahan
untuk keluarga yang meninggal (woooh…).satu cerita tentang orang Toraja, dan
berbagai sejarahnya, uniiik.
Londa
Berpindah
dari Kete’Kesu, kami melaju ke Londa, yang juga merupakan area kuburan tebing.
Di satu tebing, dari bawah ampe atas isinya tengkorak dan tulang belulang
manusia. ditebing batu bagian bawah terdapat goa dengan kedalaman sekitar 15
meteran dengan dua lubang masuk. Di dalamnya pun berisi tulang belulang manusia
toraja. waktu gw nanya, kenapa orang Toraja dikubur di tebing, kata pak… guide
kami mengatakan,”toraja tu daerah
pegunungan dengan banyak bukit dan tebing tebing tinggi. Gak dikubur di dalam
tanah karena tanah masih menjadi lahan yang subur untuk bertani. Maka,
menguburkan di tebing menjadi pilihan.”. dari temen gw yang orang toraja,
katanya begini….. (blabla). “emang semua
orang toraja dikubur ditebing gini ya?” Tanya gw lagi. “ya sekarang sudah banyak yang beralih dari kuburan batu ke kuburan
rumah, dan gak semua orang dikubur di Londa sini. yang dilonda sini hanya satu
garis keturunan dari marga….”jawab pakGuide menjelaskan. “mbak ntar liad keluar, di bagian tebing yang
paling tinggi pun ada tengkorang tengkorang yang diletakkan.. semakin tinggi
kastanya, maka biasanya rangka2 manusia tersebut akan diletakkan di bagian
tebing yang lebih tinggi dan paling tinggi”kata si bapak lagi. Gw amaze
waktu liat tengkorak yang nampak dari jauh diletakkan di tebing yang paling
tinggi. “wuidiii…. Itu pake apaan ya
narohnya di sana? mungkin jaman dulu udah ada atlet wall climbing kali ya? ato
pake tangga bamboo???”gumam gw bertanya2 dalam hati. banyak banget
pertanyaan dalam otak gw, beda suku, beda budaya, unik aja. “kalo bapak sendiri besok kalo mati dikubur
di sini?”Tanya gw lagi (hobi banget nanya) katanya si bapak ni yang juga
satu marga dengan semua tengkorak2 di sini, cuman kastanya aja yang renda. “dalam satu marga ada banyak fam, ada yang
fam dengan kasta yang tinggi dengan kasta yang rendah. Kalo saya si kastanya
rendah. Tapi mungkin gak di kubur di sini, soalnya sudah penuh, tapi gak tau
juga”kata si bapak menjelaskan (semoga gw gak salah mengutipnya).. ada nada
rendah diri padanya ketika mengatakan bahwa dirinya berkasta rendah. “kalo yang kasta tinggi mana ada yang mau
jadi juru lampu kayak kami ini mbak. Saya cuman petani,tapi ini juga sudah jadi
pekerjaan pokok saya sejak masih kecil. Ya segini-gini aja sih penghasilannya.”katanya
kemudian dengan kesan bahwa pekerjaan seperti itu hanyalah pekerjaan rendahan.
Gw manggut-manggut, hanya agak gak sreg dengan nada bicara bapaknya yang rendah
diri. Menurut gw gak ada itu istilah pekerjaan rendahan, selama kita kerja
dengan baik, kita suka dengan pekerjaan itu, dan kita gak makan uang orang, gak
ada masalah. Rejeki kan tuhan yang kasih, tergantung kita mo mengusahakannya
atau enggak. Banyak dan sedikit tu relative, kaya dan miskin juga relatif, yang
penting kita mensyukurinhya (*tsah,sok bijak). Tapi bener deh, Its depend how
we love our job. Gak ada yang salah dengan pekerjaan apapun selama gak makan
uang orang dan merugikan orang lain. padahal guide tu keren lho, oneaday ago,
gw ketemu orang kayak si bapak, di suatu tempat wisata, uangnya juga gak
banyak, tapi dia begitu mencintai pekerjaannya, dan dia senang dengan
pekerjaannya karena dia bisa menceritakan dan mengenalkan budayanya pada orang
lain dan dia bisa mengenal banyak orang dari banyak tempat. See? Its depend on
our prespective bout life.
“coz its depend on our
prespective bout life” –dee,2014
Gak
kerasa waktu sudah menginjak sore. Asik juga denger cerita orang, lebih asik
kalo ngliat barang-barang yang dijual di toko-toko cideramata yang bertebaran
di daerah tempat wisata Londa, yang sebenernya gak jauh beda dengan di
Kete’kesu. Ada berbagai macam miniature tongkonan, ada kerajinan pahat kayu,
ada kain tenun kain tenun khas toraja, ada baju adat toraja, ada
kaos,tas,gantungan kunci dan banyak hal yang bertuliskan toraja dan khas
toraja. perut yang keroncongan pada akhirnya mendorong kami untuk segera
berpindah mencari makan siang yang udah kesorean. “kakak… makanan khas toraja
apaan ya? yang kira2 halal gitu…”Tanya gw ke seorang penjual cideramata yang
nampak welcome dan ramah.”hm.. apa
ya?”katanya berpikir keras.”pa’ piong
mbak.. nasi yang dimasak bamboo, tapi Tanya aja cari yang isinya daging ayam
atau ikan, karena banyak juga yang jual isinya daging babi”katanya lagi. Pa’piong
makanan khas Toraja, mirip nasi bamboo. penasaran aja dengan makanan khas
toraja. tapi ternyata, gak gampang nyari yang namanya pa’piong. Setengah mati
udah puter-puter pasar Rantepao tapi tak ada satupun yang menjual makanan itu,
udah susah, kata orang orang jarng banget ada yang jual pakpion isi ikan. Kami
pun menyerah dan terpaksa makan’apa aja’ yang penting warungnya ada
tulisannya,”warung makan muslim”.
Bukit
Sikka
Berlanjut dari makan siang kami meluncur menuju satu lagi lokasi wisata. Gak terlalu rame,
apalagi hari sudah nyaris menginjak senja. Bukit sikka namanya. Sebuah bukit
kecil yang dari sana kami bisa melihat luasnya hamparan kota Rantepao yang
tepiannya masih banyak ditanami padi. Sederetan anak tangga menyambut
kedatangan kami. awalnya agak males-malesan buat naik (sudah cukup naik
latimojooonggg), dipikirnya bisa sampe puncak nya dengan mobil. Eh, ternyata
harus jalan kaki lagi. Katanya lagi, ada 500 anak tangga yang harus dipijak
untuk bisa sampe di puncak bukit sikka yang tengah dibangun tanda salib
berukuran super besar. “ayoooo..kita
lomba hitung. Siapa yang bener itungannya” dan kamipun beradu, “satu, dua, tiga
masing masing menghitung sendiri.”gw berdiri di pijakan anak tangga ke-50
menurut hitungan gw. “lima puluh… ni di
sini”kata gw sampe pertama menginjak pada salah satu anak tangga. Dan
ketika yang lain menyusul, loooh, koq anak tangga ke-50nya mereka satu tangga
di bawah gw??? hosh,hosh, baru 50 hitungan aja udah salah. Udah capek, salah
pula, sudahlah lupakan menghitungnya, yang penting sampe. Dan ternyata capek
juga buat jalan sampe bukit sikka.*hosh,hosh,hosh. Tapi capeknya terbayar,
ketika pemandangan kota Rantepao nampak jelas dari bukit sikka. Hamparan sawah
mewarnai salah satu sisi. Gunung sesean pun nampak jelas dari kejauhan. Ah,
sayang belum sempat ke Sesean.
waktu mulai tanjakan |
gunung
sesean, gunung tertinggi di Toraja
Hari
semakin gelap, dan kami segera bergegas turun kembali. Bahkan menuruni anak
tangga saja paha masih terasa sakit (sisa,sisa Latimojong). Bocor yang melihat
gw jalan setapak demi setapak lamban malah menarik tangan gw mengajak lari…” aaah…. Bocoooorrr……!!!!”teriak gw
kenceng2, terbawa lari setengah kesakitan. Usil banget ni bocah dah.
Matahari
perlahan tenggelam ketika mobil mulai bergerak kembali ke Palopo. Suasana
menjadi lebih tenang dan senyap. Hanya suara music yang berputar dari dalam
mobil. Gak kerasa harus hari sudah berakhir, waktunya kembali ke Palopo dan
melanjutkan perjalanan ke Malkasar. “wa…
udah harus pisah ya sama anak-anak??hua… gak mau pisah, gak mau….”kata diah
merajuk. “huhu…iyahhh.. gak mau
pisaahhh.. huhu, udahan ya maennya??huhu”kata gw menambahkan mendayu-dayu,
dan koor tangisan yang dibuat buat antara gw dan diah menggema di dalam mobil..”huuuu…huuu..huuuks..hukks….” kata
kami. tetap saja ada rasa sedih tersisa setelah berhari-hari spending time together. Satu per satu
kawan yang didalam mobil tertidur dalam goncangan mobil yang dibawa kencang
oleh Aidil kribo. Bocor yang tertidur bersandar di bahu gw pun gw biarin aja,”Lekas baik ya Cor, semoga lo lekas lekas
moveOn…”gumam gw ke Bocor. Huaaa, harus pisah sama bocoor… sesampai di
basecamp kawan-kawan palopo berkumpul, minus Rendi dan Yusar yang sudah pulang
ke kampungnya. Lepas berkemas kami berpamitan dengan kawan-kawan palopo, Kamal,
Awall, kakAnto, Sere, Bocor, dan Kribo. “sini…
peluk… pelukk..”kata gw ke anak-anak merentangkan tangan ngajak pelukan.
lebih suka pelukan, lebih anget, dan lebih kerasa kayak sodara. :”bocor… harus cepet moveOn yaah..bocor kan
beruntung ditinggal pacar dapet kita bedua, tapi bocor jangan sedih ya
ditinggal tutut sama diah… kan Di..?”kata gw ke Bocor sambil nglirik diah,
ngKode buat meluk Bocor barengan.”kita
peluk bocor deh berdua…”dan secara kompakan kami bedua meluk si Bocor. Dan
bocor pun salah tingkah, tersipu. Hah, bocor, such a funny guy, paling gak
banyak bicara dah di kelompok, tapipaling banyak ngHabisin makanan kelompok,
haha. (010614 22.04)
*thx for people from Palopo,
Awall,Kamal,kakAnto,Aidil,Rendi,Yusar,Bocor,Sere for time we spent together
Di saat kita bersama, di waktu kita
tertawa menangis merenung oleh cinta
Kau coba hapuskan rasa, rasa dimana
kau melayang jauh dari jiwaku, juga mimpiku
Biarlah biarlah… hariku dan hari mu…
‘terbelenggu satu,lewat ucapan
manismu
dan kau bisikan kata cinta
Kau tlah percikan rasa sayang
Pastikan kita seirama
Walau terikat rasa hina
(Sheila on 7, Kita)
see our cute pictures at : http://travelingdiah.blogspot.com/2014/05/part-iii-land-of-heavenly-kings-tana.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar