Celebes pu Cerita (7) : Palopo - Negeri
Para PHP
“negeri ini Kaya.
Alamnya, budayanya. Hanya bagiamana kita sebagai generasi muda mau menjaga dan
mempertahankannya”
H6 :
Kamis,15 Mei 2014
Matahari
bersinar terik siang itu ketika kami satu persatu mulai terbangun dari lelapnya
tidur. Pukul 09.00 siang waktu Indonesia bagian palopo, dan basecamp GMKI
cabang Palopo (rumah kedua kakAnto) yang menjadi tempat kami beristirahat
nampak berantakan, semua barang, keril berserakan dimana-mana. Anak-anak masih
bermalas-malas untuk bergerak. Dua belas jam bukanlah waktu yang singkat untuk
sebuah perjalanan motor. Energy terkuras, ditambah dg dua hari pendakian
membuat Otot-otot seluruh badan menjadi tegang dan terasa nyeri sangat jika
disentuh. Sekaleng susu ‘beruang’ bear brand menjadi penyegar pagi itu (eh
siang denk). “Jadi, kita mo kemana hari
ini?”Tanya gw. “kita makan kapurung
dulu, putar kota palopo sebentar, ke sungai jodoh, makan lapak-lapak di rumah
aidil , baru lanjut ke Toraja. bagaimana?’kata kakAnto, dan kami pun
sepakat. Sebuah mobil avanza kami sewa untuk membawa kami jalan-jalan. Aidil
kribo menjadi driver kami, dan pipit pacar aidil,Pipit dan kawan palopo lainnya
menjadi guide kami hari itu.
Wisata
Kuliner Palopo
Sebuah
rumah makan menjadi tempat pilihan brunch
pertama kami di Palopo, “RM Kapurung Mandiri”
namanya, terletak di sebuah jalan utama kota, Jalan Andi Djemma, tepat
diseberang kantor Walikota Palopo. Bangunannya sederhana, dengan anyaman bamboo
setinggi pinggang orang sebagai dinding-dinding pembatasnya, dan tirai bamboo
sebagai penutup sisanya. Seorang pelayan mengantarkan daftar menu untuk kami
isi. “hm… makan apa ya??yang khas dipalopo apa kah?”Tanya gw sambil
memperhatikan menu yang ada. “semuanya
khas palopo. Serba sagu, dengan lauknya berupa ikan-ikan”kata seorang kawan
palopo. Gw, diah, dan afit memperhatikan seksama nama-nama yang ada di menu.
Asing semua namanya. Gw sendiri, cuman tau kapurung, udah pernah dibikinin sama
temen gw orang palopo. “dange apaa?
Parede apaa?pacco apaan?’ikan baronang tu apaan? Ikan laut apa ikan darat?’tanya
gw menyebutkan nama-nama yang super aneh. “Dange
tu sagu kering, Parede tu… pacco tu …tuh, liad aja di gambarnya kayak yang di
sana?”tunjuk kakAnto pada gambar yang terpampang di tembok belakang dekat
kasir. Gw manggut-manggut meski gak sepenuhnya ngerto. “udah, pesen aja semua deh, gak ngerti gw”kata gw saking pusingnya
karena sudah Tanya berkali-kali tentang ini itu tetep aja gak paham. Hingga
pada akhirnya beberapa porsi kapurung, dange, pacco, es pisang ijo menjadi
pesanan kami siang itu. Waktu pesanan kami datang gw langsung takjub melihat
kapurung yang tersaji dalam mangkok yang super gede (hm..nyaingin mangkoknya
mie ramen dah ini). “ini yang namanya
Kapurung?besar banget porsinya?kayaknya enaaaak’ gumam gw. Afit dan diah
nampak mengaduk-aduk Kapurung yang tersaji di depan mereka”ini apaa?”Tanya diah melihat jendalan berwarna putih bening mirip
ingus. “itu sagunya say… gantinya nasi”kata
gw ke diah. “udah tau cara makannya
kan??sagunya jangan dikunyah, langsung ditelan,sama kuah-kuahnya sama sayurnya”kata
Awal ngasih petunjuk. Diah dan afit emang belum pernah makan sagu/ papeda/
kapurung sebelumnya nampak ragu mencicipi. Gw yang udah penasaran gak berpikir
panjang, langsung meluncurkan sendok makan yang ada dalam genggaman ke dalam
mangkok. Gw, diah, dan afit pun mencicipi cita rasa Kapurung, makanannya orang
palopo. “hm…. Enak ya…asem, seger,
enak-enak” kata gw dengan ekspresi cerah, berbeda dengan dua temen gw. muka
afit dan diah langsung asem dua-duanya.”hm..kecutt….
aneeeh..”kata diah berkomentar. Muka afit pun menjadi kecut,”aneeeh… pie to iki? Sagunya ditelen tanpa
dikunyah??rosone ngganjel neng kerongkongan” kata afit nampak kesusahan
menelan sagu tanpa mengunyah. reflek mengunyah biasanya muncul ketika ada
makanan masuk ke dalam mulut. Gw sendiri, menikmati kapurung nya palopo.
Enaaakkkk… sebuah menu makanan yang unik, sagu yang dimasak dengan air
panas (di papua kalo kayak gini namanya
Papeda) kemudian diputar dibentuk bulat-bulat disajikan dalam mangkuk besar
yang diberi kuah sayur (biasanya pake sayur bayam,kacang panjang, jagung pipil),dengan
ulegan kacang halus, perasan jeruk nipis, dan suwiran daging ayam(atau bisa
juga ikan). Rasanya kecut-kecut seger, paling enak disantap pas panas-panas.
Iih, nikmat banget dah. Dan jika dilhat dari kandungan gizinya, lengkap
lah,semua jadi satu (kaya bubu manado, satu sajian lengkap gizinya).
kapurung dan ikan bakar baranang. photo by afit |
Selain
kapurung, ada menu Dange yang kami pesan.”tutut
pesan apa?”Tanya kakAnto. “hm.. dange
apaan sih?”Tanya gw. “dange tu sagu
yang kering, enak, enak. Beneran deh”kata Awal sambil tersenyum, tapi
senyumnya mencurigakan. Kamal, kribo,dan pipin pun nampak tertawa tersenyum
nakal,”iyah, enak…”kata semuanya
sepakat, tapi terkesan kata ‘enak’nya pake tanda kutip. Tapi udah jauh-jauh ke
palopo masak gak nyoba.”ok..dange deh…”kata
gw. dan ketika liat penampakan dange gw bengong. Hm… kayak kue sagu ya. menurut
keterangan temen-temen, Dange itu sagu kering. Sagu yang diparut dicampur
kelapa dipadatkan kemudian diiris tipis-tipis, jadilah dange. “ini makanan berat?’tanya gw melihat
wujud Dange yang katanya sebagai pengganti nasi.”menurut gw sih lebih mirip kayak snack, temen minum teh”komentar
gw. “kagak.. kalo di sini tu dange ya
penggantinya nasi. Cara makannya bisa gini, dange dipotong-potong trus dicelup
ke kapurung bisa. bisa juga buat makan ikan bakar, dipotong,cocol pake sambal,
makan sama ikan kayak gini..”kata awal member contoh cara makan Dange. gw,
diah, dan afit yang memperhatikan cara makan mereka ketawa. orang Palopo
aneh-aneh aja. tapi unik lah.
Selain
Dange, ada Pacco dan Parede. Hanya
menu parede saja yang tak kami pesan. Kalo Pacco itu ‘sushi’ nya orang orang
Luwu’. “apaan ni?” Tanya kami. “sushi tu
sushi… sushinya orang palopo” kata kakAnto. Gw,afit, diah gak percaya. “ih.. beneran itu kayak sushi, ikannya masih
mentah”terang kakAnto lagi. Gw
perhatiin lekat2, iya sih, daging ikannya kaya masih mentah. Kata
anak-anak, Pacco tu emg sushinya Palopo, atau masyarakat Sulawesi daerah
pesisir. cara bikinnya ikan segar, diambil dagingnya (biasanya pake ikan tembang
atau ikan carade), truz dikasih perasan jeruk nipis, abis itu dibikin ulegan
sambal truz disajikan deh. rasanya, huuum, aaneeeehhh. Rasanya kayak ikan gitu,
agak amis, bercampur kecut dan pedes, tapi seger siih. Biasa dimakan pake Dange
juga. Kalo Parade, tu Ikan laut yang
dimasak pake kuah bening yang diberi bumbu-bumbu rempah yang banyak. Seger
katanya, kalo di Papua bisa disamakan kayak Ikan Kuah Kuningnya papeda lah,
cuman bumbu rempahnya lebih banyak dan rasanya lebih kuat. Tapi secara
keseluruhan semua masakannya enak, Kapurungnya, Dange nya, Pacco nya (meski
menurut gw pacco tu yang paling aneh), ikan baronang bakarnya, enak semua!!!
dan harga boleh dibilang terjangkau lah dengan harga Rp.10.000 untuk setiap menu, kecuali Parede dan ikan
baronangnya yang seharga Rp.20.000 atau bisa berubah tergantung harga ikan di
pasar. But overall, Rekomended banget untuk bisa mencicipi menu Khas palopo
ini^^
Berlanjut
makan siang, kami singgah di rumah Aidil untuk mencicipi lappa-lappa buatan mamak Aidil. Lappa-lappa sendiri adalah campuran
beras ketan yang dimasak santan, diaron, kemudian dibungkus dengan daun kelapa
dan dikukus, mirip buras, atau kalo di jawa namanya Lemper, tanpa isian,
biasanya disantap dengan ikan kecap. Selain Lappa-lappa, ada pula buras. Kalo
lappa2 dibungkus daun kelapa, buras adalah nasi santan yang dibungkus pake daun
pisang, yaah, mirip arem-arem lah tanpa isian. Afit dan diah awalnya nampak
ragu ragu dengan menu yang disajikan oleh Aidil. ”trauma gw ama Kapurung. Aneh makanannya orang palopo”komentar
afit. gw yang gak terlalu peduli dan penasaran dengan menu baru mencomot sebuah
lappa-lappa,”hm… enak!!ih..enak fit..
kalo ini aman koq. Gak aneh kayak kapurung tadi. Coba deh..”kata gw
menyodorkan lappa-lappa ke afit dan diah, dan ternyata keduanya sukaaa.
Beberapa lappa-lappa dan buras gw potong-potong
dalam sebuah piring dan kami santap bertiga dengan lauk ayam kecap.
Enak,enak,enak. Belakangan gw baru tau, ternyata lappa-lappa adalah menu
special, gak setiap saat dibuat, hanya dibuat ketika lebaran dan ketika ada
yang baru lairan. ternyata waktu itu aidil abis punya ponakan baru (*congrat
broo). Selalu ada tradisi yang menjadi budaya bagi suatu masyarakat tertentu.
Tradisi –tradisi yang mengandung banyak arti dan makna. Ah, alangkah kaya nya negeri
ini.
“keanekaragaman
budaya, dan keanekaragaman rasa lah yang membuat negeri ini semakin kaya”
Dari
berwisata kuliner, kami berlanjut pada wisata alam. Google pun jadi sarana
untuk mencari tau, ada apa saja di palopo ini. Palopo sebuah kota yang terletak
di bagian utara Sulawesi selatan. Sungai Jodoh, air terjun Latuppa, bukit
Komba, rumah adat Langkanae, pelabuhan tanjung Ringgit, dan pantai Labombo
menjadi tujuan wisata kami hari itu mengeksplore kota palopo. Toraja kami tunda
untuk kami kunjungi esok harinya. Kota palopo kecil koq, semua tempat bisa
diselesaikan dalam satu hari ^^.
Sungai
Jodoh dan Air Terjun Latuppa
Sungai
Jodohyang terletak di Kec. Mungkajang dsekitar
5 km dari pusat kota Palopo Menjadi tujuan utama gw dan diah.”asseeekkk…sapa tau bisa dapet jodoh nech
abis dari sungai jodoh”kata gw yang diamini oleh diah yang sama-sama
excited waktu denger namanya aja. sesampai di sana, wooh,ternyata sungai yang
dialiri aliran cukup deras dengan lebar sungai sekitar 5 meter ramai dikunjungi
wisatawan lokal (pas lagi tanggal merah). Dan karena ramai itulah kami memutuskan
untuk mengintip sebentar kemudian beralih ke sedikit lebih hulu dari lokasi
pemandian sungai jodoh, yaitu Air terjun Latuppa. Air terjun latuppa sendiri
mempunyai beberapa lokasi air terjun,dan bertingkat, dan kami memilih untuk
mengintip saja di tingkatan yang tak terlalu tinggi (langkah-langkah kaki kami
udah pada kagak normal lantaran kram otot yang diderita). Dari tempat parkiran
kami harus berjalan sekitar 200 meteran untuk bisa sampai di air terjun
pertama. Dan ternyata jalan kaki 200 meter buat kami yang abis naek Latimojong
itu setengah mati rasanya. Semua jalan pincang-pincang, setengah mati, dan jadi
supersensitive setiap tersenggol. Hal yang bikin satu sama lain ngIsengin buat
pukul2 paha ato betis lainnya. “aaarghh!sakit taukk!!’teriak gw naik darah tiap
ada yang iseng nyenggol betis gw. dan gw pun gk tinggal diem. Gw tending betis
yang laen, baku senggol baku remas usil usilan…haha *rusakkabeh!.
Aliran sungai dari air
terjun mengalir deras. Satu yang gw kecewain, airnya udah gak jernih banget,
agak keruh. Kata afit,”ati-ati, kalo kamu
mandi airnya keruh, jodohmu juga keruh lho”.kata afit sambil ketawa evil. Wa, bahaya juga sih kalo gitu. Ah, mending gak
usah mandi dah.
Komba
Dari
air terjun latuppa, mobil melaju menuju bukit tertinggi dari kota palopo. Kata
anak-anak,”Dari sini, kita bisa lihat
kota palopo dari ujung ke ujung… bagus pemandanganya kalo malam, kayak
binntang-bintang” dan ternyata benar, kota palopo nampak jelas dari
ketinggian yah, bisa dibilang kalo di yogya ‘skyview’nya palopo lah. ato, mirip
Polimaknya kota Jayapura. Kalo dilihat-lihat lagi, karakternya sama dengan
Jayapura dan Pacitan, sebuah kota kecil, bersandarkan bukit-bukit, beratapkan
langit dan menghadap lautan dalam sebuah cekungan lembah di sebuah teluk (teluk
Bone)
photo by afit |
Rumah
Adat Langkanae
Dari
komba, perjalanan kembali turun ke kota menuju museum dengan rumah adat
langkanae. Sayang kala itu kami tak bisa mengunjungi museum karena tengah
ditutup untuk perbaikan menyambut kedatangan tamu besar (Tanya siapaaa…)
Tanjung
Ringgit
Tanjung
ringgit menjadi tujuan kami berikutnya. Ini ni pelabuhannya Palopo, yang ramai
dikunjungi orang saat sore hari hingga menjelang terbenamnya matahari. Sama
seperti hari itu, ramai penuh oleh orang-orang yanghanya sekedar
nongkrong-nongkrong, pacaran, jalan-jalan sama keluarga, atau menyendiri. Tak
jauh dari pelabuhannya sederat tempat makan terjejer rapih di salah satu tepian
pelabuhanmenjual beraneka raam menu makanan, terutama menu seafood
Pantai Labombo
Destinasi terakhir kami hari itu sebelum makan malam,
Pantai labombo. Kalo kata anak-anak Labombo itu artinya Pantai Setan. Katanya sih
di sana emang orang sering lihat penampakan2 gitu, ditambah lagi sudah beberapa
kali kejadian orang hilang terjadi di pantai Labombo. Meski demikian, pantai
Labombo sudah dikelola dengan cukup baik. Pantainya sudah dikasih batu-batu
pemecah ombak, ditimbun untuk mencegah irigasi. Di tepi pantai pun sudah ditata
dengan dibangun taman-taman dan bale-bale untuk duduk-duduknya pengunjung. Well
done laah. Cuman satu yang bikin kami agak syok, tiket masuknya agak mahal,
Rp.10.000 perkepala belum tiket mobilnya. “demn,
mahal… gak usah aja laah..”kata gw sepakat sama diah, gak terlalu maksain
untuk masuk ke area wisata labombo. Sayang sih sebenernya udah sampe palopo.
Gak terlalu worthed cuman tanggung aja, pengen liad dalemnya. “huum.. pengen masuk ya? bentar2, siapa tau
ada yang kukenal”kata kakAnto sambil celingak celinguk dari dalam mobil ke
arah pantai. “itu kan pak ….”kata
kakAnto mengenali seseorang pada kamal, memastikan bawaha orang yang dilihat
tak salah. “hooh. Bener-bener.. coba kita
(kita : bahasa paloponya dari kata kamu,red)turun To’”kata kamal dan kakAnto pun
keluar dari mobil, menyapa seseorang berusia paruh baya. keduanya pun langsung
nampak berbincang dengan akrab. Kami yang ada di dalam mobil hanya mengamati
dalam diam. Tak lama berbincang kakAnto membalikkan badan dan memberikan kode
untuk mobil masuk ke dalam kawasan wisata. Kami pun tersenyum lega dan puas,”ini beneran boleh masuk gak bayar? Demm,
manteb,manteb..” gumam gw. ternyata kakAnto, dan kawan lainnya sudah kenal
akrab dengan salah satu pengelola pantaiLabombo tersebut. Dengan speak-speak
dikit, kami diijinkan masuk kawasan Labombo secara gratis. Aseeeeek. Eh, tapi
pas masuk ke pantai?? looh, ‘cuman gini doank’, kayak ancol, pantainya malah
gak ada aer nya. Eh, maksudnya lagi surut denk. Pantai pasir coklat, dengan air
laut yang coklat juga. tapi gak papalah, lumayan udah masuk pantai Labombo nya
Palopo.
Waktu senja kami habiskan bersantai di pantai hingga
matahari terbenam. Dari Labombo, kami kembali ke kota, mencari oleh-oleh khas
palopo, dan kemudian mengakhirinya dengan makan malam penyetan di sebuah rumah
makan. Ah, hari yang singkat.
Danbegitulah cerita gw seharian di Palopo bersama kalolo-kalolo palopo. Kalo kata anak palopo,”palopo tu biasa-biasa aja tempat wisatanya, tapi kalian harus ke Palopo, karena asik-asik orangnya, kayak kami…haha”Awal,kakAnto, Kamal 2014. (010614 00.19)
see another point of view bout this story at : http://travelingdiah.blogspot.com/2014/05/palopo-kotanya-php-pemberi-harapan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar