Celebes pu Cerita (6): So Unexpected
Trip
“12 hours we spent on motocycle,
riding from enrekang to palopo across tana toraja and north toraja, and that’s
so un expectable moment I ever had” tutut, 2014
H5 : Rabu,14 Mei 2014
Indonesia itu Indah. Enrekang itu Kaya, dan Latimojong itu
Luarbiasa (capeknya). Rasa lapar yang mendera kami padamkan segera ketika pada
akhirnya kami tiba di basecamp kami di dsKarangan. Lagi-lagi mie instan menjadi
menu andalan yang mudah dan cepat untuk disajikan. Rasa lelah kami lampiaskan
dengan bermalas-malasan dalam waktu yang cukup lama di basecamp. Teh hangat dan
beberapa biscuit ringan pun langsung lenyap seketika menemani kami
beristirahat. Huuffff, akhirnya, setelah dua hari dua malam selesai juga
perjalanan latimojong kami.
Cukup beristirahat, bermalas-malasan, berkemas ulang, Coret-coret
basecamp untuk meninggalkan jejak bahwa,”we’’ve
been here’, dan mandi-mandi di sungai yang airnya dingin, seger, bin jernih
(*berasa kayak gadis desa dah) sekitar pukul 14.00 siang kami melanjutkan
perjalanan pulang. (naek motor lagi???hedeeeeh.. -_-“ ). Rencana antara gw,
diah, dan afit menjadi berubah gegara hasutan anak-anak palopo ini,”kalian abis
latimojong mo ke mana?’tanya anak palopo.
“rencananya sih sehari di Toraja, sehari dua hari di makasar”jawab gw. “udahhh, maen ke palopo aja dulu… kan kelar
latimojong masih hari rabu”kata seseorang. “iya, main ke palopo yuk, ntar kami bikini Kapurung. Belum pernah makan
Kapurung kaan?’ hasut satu yang lain. “iya,
maen ke palopo aja, mo naek gunung sekalian juga bisa? “kata yang lainnya.
Gw ngliat si afit dan diah, saling pandang. Tiba-tiba bimbang. Hasutan yang
muncul sejak sebelum kami mendaki latimojong. Bahkan ada hasutan lain,”abiz
latimojong apa mo summit dua gunung lagi? Gunung Sesean, gunung tertingginya
toraja, sama gunung di Palopo?”. Gw ketawa, rencana naik gunung latimojong jadi
merembet ke gunung lain. diah ama afit pun ketawa,”satu gunung aja belum kelar, mo tambah dua gunung… liat dulu deh ntar
abis dari latimojong” jawab afit dan diah kompakan waktu masih di Pos1
sebelum summit puncak Rantemario menjawab ajakan anak-anak palopo. Kebimbangan
masih terus berlangsung bahkan hingga kami hendak meninggalkan desa Karangan. “palopo deket koq, cuman 1 jam doank dari
Toraja”kata Awall. Satu kalimat dari Awall yang perlu digarisbawahi, dan
diberi tanda tebal, dan kemudian dikasih tanda kutip, dan diakhiri dengan satu
tanda Tanya dan banyak tanda seru (*PALOPO HANYA SATU JAM DARI TORAJA?!!!!!!!).
Satu kalimat, yang diakhir kami simpulkan bahwa ‘orang palopo itu, kalasi! pabotek!
abu nawas, dan super PHP!!!’ haha.. satu kalimat yang dari situlah kami, dengan
polosnya mau-mau aja ikut ke Palopo.
cuci motor ditengah jalan waktu abis lewat lumpur2 |
Lima jam waktu yang kami tempuh dari
desa Karangan hingga tiba di kecamatan Baraka. Awan mendung menggelayut rendah
pada hampir sebagian besar perjalanan kami hingga Baraka. Beruntung hujan tidak
turun dengan derasnya. Sekali lagi, perjalanan menembus jalanan berlumpur dari
Desa Karangan hingga mendekati kecamatan Baraka kami tempuh, dengan jatuh
bangun dan penuh tawa. Dari Baraka, motor terus melaju melintasi jalan berliku
menuju Tana Toraja. Bebukitan hijau dan tebing-tebing batu tinggi mewarnai
pemandangan pinggiran kota Enrekang. Temaramnya cahaya senja tak menutupi warna
kesibukan masyarakat Enrekang yang sibuk dengan tumpukan sayur mayur dan hasil
kebun yang nampak berton-ton siap untuk dijual. Ah, sebuah negeri yang kaya.
Kagum banget lihat bertumpuk-tumpuk
besar sawi, berton-ton wortel, kubis atau sayur hasil perkebunan masyarakat.
dua jam perjalanan dari Baraka, tiba lah kami di di sebuah gapura dengan hiasan
tongkonan berukuran besar yang menandakan bahwa kami telah berada di Tana
Toraj. Fuuh, jauh juga. rasa lelah sudah menumpuk, namun rasa girang tak bisa
disangkal ketika kami melewati banyak rumah-rumah dengan tongkonan-tongkonan
yang melengkapi rumah mereka. Cuman Toraja yang punya Rumah Tongkonan. Berhenti
sesaat di gerbang masuk ‘selamat datang’ Tana Toraja, kami memuaskan diri
mengabadikan gambar di sana. Bulan purnama menambah kesempurnaan malam itu.
Bulan purnama yang bertepatan dengan Waisak sebuah perayaan hari besar umat
budha. Bulan purnama yang cahayanya selalu membuat gw terpana, terpesona, bahwa
malam yang lelah itu tak membuatku kecewa *suka.
at gerbang selamat datang Tana Toraja. photo by diah nurrayni |
Dari Tana Toraja, motor melaju dan
tepat pada tengah malam, kami tiba di Rantepao, Kabupaten Toraja Utara. Rasa
lelah sudah tak bisa ditahan lagi, keceriaan perlahan sirna dari raut muka satu
persatu kawan, diperberat oleh rasa kantuk dan lapar. Sebuah warung makan
pinggir jalan kami singgahi di Rantepao untuk memenuhi perut yang mulai
keroncongan. Beruntung bisa menemukan tempat makan, yang ‘insyaallah’ halal,
ditempat yang susah nya buat dapet tempet makan halal,(*yang jual orang bugis
kiek!). “Palopo masih jauh gak pak?”Tanya
gw ke Kamal. “60 km lagi..”katanya
singkat. “apaa??60km??lagi?damn, itu
solo-yogya. Jalan mulus aja 2 jam baru sampe? Ko bilang sejam dari Toraja?omong
kosong..”kata gw meledak kaget kalo ternyata palopo masih jauh. “kalo dari enrekang ke toraja jalannya
bebukitan, ntar dari sini ke Palopo jalannya menurun koq. Jadi bisa lebih
cepat”’, kata Kamal lagi menjelaskan,tapi gw gak percaya. Yang gw ngerti,
Palopo tu daerah pesisir, berbeda dengan Toraja dan Enrekang yang merupakan
daerah pegunungan dan bebukitan, jadi kemungkinan untuk melewati banyak lembah
untuk bisa sampai di Palopo tu masuk akal banget. dan ternyata benar, ketika
sudah mencapai perbatasan Rantepao Palopo, berpuluh puluh bukit dengan banyak
lembah menyambut kedatangan kami.
cahaya-cahaya lampu kota Palopo nampak gemelap dari kejauhan. “itu kota
palopo? Bah… lo bilang sejam? Gak mungkin banget… bisa berjam-jam ni sampe
palopo.”kata gw. malam menjadi semakin gelap. Dan lucunya, gak ada itu satupun
penerangan jalan. Ini yang bikin tanda Tanya, jalanan antar kabupaten tapi gak
ada lampu jalan sama sekali, dengan jalan yang kanan kiri hutan dan
jurang?gila, bahaya banget. parahnya lagi, satu motor dari 5 motor kami gak ada
lampunya!! (nekat!). bisa dibilang, ini benar-benar riding yang gak save sama
sekali. Empat dari 5 motor gak ada plat motor, semua pembonceng gak berhelm, motornya
motor2 yang udah bongkar rakit,tanpa pelindung kepala, tanpa pelindung muka,
tanpa pelindung tangan, brrrr.. dingin plus angiinnya, gila-gilaan. Beneran gak
nyangka akan melakukan perjalanan ini. sial-sialnya lagi, tiba-tiba motornya
kamal mogok di tengah hutan, 20 km jauhnya sebelum sampai Palopo. Awal mula
gejalanya sih motor suka tiba-tiba mati, tapi masih bisa dinyalain kembali,
sampeee pada satu titik motor benar-benar mati dan tak bisa menyala kembali.
And what we do??? Jadilah satu motor mendorong motor yang mati, sejauh 20km
pada jalanan menurun. Kalo pas lagi menurun, motor meluncur tanpa mesin dengan
kecepatan bisa lebih dari 40km/jam, di tengah malam, di tengah hutan, oleh
orang-orang yang benar-benar gila. Sounxpected moment I ever had. Hanya saja,
gw gak nyangka, kami masih bisa tertawa di keadaan yang sedemikian rupa, baku
balap, tertidur di motor, 'polo'-'polo'(polo = peluk, papua language,red) kuat waktu si diah ketiduran dimotor, nyaris jatuh karena driver yang ngantuk,
dorong-dorongan motor, entah kenapa menjadi warna di lelah dan capeknya malam
itu, hingga akhirnya kami tiba di sini, di tempat yang kami tak rencanakan
sebelumnya, ditempat yang tak kami kenal sebelumnya, ditempat yang benar-benar
tak terduga, PALOPO.
“bulan purnama, hembusan angin, jalanan malam dan sebuah
kisah perjalanan 11 anak manusia, enrekang-palopo”
(310514 01.28)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar